Dewan penasehat Eksistensi Internal Eksternal dan FKUB Provinsi Sumatera Utara A.
177
dengan provinsi selama ini telah berjalan baik, bahkan menurut wakil sekretaris FKUB Sumut, hampir setiap hari FKUB Sumut melakukan komunikasi dengan
FKUB yang ada didaerah, baik melalui telepon, Sms, dan dunia maya, atau juga melalui surat, dan media massa. hal yang dibahas yakni ketika ada hal-hal yang
mereka belum paham, mereka tanyakan dan diskusikan, kemudian ketika ada masalah di FKUB daerah mereka meminta saran untuk solusi permasalahannya,
dan ada juga yang sekedar menjalin tali silaturahmi atau sekedar menanyakan kabar. Hal tersebut berlangsung intens, selain FKUB Sumut sebagai kewenangan
dekonsentrasi sebagai tumpuan informasi daerah, tetapi juga sebagai pionir bagi FKUB yang ada di daerah kabupatenkota.
Kemudian Sejatinya FKUB, baik tingkt I dan II bertindak berdasarkan perintah dasar kebijakan, baik Peraturan Bersama Menteri PBM, maupun SK
FKUB, apabila kebijakan itu pun bersifat rancu maka diikuti juga dengan implementasi yang rancu, demikian halnya juga dalam fungsi konsultatif FKUB
Sumatera Utara, fungsi konsultatif FKUB berdasarkan SK FKUB Sumatera Utara tahun 2012 tentang FKUB pasal 27 ayat 3 menyebutkan
a. FKUB Kabupatenkota dapat menyampaikan usul dan aspirasinya kepada
FKUB Provinsi b. FKUB provinsi dapat memberikan masukansaran kepada FKUB
kabupatenKota tentang permasalahan yang timbul dalam hubungan antar umat beragama di tingkat kabupatenKota.
Berdasarkan SK FKUB diatas menyebutkan bahwa tidak jelas apakah diwajibkan atau tidak FKUB kabupatenkota berkonsultasi dengan FKUB
provinsi, karena seyogyanya permasalahan yang terjadi itu berada pada FKUB tingkat kabupatenKota. Sementara berdasaarkan wawancara dengan bapak Jhon
Hasiholan, salah seorang Pengurus FKUB Sumut, konsultasi dengan FKUB
178
kabupatenkota itu adalah wajib, “Itu wajib, artinya FKUB Provinsi memberi
masukan atau saran mengenai penanganan suatu masalah, misalnya rumah ibadah. Jadi kita harus tau perkembangan di daerah selanjutnya mereka
berkonsultasi dengan kita, mengenai apa, bagaimana, dan berdiskusi untuk penyelesaian solusi atas masalah yang ada di daerah
” pungkasnya ketika ditemui pada kamis 9 april 2015.
Berdasarkan kondisi yang bertentangan diatas bisa saja dari 33 FKUB kabupatenkota ada yang enggan mengkonsultasikan atau tidak melaporkan
permasalahan keagamaan yang terjadi di daerah, atau bisa saja FKUB provinsi pun enggan membantu FKUB daerah, karena tidak ada kewajiban untuk
membantu, kondisi ini membuat FKUB provinsi dengan daerah seolah tidak kompak, mereka seolah berjalan sendiri-sendiri. Hal ini membuat seolah SK
FKUB tersebut hanya memberi saran kepada masing-masing FKUB agar dilakukan, bukan memerintah agar wajib untuk dilaksanakan. Dengan demikian
dalam melakukan fungsi konsultatif oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara diidapati masalah bahwa Pola hubungan antara FKUB Provinsi dengan
KabupatenKota kurang terarah karena kurang jelasnya implementasi konsep konsultatif antara FKUB Provinsi dengan FKUB KabupatenKota.
Meskipun demikian Dari wawancara dengan beberapa informan di internal FKUB Provinsi Sumatera Utara didapati jawaban yang mampu memperbaiki
kejelasan SK FKUB Tersebut. Wakil ketua FKUB Drs Albert Pakpahan menyebutkan FKUB provinsi akan turun ke daerah apabila jikalau ada masalah
yang tidak bisa diselesaikan oleh FKUB tingkat II dan mereka meminta FKUB tingkat I untuk membantu. “
Kalau ada yang nga bisa diselesaikan mereka,
179
mereka komunikasikan ke kita mohon petunjuk, atau datang kemari, minta saran atau bantuan bertanya bagaimana sikap kami mengenai ini, apa bisa bapak-
bapak datang kesana membantu, ya kita sama-sama dengan FKUB daerah turun”. Selanjutnya ketua FKUB Sumut Bapak Dr. Maratua Simanjuntak juga
menerangkan hal yang sama bahwa “kalau komunikasi dengan FKUB daera kita
rutin, kalau mereka minta tolong kita untuk turun, kita turun ke daerah mereka
.”.untuk meluruskan kondisi yang ada bahwa ternyata FKUB Sumut akan turun ke daerah apabila ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh
FKUB kabupatenkota dan jikalau diminta untuk turun, maka FKUB Sumut turun ke daerah untuk selanjutnya bersama-sama menyelesaikan masalah.
Selanjutnya ada kerancuan berikutnya dimana FKUB sumut tidak hierarki
terhadap FKUB kabupaten Kota tapi hanya sebatas koordinasi dan konsultasi,
sehingga FKUB Sumut tidak bisa memerintah kalau ada kejadian yang terjadi di daerah hal ini diakui oleh wakil sekretaris FKUB Sumut Dr Arifinsyah
“FKUB sumut tidak langsung bisa memerintah, tapi hanya konsultasi dan koordinasi,
memperingatkan, mereka mau lakukan atau tidak nga sanksi sama kita. nah.. jadi,
itu kesulitan untuk percepatan penyelesaian atau win-win solution ditengah masyarakat bawah
” Pungkasnya. Jadi disini terjadi kendala dimana cara pandang FKUB provinsi dalam melihat permasalahan bisa saja berbeda dengan cara
pandang FKUB kabupatenkota, dalam kesempatan tersebut beliau menyarankan supaya “saran saya untuk ini, seharusnya FKUB kedepannya ini harusnya
hierarki dengan kabupaten kota, supaya ada kerjasama, tindak lanjut dan sanksi. Ini kan, jalan sendiri, FKUB sumut jalan sendiri, kabupaten kota jalan sendiri.
Jadi FKUB nampak dia jadi kompak, inikan jadi nga kompak kesannya, FKUB