75
Masyarakat yang menghuni pantai timur sekarang sudah sangat beragam, disamping melayu, ada juga aceh, banjar, batak, mandailing dan tionghoa. Dari
sudut pertimbangan yang dianut, relatif masih banyak yang menganut islam, sungguhpun sudah mulai berkembang agama kristen, budha maupun konghuchu.
Sekalipun heterogen, banyak potensi konflik, akan tetapi konflik agama masih minim di daerah ini.
Di Sumatera Utara juga sering terjadi konversi atau perpindahan agama,
konversi terjadi biasanya ketika masa perkawinan, pada umumnya yang paling sering adalah Islam ke Kristen atau Kristen ke Islam, orang-orang batak
yang menganut agama Islam mengelompokkan diri sebagai Persatuan batak Islam, atau orang batak yang dulunya kristen tetapi setelah Islam sering meninggalkan
marga dan adatnya yang semula. Disisi lain, meskipun orang batak yang sudah jadi Islam, dari segi sosial mereka masih tetap menjalin kebersamaan yaitu dengan
cara dalihan natolu secara harifah berarti tiga tungku yaitu sistem bangunan kekerabatan sebagai hula-hula, dongan tubu dan boru.
Tabel 9. Peta sebaran penganut agama menurut etnissuku di provinsi Sumut
No Agama
Etnissuku yang dominan.
1 Islam
Melayu, mandailing, angkola, jawa, minang, aceh,simalungun, dll
2 Kristen
Batak toba,
karo, pakpak
dairi, nias,
simalungun, tionghoa, dll 3
Katolik Nias, karo, batak toba, dan jawa.
4 Hindu
India, tamil, dll 5
Budha Tionghoa, india dll
6 Konghuchu Tionghoa, dll
76
Keragaman masyarakat dalam agama seringkali sekaligus merupakan keragaman etnis, merupakan salah satu kekayaan budaya sekaligus potensi konflik
ditemukan pada kehidupan masyarakat Sumatera Utara. Oleh karena itu, dalam kehidupan keseharian masyarakat di Sumatera Utara ditemukan adanya
keharmonisan disatu sisi, tetapi disisi lain ada juga terjadi pertentangan. Namun demikian, sejauh ini masyarakat Sumatera Utara dan sekitarnya memiliki
mekanisme untuk meredam konflik. Salah satu mekanisme dimaksud adalah konsep dalihan natolu tiga tungku0. Demikian juga dalam sistem kekerabatan
berdasarkan marga, perkumpulan dan kegiatan pesta adat lainnya menjadikan peredaman konflik menjadi efektif.
IV.2.2. Sebaran Tokoh Agama di Sumatera Utara
Untuk mengembangkan dan memelihara eksistensi masing-masing agama yang ada di Provinsi Sumatera Utara maka setiap agama memiliki tokoh agama
yang disebut ulama, da’i,mubaligh, rohaniawanpastor, pendeta, bikshu dan sebagainya. Hanya saja sejauh ini belum dapat dihitung secara pasti, namun
diperkirakan jumlahnya ribuan, kendatipun demikian masih dapat digambarkan jumlah para tokoh agama tersebut, berikut ada deskripsi data tokoh agama
Sumatera Utara paling tidak sebagai dasar berfikir.
Tabel 10. Rekapitulasi Data Pemuka Agama Provinsi Sumatera Utara
No KabupatenKota Agama Tokok Agama
Islam Ulama
Mubaligh Kristen
Pendeta Khatolik
Pastor Hindu
Pandita Budha
Bhiksu Konghuchu
Rohaniawan
1. Nias
127 572
47 -
- -
2. Madina
877 18
- -
- -
77
3. Tapanuli Selatan 117
290 -
- -
- 4.
Tapanuli Tengah
142 65
12 -
- -
5. Tapanuli Utara
97 210
2 -
- -
6. Tobasamosir
57 148
3 -
- -
7. Labuhan Batu
1.212 546
4 1
4 1
8. Asahan
675 55
2 1
3 1
9. Simalungun
397 221
17 -
- -
10. Dairi 227
213 8
2 4
- 11. Karo
172 210
12 6
- -
12. Deli Serdang 1.210
193 8
17 16
1 13. Langkat
575 131
- 5
1 -
14. Nias Selatan -
- -
- -
- 15. Humbahas
32 120
5 -
- -
16. Pakpak Bharat 62
85 -
- -
- 17. Samosir
29 96
3 -
- -
18. Sedang Bedagai 474
24 2
2 -
1 19. Batubara
253 18
1 -
- -
20. Sibolga 47
99 12
- 10
- 21. Tanjung Balai
168 92
2 -
6 -
22. Pematang Siantar
103 455
53 2
7 -
23. Tebing Tinggi 104
107 4
1 8
- 24. Medan
1.287 310
41 26
65 12
25. Binjai 132
20 4
3 3
- 26. Padang
Sidempuan 122
14 2
- 4
-
Jumlah 9.403
3.959 250
56 131
16
Sumber : Kanwil. Dep. Agama Sumut 2006 Tokoh agama tersebut saat ini mungkin telah jauh lebih banyak dari data
diatas, namun berdasarkan gambaran persentasi mungkin saat ini tidak jauh berbeda. Kemudian tokoh agama adalah kunci penting untuk menopang
kerukunan di Sumatera Utara, dimana mereka amat dekat dengan umatnya yang mereka bina, oleh karena itu tokoh agama sering menjadi panutan dan teladan
bagi para pengikut agama di daerah ini. Oleh karena itu apabila tokoh agama mengajarkan hal yang baik, bagaimana kerukunan dijalankan dan mengajarkan
harmonisasi antar umat beragama yang berbeda, maka akan tercipta kerukunan di masyarakat tingkat bawah.
78
IV.3. Pemetaan Faktor Pendukung Dan Penghambat Kerukunan Di Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang multi etnik dan multi agama, oleh karena multi entik dan multi agama besar kemungkinan potensi
terjadi konflik antar umat beragama atau konflik yan mebawa-bawa agama. untuk itu penting dilakukannya pemetaan faktor pendukung dan penghambat kerukunan
di Sumatera Utara ini. Agar dapat dilakukan cara penanganan yang tepat, cepat dan efektif. Berikut ini faktor pendukung dan penghambat kondisi kerukunan
antar umat beragama di Sumut, yang diperoleh dari buku yang dikeluarkan FKUB Sumatera Utara adalah :
IV.3.1. Pendukung Kerukunan
Faktor pendukung kerukunan adalah kiat efektif dalam membangun pondasikerukunan di suatu daerah. Beberapa faktor pendukung kerukunan di
Sumatera Utara adalah sebagai berikut : 1. Tegas terbuka
Penduduk Sumatera Utara mempunyai karakter tegaas dalam berbicara, bicara to the point, tidak plinplan, sehingga ucapannya tidak multi tafsir.
Masyarakat Sumut juga terbuka, baik dalam bertutur kata, bicara apa adanya, apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya,
maupun dalam menerima kehadiran para pendatang. Dari sekian banyaknya para pendatang yang melancong ke provinsi ini, Masyarakat
Sumatera Utara belum pernah mengusir apalagi membunuh para pendatang hanya karena beda agama.
79
2. Kesadaran metropolitan Masyarakat Sumatera Utara sangat heterogen, karena keheterogenitas itu
menjadikan masyarakat Sumut terbiasa hidup berdampingan dengan orang yang berbeda, baik agama maupun etnik.
3. Peran tokoh agama dan etnis Tokoh agama dan etnis di Sumut berperan aktif untuk saling
mengingatkan, baik kepada masyarakat yang seagama dan satu ernis maupun yang berbeda agama dan etnis. Tokoh-tokoh agama sangat
intensif mengadakan forum silaturahmi untuk terciptanya saling memahami dan menghormati diatara sesama masyarakat.
4. Dialogis dan musyawarah Berbagai kasus yang menimbulkan keresahan, bahkan bibit konflik di
Sumut, seperti pendirian Rumah Ibadat, Relokasi ternak Babi dikota Medan, beberapa penolakan lannya sering muncul, tetapi proses
penyelesaian secara dialog dan musyawarah menjadi pilihan yang paling banyak ditempuh warga.
5. Persoalan sensitif diatasi dengan saling menghormati, dengan menggelang kerjasama antara tokoh agama, FKUB, masyarakat dan pemerintah daerah.
Sehingga masalah-masalah didaerah bisa telokalisir dan tidak mencuat ke nasional.
6. Derajat damai Tingginya situasi kondusif kehidupan beragama yang tercermin dari
kehangatan komunikasi lintas agama dan lintas etnis serta ariasi mata pencaharian. Interaksi sehari-hari hangat, saling berbagi masalah suka-