Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
sebaga refleksi gambaran nyata dari sekian banyaknya kasus ketidakrukunan yang terjadi di negara agamis Indonesia.
Dari bebagai peristiwa itu memunculkan pelarangan memeluk agama selain yang mereka yakini, tampak jelas adanya larangan melakukan ibadah
berdasarkan keyakinannya, padahal Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 memberikan kebebasan beragama dengan menyatakan bahwa
“setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing dan ke
percayaanya itu; dan” “Negara Menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” Dasar negara pancasila juga menyatakan pula bahwa
”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Sila pertama ideologi nasional negara ini, Pancasila, menyatakan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sumatera Utara
Keragaman Agama di Sumatera Utara nyaris terbilang sempurna, semua agama ada di Sumatera Utara. Agama terbanyak di Sumatra Utara adalah Islam,
terutama dipeluk oleh suku Melayu, Pesisir, Minangkabau, Jawa, Aceh, Batak Mandailing, Tapsel Angkola sebagian Batak Karo, Batak Tapanuli Utara,
Simalungun, Nias dan Pakpak. Kemudian diikuti Kristen Protestan dan Katolik, terutama dipeluk oleh suku Batak Karo, Toba, Taput, Simalungun, Pakpak,
Mandailing, dan Nias. Sedangkan Hindu terutama dipeluk oleh suku Tamil di perkotaan. Agama Buddha dipeluk terutama oleh suku peranakan di perkotaan.
Konghucu dipeluk oleh suku peranakan di perkotaan.
5
Sejatinya pun Sumatera Utara merupakan “Indonesia Mini”, tetapi masih tetap saja ada beberapa kasus ketidakrukunan di Sumatera Utara, pantauan
beberapa media di Sumatera Utara mengulas permasalahan yang terjadi adalah, pada awal Januari 2010 terjadi pembakaran rumah ibadah, dua gereja yakni gereja
HKBP dan GPDI serta rumah dinas pendeta dibakar massa di Sibuhuan, padang Lawas, alasan pembakaran tersebut karena kedua rumah ibadah tersebut belum
memiliki izin.
4
pada tanggal 12 Juni 2012 adanya organisasi masyarakat berbasis agama yang menolak pelaksanaan kongres Konghuchu se-dunia di selenggarakan
di Kota Medan yang sejatinya akan dilaksanakan tangal 22 Juni sampai dengan 26 Juni 2012, alasan penolakan tersebut dikarenakan penganut agama Konghuchu di
kota Medan hanya sedikit.
5
Kabar lain muncul serangan kepada umat Budha di tanjung Balai, yakni pada Mei sampai Juni 2010 terjadi pergejolakan, bahwa
masyarakat sekitar atas nama agama menuntut diturunkannya patung Budha Amitabha Vihara Triratna, Tanjung Balai, tuntutan tersebut pun telah di
diskusikan ke banyak Pihak, baik ke FKUB tanjung Balai, ke DPRD Tanjung Balai hingga Walikota Tanjung Balai, yang sepakat memerintahkan agar patung
tersebut diturunkan dan dipindahkan ke tempat yang terhormat. Alasan dituntutnya penurunan patung tersebut karena keberadaan patung tersebut tidak
mencerminkan kesan religius di Kota Tanjung Balai, dan dapat mengganggu keharmonisan masyarakat. Kemudian adanya pembongkaran mesjid di Medan,
yakni Masjid Al-Ikhlas Jl. Timor dibongkar untuk kepentingan pengembang, lokasi masjid telah ditukar-guling oleh kodam IBB kepada PT Gandareksa Mulia
4
Lihat, Sinar Indonesia Baru, 4 Januari 2010. “ Dua Gereja di Bakar di Sibuhuan, padang Lawas”
5
Lihat selengkapnya, koran Waspada tanggal 13 Juni 2012, “ormas Islam dan elemen etnis tolak kongres konghuchu di kota Medan.
6
dan masjid tersebut dimediasikan untuk pindah tempat.
6
terahir di Di Kabupaten Langkat, pemerintah setempat menangguhkan pembangunan gereja Katolik
meskipun telah dipenuhi persyaratan hukum untuk melakukan pembangunan. Masalah ini pada akhirnya bisa diselesaikan melalui mediasi dengan FKUB.
Kondisi ketidakrukunan tersebut merupakan refleksi hubungan antar agama yang terjadi di Sumatera Utara, kendati pun masih banyak lagi kasus lain yang pernah
mencederai kerukunan di provinsi yang berjuluk “Indonesia Mini
Pengalaman Empiris
Pengalaman empiris peneliti bahwa ketika menjalani usia sekolah Dasar SD, selama kurang lebih 5 tahun, saya tidak pernah tuntas belajar agama di
sekolah, ketika masuk jam mata pelajaran agama kami yang laki-laki mengisinya dengan bermain bola di lapangan sekolah sedangkan perempuan sibuk dengan
kegiatan mereka masing-masing, atau sekedar melirik teman yang beragama lain sedang belajar agama bersama gurunya. Kami tidak pernah tuntas belajar agama
karena ketidak adaan guru agama, kalaupun ada guru agama yang mengajar itupun tidak berlangsung lama karena ada indikasi diskriminasi dilingkungan
guru-guru sekolah, membuat guru agama tidak betah dan memilih keluar. jadi selama kurang lebih 5 tahun kami tidak belajar agama di SD tapi ketika
menerima rapot nilai agama kami tertera di rapot. kemudian di dalam kelas selama proses belajar semasa SD, kami yang beragama minoritas selalu mengalami
diskriminasi dari beberapa guru yang sering menjelekkan ajaran agama kami dan selalu menyudutkan Tuhan yang kami sembah, dan menganggap Tuhan mereka
lah yang benar, tetapi karena kami masih anak-anak, kami tidak berani melawan,
6
Lih. Harian Sumut Pos, Minggu 6 Februari 2011.
7
dan beberapa dari kami hanya melaporkan ke orang tua, kemudian orang tua juga tidak melanjutkannya ke ranah lebih serius, tetapi hanya sebatas membangun
gosip dan menjadi angin lalu di tengah-tengah masyarakat, para orang tua kami sebenarnya tahu bahwa kami yang beragama minoritas didiskriminasi di sekolah
tetapi hanya pasrah karena kami juga minoritas di desa kami. Oleh karena kondisi ini peneliti sesungguhnya mempertanyakan; apakah begitu pengamalan ajaran
agama yang benar, mendiskriminasi pihak minoritas? Mengapa kita tidak damai dan saling menghargai? Dimana pemerintah kami, disaat kami mengalami
diskriminasi di desa kami sendiri? Apakah ada jalan tengah untuk perdamaian agar terjadi kerukunan ditengah-tengah masyarakat yang notabene berbeda
keyakinannya? Tampak ironis, ketika semua agama yang dianut masyarakat Indonesia,
atau secara khusus Sumatera Utara yang oleh penganutnya diyakini sebagai dimensi yang paling suci yang membuat kehidupan manusia menjadi sakral atau
kudus, ternyata dalam faktanya terjadi konflik antar umat beragama. Agama mengajarkan hal yang baik, yang memberi petunjuk bagaimana moral dijalankan,
yang mengajarkan cinta kasih dan persaudaraan justru malah agama yang menyumbang terjadinya konflik dan mencederai kerukunan. Hubungan konflik,
saling curiga, fanatisme dan bentuk-bentuk hubungan negatif lainnya muncul dimana-mana.
Oleh karena peristiwa ketidakrukunan dan konflik antar umat beragama yang silih berganti terjadi di Indonesia maupun Sumatera Utara, lahirlah usaha-
usaha untuk mencegahnya dan menjaganya. Diantara cara yang cukup efektif adalah dialog. Dialog amatlah penting, dimana perwakilan semua agama dan
8
pihak yang berkonflik tentang agama duduk bersama untuk mencari solusi. Dialog bukanlah debat, melainkan saling memberi informasi tentang agama masing-
masing, baik mengenai persamaan maupun perbedaannya. Dialog antar agama tidak sama dengan usaha seseorang untuk meyakinkan orang lain tentang
kebenaran agama yang ia peluk atau dialog juga bukan suatu usaha untuk menjadikan semua agama yang berbeda-beda menjadi disatukan, tetapi dialog
adalah suatu kerjasama diantara para pemeluk agama yang berbeda. Sebagai tindak lanjut dari dialog, ternyata memberikan sutu siatuasi yang
melegakan hati. Agama-agama di indonesia menjalin kebersamaan satu dengan lainnya bekerja keras dan saling berupaya untuk mewujudkan persahabatan dan
toleransi, dari kebersamaan ini muncul suatu gerakan persahabatan antar umat beragama atau interfaith movement. Dari semangat interfath movement inilah
pemerintah mengambil momentum yang tepat untuk memfasilitasi kerukunan umat beragama dengan membentuk forum resmi oleh pemerintah; Forum
Kerukunan Umat Beragama FKUB dengan dasar Hukum Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan 8 tahun 2006.
7
Kajian penelitian ini mendeskripsikan evaluasi kinerja organisasi FKUB berfungsi di Sumatera Utara, hal ini penting untuk dievaluasi mengingat FKUB
Sumatera Utara secara legal Formal dibentuk di Provinsi Sumatera Utara dengan
SK. Gubernur Sumatera Utara No. 450417K2007 Tgl. 22-03-2007, artinya
sampai tahun 2015 ini sudah delapan tahun FKUB menjalankan perannya di
7
Selengkapnya berjudul “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
DaerahWakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.” PBM .
inilah yang menjadi landasan pembentukan dan keberadaan FKUB.
9
Sumatera Utara, peneliti tertarik untuk melihat dan mengevaluasi apakah tugas dan fungsi serta ketentuan organisasi telah berjalan dengan baik
sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan dalam BAB III pasal 8, 9 dan 10 PBM Nomor 9
dan Nomor 8 Tahun 2006 , apakah keberadan mereka didaerah sudah bisa
menjaga bahwa masyarakat Provinsi Sumatera Utara mampu rukun, damai, dan bebas menjalankan ibadah dan memeluk agamanya masing-masing tanpa adanya
intervensi. Di sisi lain FKUB di tingkat provinsi merupakan pionir bagi FKUB di tingkat kabupaten dan kotamadya . Apabila FKUB tingkat provinsi bergerak cepat
dalam menjalankan tugasnya, maka akan diikuti oleh FKUB yang ada di tingkat kabupaten dan kota madya, demikian juga sebaliknya. Selanjutnya apa yang
menjadi kendala bagi FKUB dalam menjalankan fungsinya, sudah sejauh mana kontribusi FKUB dalam menjaga kerukunan umat beragama didaerah Sumatera
Utara berdasarkan tugas pokok yang dipercayakan kepada FKUB Provinsi. Pada titik inilah penelitian tentang FKUB Provinsi Sumatera Utara ini
penting untuk dilakukan. Dengan mengetahui eksistensi, peranan, dan dinamika FKUB di lapangan, akan dapat terungkap sejumlah permasalahan dan tawaran
solusinya. Hal ini tentu saja pada waktunya akan sangat bermanfaat bagi pemberdayaan FKUB ke depan, dalam rangka meningkatkan upaya pemeliharaan
kerukunan umat beragama dan kerukunan di Sumatera Utara secara terus menerus. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik meneliti hal ini,
beranjak dari latar belakang diatas maka judul yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah
“Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB Provinsi Sumatera Utara Dalam Menjaga Kerukunan Umat
Beragama Di Provinsi Sumatera Utara”
10