Analisis Lingkup Sekunder 1. Analisis Fluktuasi Perkembangan Kerukuan di Sumatera Utara

175 Keberadaan dewan penasehat sebagai fasilitator FKUB Sumut juga telah dianggap mampu mensukseskan program kerja FKUB Sumut, koordinasi kerja baik FKUB Sumut dengan kandepang-Su dan kesbangpolinmas-Su sedikitnya sebulan sekali intens dilakukan setidaknya hanya bertemu, menanyakan perkembangan, apakah ada masalah atau ada kendala sehinga dilakukan upaya bersama untuk menangani kendala tersebut. Keberadaan dewan penasehat sebagai fasilitator FKUB Sumut adalah misalnya FKUB Sumut ingin mengadakan pertemuan kerja, seminar atau menyambut kunjungan kerja dari FKUB provinsi lain, apabila tida memungkinkan atau tidak memadainya dilakukan di kantor FKUB Sumut maka bisa memakai aula atau gedung yang ada di kesbangpolinmas, kandepag, dan kantor gubsu. Kemudian dalam menjalankan tugasnya FKUB Sumut selalu didampingi oleh dewan penasehatnya. Namun Keberadaan Dewan Penasehat belum berfungsi secara maksimal di sektor lain, seperti Kurangnya waktu bagi wakil gubernur Sumatera Utara selaku ketua dewan penasehat untuk memberikan perhatian dan monitoring langsung bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan program FKUB Sumut, seolah hanya melimpahkan semua pekerjaan dewan penasehat kepada wakil ketua dewan penasehat dan anggota dewan penasehat lainnya, memang secara kewenangan regulasi, hal ini sah-sah saja dilakukan mengingat banyaknya kegiatan kerja yang harus diemban wakil gubernur Sumatera Utara. Kemudian dilain kondisi Ketua, wakil dan sekretaris dewan penasehat kurang memiliki kekuatan otoritatif dalam menentukan pemberian anggaran FKUB. Hal ini berdampak buruk bagi FKUB Sumut, bahwa sangat minim dana APBD maupun APBN yang turun dari dewan penasehatnya, hal ini terjadi karena 176 berbagai alasan mulai dari penghematan anggaran hingga tidak menetapnya jumlah anggaran akan dialokasikan. sehingga karena minimnya dana membuat banyak kegiatan kerja FKUB Sumut tidak terlaksana. Dengan demikian keberadaan secara organisasional fungsi dewan penasehat FKUB Sumut sebagai fasilitator dan mitra kerja FKUB Sumut terjalin erat, namun masih cukup pelit dalam memberi dukungan alokasi anggaran untuk keberlangsungan dan kelancaran kinerja FKUB Sumut.

3. konsultatif FKUB Provinsi dan FKUB KabupatenKota

Hubungan FKUB provinsi dengan FKUB kabupatenkota tidaklah bersifat struktural yang memiliki garis instruktif, melainkan hubungan yang bersifat konsultatif . Posisi FKUB Provinsi bukanlah atasan dari FKUB kabupaten kota, ataupun sebaliknya. Seperti diketahui, FKUB bukanlah organisasi massa yang memiliki jenjang kepengurusan terstruktur dari pusat hingga daerah. FKUB dibentuk dengan semangat kebersamaan antar umat beragama untuk menyelesaikan masalah-masalah keagamaan di wilayahnya. Maka, hubungan dengan FKUB di level lainnya hanyalah bersifat konsultatif. Fungsi konsultatif diperlukan agar adanya kerjasama antar FKUB tingkat I dan tingkat II dalam penanganan masalah-masalah yang terjadi di daerah. FKUB Sumut adalah tumpuan informasi dari seluruh daerah kabupatenkota di Sumatera Utara, pastilah FKUB Sumut mengetahui mengenai hal apa yang terjadi didaerah, FKUB daerah dapat berkonsultasi dengan FKUB provinsi. Perkembangan komunikasi dan hubungan kerja antara FKUB daerah 177 dengan provinsi selama ini telah berjalan baik, bahkan menurut wakil sekretaris FKUB Sumut, hampir setiap hari FKUB Sumut melakukan komunikasi dengan FKUB yang ada didaerah, baik melalui telepon, Sms, dan dunia maya, atau juga melalui surat, dan media massa. hal yang dibahas yakni ketika ada hal-hal yang mereka belum paham, mereka tanyakan dan diskusikan, kemudian ketika ada masalah di FKUB daerah mereka meminta saran untuk solusi permasalahannya, dan ada juga yang sekedar menjalin tali silaturahmi atau sekedar menanyakan kabar. Hal tersebut berlangsung intens, selain FKUB Sumut sebagai kewenangan dekonsentrasi sebagai tumpuan informasi daerah, tetapi juga sebagai pionir bagi FKUB yang ada di daerah kabupatenkota. Kemudian Sejatinya FKUB, baik tingkt I dan II bertindak berdasarkan perintah dasar kebijakan, baik Peraturan Bersama Menteri PBM, maupun SK FKUB, apabila kebijakan itu pun bersifat rancu maka diikuti juga dengan implementasi yang rancu, demikian halnya juga dalam fungsi konsultatif FKUB Sumatera Utara, fungsi konsultatif FKUB berdasarkan SK FKUB Sumatera Utara tahun 2012 tentang FKUB pasal 27 ayat 3 menyebutkan a. FKUB Kabupatenkota dapat menyampaikan usul dan aspirasinya kepada FKUB Provinsi b. FKUB provinsi dapat memberikan masukansaran kepada FKUB kabupatenKota tentang permasalahan yang timbul dalam hubungan antar umat beragama di tingkat kabupatenKota. Berdasarkan SK FKUB diatas menyebutkan bahwa tidak jelas apakah diwajibkan atau tidak FKUB kabupatenkota berkonsultasi dengan FKUB provinsi, karena seyogyanya permasalahan yang terjadi itu berada pada FKUB tingkat kabupatenKota. Sementara berdasaarkan wawancara dengan bapak Jhon Hasiholan, salah seorang Pengurus FKUB Sumut, konsultasi dengan FKUB 178 kabupatenkota itu adalah wajib, “Itu wajib, artinya FKUB Provinsi memberi masukan atau saran mengenai penanganan suatu masalah, misalnya rumah ibadah. Jadi kita harus tau perkembangan di daerah selanjutnya mereka berkonsultasi dengan kita, mengenai apa, bagaimana, dan berdiskusi untuk penyelesaian solusi atas masalah yang ada di daerah ” pungkasnya ketika ditemui pada kamis 9 april 2015. Berdasarkan kondisi yang bertentangan diatas bisa saja dari 33 FKUB kabupatenkota ada yang enggan mengkonsultasikan atau tidak melaporkan permasalahan keagamaan yang terjadi di daerah, atau bisa saja FKUB provinsi pun enggan membantu FKUB daerah, karena tidak ada kewajiban untuk membantu, kondisi ini membuat FKUB provinsi dengan daerah seolah tidak kompak, mereka seolah berjalan sendiri-sendiri. Hal ini membuat seolah SK FKUB tersebut hanya memberi saran kepada masing-masing FKUB agar dilakukan, bukan memerintah agar wajib untuk dilaksanakan. Dengan demikian dalam melakukan fungsi konsultatif oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara diidapati masalah bahwa Pola hubungan antara FKUB Provinsi dengan KabupatenKota kurang terarah karena kurang jelasnya implementasi konsep konsultatif antara FKUB Provinsi dengan FKUB KabupatenKota. Meskipun demikian Dari wawancara dengan beberapa informan di internal FKUB Provinsi Sumatera Utara didapati jawaban yang mampu memperbaiki kejelasan SK FKUB Tersebut. Wakil ketua FKUB Drs Albert Pakpahan menyebutkan FKUB provinsi akan turun ke daerah apabila jikalau ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh FKUB tingkat II dan mereka meminta FKUB tingkat I untuk membantu. “ Kalau ada yang nga bisa diselesaikan mereka, 179 mereka komunikasikan ke kita mohon petunjuk, atau datang kemari, minta saran atau bantuan bertanya bagaimana sikap kami mengenai ini, apa bisa bapak- bapak datang kesana membantu, ya kita sama-sama dengan FKUB daerah turun”. Selanjutnya ketua FKUB Sumut Bapak Dr. Maratua Simanjuntak juga menerangkan hal yang sama bahwa “kalau komunikasi dengan FKUB daera kita rutin, kalau mereka minta tolong kita untuk turun, kita turun ke daerah mereka .”.untuk meluruskan kondisi yang ada bahwa ternyata FKUB Sumut akan turun ke daerah apabila ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh FKUB kabupatenkota dan jikalau diminta untuk turun, maka FKUB Sumut turun ke daerah untuk selanjutnya bersama-sama menyelesaikan masalah. Selanjutnya ada kerancuan berikutnya dimana FKUB sumut tidak hierarki terhadap FKUB kabupaten Kota tapi hanya sebatas koordinasi dan konsultasi, sehingga FKUB Sumut tidak bisa memerintah kalau ada kejadian yang terjadi di daerah hal ini diakui oleh wakil sekretaris FKUB Sumut Dr Arifinsyah “FKUB sumut tidak langsung bisa memerintah, tapi hanya konsultasi dan koordinasi, memperingatkan, mereka mau lakukan atau tidak nga sanksi sama kita. nah.. jadi, itu kesulitan untuk percepatan penyelesaian atau win-win solution ditengah masyarakat bawah ” Pungkasnya. Jadi disini terjadi kendala dimana cara pandang FKUB provinsi dalam melihat permasalahan bisa saja berbeda dengan cara pandang FKUB kabupatenkota, dalam kesempatan tersebut beliau menyarankan supaya “saran saya untuk ini, seharusnya FKUB kedepannya ini harusnya hierarki dengan kabupaten kota, supaya ada kerjasama, tindak lanjut dan sanksi. Ini kan, jalan sendiri, FKUB sumut jalan sendiri, kabupaten kota jalan sendiri. Jadi FKUB nampak dia jadi kompak, inikan jadi nga kompak kesannya, FKUB 180 Sumut melihat itu permasalahan di daerah,red urgent, FKUB kabupaten bilang, “ahh ga ada masalah itu” katanya, padahal udah berat.” dari penjelasan diatas dapat dimengerti bahwa dalam implementasinya fungsi konsultatif mengalami kendala, yakni bisa saja adanya perbedaan cara pandang antara FKUB Provinsi dengan FKUB kabupatenkota., kemudian karena FKUB provinsi tidak Hierarki dengan FKUB kabupatenKota sehingga tidak bisa memberikan sanksi, atau bisa saja saran win-win solution yang disampaikan oleh FKUB Sumut diabaikan oleh FKUB kabupatenkota. Untuk mencari kejelasan mengenai duduk perkara fungsi konsultatif FKUB Sumatera Utara, saya menemui bapak Syafaruddin, kasubbag hukum dan KUB KandepagSU. Dalam sesi wawancara pada tanggal 26 Maret 2015 saya mengkomunikasikan kendala-kendala FKUB Sumut dalam menjalankan fungsi konsultasi. Mengenai permintaan dari wakil sekretaris FKUB Sumut bapak Arifinsyah agar FKUB Sumut sebaiknya Hirarki, bapak Syafaruddin menolaknya, beliau mengatakan “Kalau hierarki, itu dia sepertinya struktural, sementara ini kan forum, kalau forum masyarakat nga mungkin kita strukturalkan, kalau dia namanya forum-forum yang didirikan oleh masyarakat tidak mungkin hierarki ”, jelasnya dengan tegas. Mengenai hal ini beliau menjelaskan agar kiranya tidak hierarki tetapi tetap hanya konsultatif, tetapi beliau memberikan solusi yakni “saya pikir, hubungan konsultatif ini tetap dipertahankan, cuman, komunikasi lebih diperbanyak... ,Sudah pas lah itu dengan jalur koordinasi, tetapi komunikasi diperbanyak atau lebih intens ”. Jelasnya. menurut beliau bahwa sudah tepat sifatnya tidak hirerki hanya komunikasi atar FKUB yang di daerah sejatinya harus ditingkatkan. 181 Dapat disimpulkan bahwa secara konsultatif, komunikasi FKUB Sumut dengan FKUB diberbagai daerah kabuaten kota intens dilakukan dan bahkan hampir setiap hari ada komunikasi dengan FKUB kabupatenkota, namun di lain kondisi, dalam implementasinya telah terjadi kerancuan fungsi konsultatif FKUB Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan konsultasi dengan FKUB kabupatenKota se-Sumatera Utara, pertama Pola hubungan antara FKUB Provinsi dengan KabupatenKota kurang terarah karena kurang jelasnya implementasi konsep konsultatif antara FKUB Provinsi dengan FKUB KabupatenKota, terutama mengenai apakah diwajibkan atau tidak FKUB daerah mengkonsultasikan semua permasalahan yang terjadi di daerah. Kemudian kedua, ternyata ketidak-hirarkian FKUB Provinsi Sumatera Utara dengan FKUB kabupaten Kota dikeluhkan bahwa FKUB sumut tidak hierarki terhadap FKUB kabupaten Kota tapi hanya sebatas koordinasi dan konsultasi, Meskipun beberapa kerancuan tersebut telah dicoba diluruskan tetapi amat penting untuk dilakukannya perbaikan mengenai kejelasan dan ketegasan fungsi konsultatif FKUB, meskipun ini hanya kendala teknis yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan sifat diskretif, tetapi ini penting untuk perbaikan kinerja FKUB kedepan, tidak hanya di tingkat provinsi tetapi juga kabupatenkota. Karena Sejatinya FKUB Provinsi Sumatera Utara sebagai Pionir kepada FKUB daerah, sebagai “bapak pembimbing” yang membuka jalan, memberi masukan dan solusi atas penyelesaian berbagai masalah yang terjadi di 33 daerah kabupatenkota di Sumatera Utara, untuk itu kejelasan konsultatif FKUB perlu diluruskan sehingga tidak mengalami kerancuan. 182

4. Pemerintah daerah

“FKUB dibutuhkan untuk membantu kepala daerah” ungkap kabid ideologi dan wasbang kesbangpolinmas provinsi Sumatera Utara, bapak Muhammad 30315. Hal ini menegaskan bahwa FKUB Sumut dibutuhkan oleh kepala daerah sebagai “bamper” untuk membantu kepala daerah dalam menangani, menyelesaikan dan menerapkan kebijakan yang tepat mengenai hal- hal, konflik atau permasalahan yang menyangkut keagamaan. Dimana FKUB Sumut dapat memberikan rekomendasi kebijakan bahkan warning mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga permasalahan agama bisa selesai dan masyarakat bisa tetap rukun. Hubungan kerja FKUB Sumut dengan jajaran pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Mulai dari gubernur sampai bawahannya terjalin erat, bahkan intensitas kegiatan FKUB Sumut dengan jajaran pemerintah daerah provinsi cukup tinggi, mulai dari dialog bersama melalui dialog kebangsaan dan dialog terbatas, musrembang, mengikuti atau menghadiri undangan silaturami lewat dinamika acara yang dihelat oleh jajaran pemprovsu, menjadi narasumber di beberapa seminar yang dilakukan oleh jajaran pemprovsu, dan hubungan lainnya. Hal tersebut intens dilaksanakan, sehingga eksistensi FKUB Sumut tidak asing atau setidaknya telah dikenal di jajaran SKPD satuan kerja perangkat daerah Pemprovsu. Dari aspek FKUB Sumut dalam mengemban tanggungjawabnya kepada Gubernur Sumatera Utara telah dilakukan dengan intens, ada dua cara yang sering dilakukan FKUB Sumut, apabila ada permasalahan keagamaan yang terjadi 183 di daerah jika dianggap mendesak, para pengurus FKUB Sumut bisa langsung menelepon gubernur dan jajarannya untuk bertindak cepat turun ke lokasi, lalu ditangani bersama-sama, kemudian jika keadaan tidak mendesak FKUB Sumut hanya menyampaikan laporan bulanan dalam bentuk laporan kerja, mengenai apa yang telah dilakukan dalam sebulan, mengenai rekomendasi kebijakan, dan berita lainnya disampaikan kepada gubernur dalam bentuk laporan kerja bulanan, hal tersebut telah rutin bahkan setiap bulan dilaksanakan oleh FKUB Sumut, sehingga setiap bulannya kegiatan FKUB Sumut dapat dipantau oleh Gubernur Sumatera Utara. Dari aspek Gubernur Sumatera Utara dan jajarannya telah sering membangun komunikasi dan hubungan kerja dengan FKUB Sumut, pemerintahan Provinsi Sumatera Utara telah memanfaatkan keberadaan FKUB untuk bersama- sama saling mensukseskan kegiatan untuk menciptakan kerukunan di Sumatera Utara. Namun, Jika dikaji dari umpan balik akan tanggung jawabnya untuk menangani masalah keagamaan, peran pemerintah daerah, baik koordinasi pemerintah provinsi Sumatera Utara dengan pemerintah daerah kabupatenkota masih dianggap buruk, terutama penyelesaian berbagai kasus rumah ibadah, seolah pemerintah daerah melakukan pembiaran terhadap permasalahan rumah ibadah yang tersebar di beberapa daerah di Sumatera Utara, terutama pemerintah daerah Tapanuli Utara, kendatipun pendirian rumah ibadah telah direkomendasikan oleh FKUB kabupatenkota tetapi rekomendasi itu seolah tidak digubris oleh pemerintah daerah, akibatnya banyak rumah ibadah di daerah yang sejatinya izin pendirinya sudah direkomendasikan oleh FKUB tetapi pemerintah daerah tidak juga mengeluarkan izin pendirian rumah ibadah. Disinilah letak 184 masalahnya. Hal ini diakui oleh SETARA Institude, dalam laporannya pada tahun 2014, dalam laporan tersebut amat mengejutkan bahwa Sumatera Utara yangsering disebut barometer kerukunan ternyata masuk zona merah karena keengganan pemerintah daerah mengatasi kasus rumah ibadah. 35 koordinasi pemerintah provinsi Sumatera Utara dengan pemerintah kabupatenkota se- sumatera utara mengenai penanganan kasus keagamaan terutama kasus rumah ibadah menimbulkan tanda tanya besar, keseriusan dan ketegasan mereka amat diperlukan karena masih banyak persoalan rumah ibadah yang belum terselesaikan di provinsi ini.

VI.3. Analisis Lingkup Sasaran Kinerja FKUB Sumatera Utara

Kemudian untuk jangkauan lingkup yang lebih luas lagi peneliti mengembangkan berdasarkan model analisis dibawah ini. Alur Skema 4. analisis Lingkup sasaran tugas Pokok FKUB Provinsi Tugas Pokok FKUB Provinsi Melakukan Dialog Menampung Aspirasi Sosialisasi Regulasi Pemberdayaan Masyarakat Menyalurkan Aspirasi LINGKUP PRIMER DEWAN PENASEHAT FKUB MAJELIS AGAMA FKUB KABUPATEN KOTA PEMERINTAH DAERAH FKUB PROVINSI LINGKUP SEKUNDER NGO, Swasta, LSM dan universitas Tingkatan Masyarakat Bawah Akar Rumput Tokoh agama, Tokoh masyarakat dan akademisi Media massa pers Model Analisis Sasaran kinerja FKUB, Oleh Sabam Manurung 35 lih. Publikasi setara institude 2014. Hal 124-128. 185 Keterangan gambar diatas adalah bahwa FKUB Sumatera Utara dalam menjalankan tugas pokoknya dan segala aktivitasnya dalam menjaga kerukunan di Sumatera Utara harus menargetkannya dengan lapisan masyarakat luas, dapat dilihat alur garis kuning diatas. Target capaian tugas pokok diarahkan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, NGO, Swasta, universitas dan berbagai tingkatan masyarakat, kemudian media masssa atau Pers dibutuhkan untuk publikasi dan pemberitaan kinerja FKUB Sumut, dengan demikian masyarakat yang tidak secara langsung mendapat layanan FKUB Sumut dapat memahaminya lewat media massa, selain itu juga sebagai membangun citra positif FKUB Sumut ditengah masyarakat. Berikut ini paparan analisis sasaran kinerja FKUB Sumut ke berbagai lapisan masyarakat.

1. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Akademisi

Tugas pokok pertama FKUB adalah melakukan dialog kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat. Proses yang berlangsung selama ini, bahwa Sasaran tugas pokok FKUB Sumut dalam menjalankan tugas pokoknya ke tokoh agama, tokoh masyarakat dan para akademisi di tingkat provinsi telah berlangsung dengan baik, ada banyak intensitas kegiatan tugas pokok yang menyasar ke aktor ini, mulai dari para tokoh agama dilakukan kunjungan kerja, dialog simposium dan sosialisasi ke daerah-daerah, ke seluruh tokoh perwakilan agama masing- masing, kemudian ke tokoh masyarakat telah dilakukan banyak dialog, seperti dialog kebangsaan, dialog harmonisasi organisasi keagamaan memelihara kerukunan antar umat, silaturahmi kebangsaan, dialog menyongsong pemilihan umum dan dialog-dialog teologis lainnya, lalu para akademisi baik dekan kampus 186 hingga para dosen di Sumatera Utara selalu diikut sertakan dalam kegiatan dialog kebangsaaan seperti thema umum menangkal radikalisme, dan bahaya radikalisme, seminar bahaya narkoba, FGD dengan tema peta kerukunan di Sumut, forum dialog bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat tentang pemahaman bersama mengenai pencegahan radikalisme, pembinaan dan koordinasi keagamaan bagi para tokoh agama se-Sumatera Utara dan diskusi lainnya. Menurut para narasumber, telah sering upaya program kerja dilakukan menyasar ke tiga aktor ini, bahkan karena seringnya susah menghitungnya, lalu kemanfaataannya kepada target sasaran ini telah memberi respon positif dan membangun bersama pemahaman akan pentingnya hidup rukun dan berdampingan ditengah perbedaan, pemahaman ini sejatinya diharapkan FKUB bisa disampaikan oleh ketiga aktor ini ke instansi atau masyarakat yang ada dibawahnya.

2. NGO, SWASTA, LSM dan Universitas

Dalam perjalanannya selama ini FKUB Sumatera Utara dalam memainkan peran strategisnya dianggap membuka diri terhadap instansi non pemerintah, sejatinya memang harus demikian, karena sesunguhnya road map kerukunan harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga bisa membangun sinergitas dan kerjasama yang erat agar pilot project kerukunan bisa tersebar ke berbagai lapisan masyarakat. 187 Namun keterbukaan FKUB Sumut kepada aktor sasaran ini, utamanya kepada LSM dan NGO perlu ditinjau ulang, pasalnya sedikit target kerja menyasar ke aktor ini, hal ini terjadi mungkin karena dua hal, Pertama FKUB mungkin kurang menjalin hubungan komunikasi atau silaturahmi yang lebih luas dengan NGO Non Goverment Organization atau LSM Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Sumut ini, kedua, mungkin dari berbagai LSM dan NGO yang tersebar di Sumut kurang mengenal FKUB atau tidak menganggap kerukunan merupakan sesuatu yang penting sehingga tidak membangun relasi dengan FKUB. Kemudian ke istansi swasta dan ke ranah universitas relatif lebih baik dibanding ke NGO dan LSM, walaupun relatif lebih baik dari NGO atau LSM tetapi tidak terlalu intens kinerja FKUB menyasar ke kampus dan instansi swasta. Tercatat beberapa kinerja FKUB dalam membangun komunikasi diantaranya, ke pihak swasta melakukan dialog kerukunan dan silaturahmi dengan PT. Jamsostek di tahun 2013, lalu dialog kerukunan dengan marc clarc consuler US Embassy Jakarta di Uniland medan, ke universitas telah melakukan dialog kerukunan lintas agama dengan perguruan tinggi teologi dimedan. Kemudian ke universitas seperti Alwaslyah, Muhammadiah, STT Teologi HKBP Siatar, Nomensen, pertemuan dengan pejabat USU dan Unimed, kegiatan yang dilakukan yakni berdialog lintas agama atau sekedar menanamkan nilai-nilai kerukunan di lingkungan kampus. kemudian FKUB bekerjasama dengan PMII membuat dialog kebangsaan dengan thema membangun kepemimpinan sumatera utara ditengah krisis moral. Sedangkan ke pihak LSM atau NGO lainnya mungkin membangun relasi secara tidak langsung seperti bertemu dan berdiskusi bersama dalam dialog 188 kebangsaan, dialog lintas agama atau diacara umum lainnya. Peneliti tidak mendapatkan data pendukung mengenai relasi aktif, atau hubungan kerja langsung antara FKUB dengan beberapa LSM atau NGO di Sumut.

3. Media massa pers

Keberadaan media massa, mulai dari koran, media tv dan radio sesunggunya amat efektif membantu FKUB Sumut dalam membangun image dan melancarkan program kerjanya, dimana hasil kerja, hasil pertemuan atau hasil tugas pokok bisa dipublikasikan lewat media sehingga bisa membangun citra di masyarakat dan bisa dipublikasikan hasil seminar tentang kerukunan, juga hasil dialog lintas agama, sehingga masyarakat yang tidak terlibat langsung mengikuti dialog tersebut dapat mengikutinya lewat berita koran. disinilah perlunya keberadaan media atau pers bagi FKUB Sumut, sebagai penyambung lidah FKUB Sumut, selanjutnya media masssa juga diperlukan FKUB baik radio dan tv sebagai jalan melakukan sosialisasi, pendidikan masyarakat lewat talkshow, dialog interaktif, dan sarahsehan di studio tv yang tersebar di Sumatera Utara. Tercatat cukup intens hubungan FKUB Sumut dengan beberapa Media di Sumatera Utara. Diantaranya Dialog interaktif di Deli TV, dengan tema “terorisme dan hubungannya dengan kondusivitas mayarakat”. Talkshow TVRI dengan tema “menyambut natal dan tahun baru”, talkshow TV dengan tema “bagaimana sebenarnya memilih wakil rakyat”. Talkshow radio lite fm temanya “kebersamaan menuju pemilu damai”, kontak publik di TVRI dengan thema 189 “kondivitas masyrakatpasca pilpres”, sesungguhnya masih banyak lagi kegiatan dan hubungan FKUB dengan berbagai media, mulai media koran, TV dan Radio. Hubungan FKUB Sumut dengan berbagai media atau pers di Sumatera Utara amat baik, bahkan tidak pernah peneliti menemukan pers mengangkat berita negatif mengenai kinerja FKUB Sumut , hal ini sebaiknya ditingkatkan untuk membangun citra yang baik ditenga-tengah masyarakat. Kendati pun demikian amat baik, perlu juga ditinjau ulang apakah pemberitaan media tentang kinerja FKUB Sumut telah diatur demi kepentingan pemilik media, semoga saja tidak demikian, harapannya media atau pers di Sumatera Utara dalam memberitakan kinerja FKUB Sumut benar-benar berimbang dan faktual.

4. Tingkatan masyarakat bawah akar rumput

Ada sebuah kondisi yang kurang efektif yang penting untuk dikemukakan, bahwa berdasarkan data laporan kinerja FKUB Provinsi Sumatera Utara sejak januari 2013 hingga Februari 2015 dan berdasarkan hasil wawancara menyebutkan bahwa sangat minim dialog, sosialisasi, dan pemberdayaan masyarakat dilakukan ke masyarakat bawah, dialog, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dominan dilakukan hanya ke masyarakat atas 36 , yakni para tokoh agama, aparat pemerintah dan tokoh masyarakat, dialog pun dilakukan kebanyakan di hotel-hotel, gedung pemerintahan dan kantor organisasi keagamaan, kondisi demikian membuat efektivitas tugas pokok FKUB Sumut 36 Istilah masyarakat atas dalam bagian bab ini adalah para majelis agama, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparatur pemerintah di tingkat provinsi. 190 seolah tidak memberi manfaat langsung ke masyarakat bawah, hal ini juga dibenarkan oleh Anggota FKUB, bapak Jhon Hasiholan, ketika wawancara pada 9415. Kondisi ini menjelaskan tidak secara spesifik FKUB misalnya turun ke pesisir untuk membangun dialog dengan nelayan-nelayan, kemudian ke desa-desa membangun dialog dengan petani dan ke lapisan masyarakat lainnya, Urgensi problematika rentan terjadi di tingkat masyarakat bawah, merekalah tepatnya disebut akar rumput, yakni masyarakat di tingkat bawah yang tidak terikat intansi,organisasi, atau jabatan strategis, seperti para nelayan, para buruh, pentani, karyawan, rakyat biasa, dan sederajat lainnya. mengapa demikian urgentnya, karena potensi besar terjadinya konflik di Sumatera Utara sebahagian besar datanganya dari masyarakat tingkat bawah yang secara dangkal memahami ajaran agamanya dan memandang fanatik agama selain dari ajaran agamanya, rentan penolakan pembangunan rumah ibadah, masih tingginya prespektif mayoritas dan minoritas, serta masih rendahnya pendidikan mereka membuat rentan tersulut emosi apabila agamanya disinggung oleh orang lain, oleh kondisi ini tidak jarang terjadi diskriminasi dan konflik agama yang membuat keresahan masyarakat. Untuk itu seharusnya bukan hanya di tingkat atas saja FKUB Sumut rutin melakukan dialog, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat, meskipun hal tersebut penting untuk upaya membina, mengarahkan dan mendeteksi dini potensi konflik di kalangan masyarakat atas, tetapi ke tingkat bawah ini juga jauh lebih penting terutama kepada korban intoleransi atau kepada pihak yang sedang berkonflik, Karena belum tentu dialog yang disampaikan ke kalangan atas efektif disalurkan ke masyarakat bawah, atau mungkin malah tidak disampaikan. Kondisi 191 inilah yang perlu ditinjau ulang dan harus benar-benar dipertimbangkan oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara. Mengenai keberadaan akar rumput, kasubbag Hukum dan KUB KandepagSU, bapak Syafaruddin menyebutnya itu adalah sesuatu yang penting untuk dikerjakan “Sebenarnya itu Penting, karena di tingkat masyarakat bawahlah sebetulnya yang penting ditanamkan kerukunan, ya selama ini bapak-bapak kita di FKUB kurang menyentuh mereka, tapi setidaknya sudah menyentuh walaupun belum secara langsung, seperti membina guru-guru, misalnya guru agama tentang kerukunan, selanjutnya nantinya diharapkan akan disapaikan ke siswanya, membina pimpinan majelis agama, pimpinan tokoh masyarakat yang selanjutnya disalurkan ke bawahhannya masing-masing,wawancara 26315 ” Ada dua sisi sasaran kerja FKUB Sumut dalam menjalankan perannya pertama menyasar ke masyarakat atas, notabene tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang bukan korban intoleransi, sasaran kedua adalah masyarakat tingkat bawah atau akar rumput atau korban intoleransi, sisi pertama telah efektif dilakukan dan berjalan dengan baik karena selain pemahaman pengurus yang dianggap telah unggul tetapi juga proses manajemenya tertata rapi, tetapi menjadi terbalik di sisi kedua, sangat minim kinerja FKUB Sumut dalam menyentuh masyarakat bawah, dampaknya secara tidak langsung keberadaan FKUB Sumut seolah sebagai “pemadam kebakaran”, ketika ada konflik agama yang menyulut di daerah barulah kemudian sibuk berkordinasi dengan instansi daerah, turun ke lokasi melakukan tindakan. alangkah efektifnya jika dilakukan deteksi dini di masyarakat bawah, sebelum potensi “kebakaran” tersebut meluap. 192 Realita dan problematika FKUB Provinsi . 37 Secara realita, tingkatan masyarakat di Sumatera Utara berdasarkan aspek teritorial pemerintahan sangat kompleks, ada yang disebut dengan masyarakat provinsi, masyarakat kabupatenkota, dan masyarakat kecamatan hingga desa. Masyarakat provinsi yakni para pejabat se-tingkat provinsi, mulai dari pejabat gubernur dan jajarannya, para majelis agama se-tingkat provinsi, tokoh agama dan tokoh masyarakat se-tingkat provinsi, serta pimpinan organisasi se-tingkat provinsi, kemudian di tingkat kabupatenkota, ada jajaran bupati maupun walikota, majelis agama, tokoh agama dan tokoh masyarakat se-tingkat kabupaten dan organisasi tingkat kabupaten, serta di kecamatan, ada jajaran camat, jajaran kepala lurah, kepala desa, tokoh adat dan masyarakat luas. Kalau dikaji secara realitas, FKUB Sumut yang notabene berjumlah 21 orang pengurus tidak akan mungkin bisa memberdayakan umat yang sebanyak ini dan melayani semua tingkatan ini, masih ada FKUB daerah kabupatenkota, masih ada juga para tokoh agama di lingkungan bawah. Dengan demikian hal yang paling mungkin dilakukan adalah membina masyarakat tingkat provinsi, atau memperkuat konsultatif ke setiap FKUB yang ada di kabupaten.kota. Inilah realita yang harus dipahami bersama. Namun problematikanya adalah, masalah ketidak rukunan, lebih banyak disumbang dari masyarakat bawah, bukan masyarakat atas, karena memang, masyarakat atas, utamanya tingkat provinsi sudah dianggap lebih dewasa untuk menyikapi perbedaan agama, menyikapi konflik antar agama, karena latar belakang pendidikan mereka rata-rata sudah dianggap unggul. Kemudian, 37 Sumbangan pemikiran Pribadi. 193 pengetahuan dan pemahaman kerukunan antar umat beragama di FKUB tingkat provinsi dimungkinkan lebih unggul dari para pengurus di FKUB kabupatenKota. Jadi disini seharusnya ada tanggung jawab moral pengurus FKUB tingkat provinsi untuk membina dan menyamakan persepsi tentang kerukunan kepada FKUB kabupatenKota, terutama daerah rawan konflik. Kemudian probematika lain muncul dari pemuka agama yang nota bene dekat dengan umatnya, dimungkinkan adanya pemuka agama ketika membina umatnya atau sedang menebarkan ajaran-ajaran agamanya ada menyinggung agama lain, atau menjelekkan agama lain dan menganggap agama yang dianutnya sudah benar, sehingga ajaran itu tertanam kepada umat menjadikan umat yang dibinanya fanatik terhadap agama yang ada diluarnya, mungkin persepsi ini ada benarnya bahwa umat yang semakin mencintai agamanya dan ajaran-ajarannya maka semakin rentan menganggap agama yang diluar yang dia yakini adalah sesat dan tidak menyelamatkan dan diajak untuk mengikuti agama yang dia anut. Kalau hal ini terjadi maka benih konflik itu sesungguhnya sudah mulai tumbuh. Win-win solution selalu ada ditengah peliknya suatu kondisi. Bergerak dari pemahaman bersama bahwa masyarakat atas hingga masyarakat bawah harus bisa rukun, maka harus ada win-win solution untuk ini. Saya merangkup beberapa tawaran solusi untuk ini, pertama mengenai orientasi pelayanan untuk masyarakat tingkat provinsi yang notabene telah dianggap unggul, dewasa dan mampu menyikapi ketidak-rukunan dan konflik antar agama, sebaiknya hanya koordinatif saja, atau tepatnya hanya menjalin komunikasi saja, mungkin ada suatu kondisi yang belum searah jalan pemikirannya, ketika dilakukan pertemuan, dijalin koordinasi sehingga terjadi kesepakatan bersama. Hal seperti ini dirasa 194 cukup untuk membangun sinergi dengan masyarakat tingkat provinsi. Kedua Untuk FKUB kabupatenkota selain rutin membangun komunikasi, baik personal maupun secara forum, FKUB daerah tingkat II ini perlu di bina, mereka dibina untuk membina para tokoh agama dan tokoh masyarakat di tingkat kabupaten. Kemudian membangu koordinasi yang matang dengan FKUB kabupaten Kota dan para tokoh yang ada di daerah untuk melakukan pembinaan langsung ke para petani, nelayan, buruh atau sejelisnya. Konsep pendekatan “dibina untuk membina yang lain ”, rasanya efektif dilakukan mulai dari lapisan atas hingga lapisan masyarakat bawah. Ketiga ketika mengetahui ada kasus konflik di daerah maksimalkan korrdinatif dengan FKUB daerah secepatnya untuk hadir disana memfasilitasi, membangun mediasi dan melayani mereka sehingga pelayanan FKUB Sumut dirasakan oleh lapisan masyarakat bawah.

VI.4. Simpulan analisis

Dengan demikian, kesimpulan analisis data oleh peneliti akan merangkumnya berdasarkan model analisis yang telah dirancang oleh peneliti, model ini mencakup jangkauan primer dan sekunder lingkup kerja FKUB Provinsi Sumatera utara. 195 Tabel 20 Tabel analisis Kinerja FKUB Sumatera Utara dalam menjaga kerukunan di Sumatera Utara N o Lingkup Kinerja Kriteria tugas Hasil evaluasi Keterangan Harapan Prospek ke depan 1 Lingkup primer  Dialog tokoh agama dan tokoh masyarakat Kurang baik Kualitas dan kuantitas kondisinya telah baik dilakukan kepada non korban intoleransi, tetapi secara efektivitas kurang menyentuh akar rumput masyarakat kelas bawah dan pihak yang berkonflik. Dialog juga belum bisa mengurai tuntas permasalahan konflik agama sehingga konflik tersebut masih tetap ada meskipun telah didialoggkan. Diharapkan FKUB Sumatera Utara lebih konsen melakukan dialog ke lapisan masyarakat bawah akar rumput terutama korban intoleransi atau pihak yang berkonflik, karena mereka juga adalah pengguna layanan. Kemudian memperbaiki metode pelaksanaan dialog agar dialog yang dilakukan efektif dan terbangun jalin perdamaian antara kedua pihak yang berkonflik.  Dialog sesama pengurus FKUB Sumatera Utara Amat Baik Dialog sesama pengurus telah intens dilakukan dengan tema yang berbeda-beda. Hal ini mampu menumbuhkan rasa saling mengerti dan memahami akan ajaran agama masing-masing sehingga terjadi kerukunan di internal pengurus FKUB Sumut. Dialog sesama pengurus FKUB Sumut tetap intens dilakukan, minimal saling berkomunikasi, agar tetap saling memahami dan tidak berburuk sangka ditengah perbedaan ajaran agama yang dimungkinkan adanya perbedaan ajaran. Menampung asprasi Kurang Baik Penampungan aspirasi tidak begitu sulit karena mengedepankan fungsi strategis FKUB dan diharapkan FKUB jangan terlalu sering hanya menunggu aspirasi yang ada dari masyarakat, tetapi lebih membuka diri 196 sinergitas FKUB bagi lapisan masyarakat, terutama para majelis agama. tetapi FKUB Sumut lebih banyak pasif menunggu aspirasi, keaktifan FKUB Sumut dalam menampung aspirasi terutama dari pihak yang berkonflik menguptade perkembangannya masih minim. Sehingga konflik agama yang belum selesai seolah tidak ditindaklanjuti tetapi seolah didiamkan. untuk sering mencari aspirasi yang berkembang di daerah, melalui hubungan komunikasi yang intens dengan FKUB daerah dan majelis agama di daerah. Kemudian penampungan aspirasi harus mengakomodir kepentingan semua agama, baik yang dianggap minoritas maupun mayoritas. Sehingga semua agama mendapatkan layanan yang yang sama dari FKUB Sumut Menyalurkan aspirasi Baik Kegiatan meyalurkan aspirasi intens dilakukan dan dapat dipantau setiap bulan melalui laporan kerja bulan kepada Gubernur Sumatera Utara. Aspirasi yang disampaikan telah sering diterima gubernur Sumut. Dalam menyalurkan aspirasi FKUB Sumut tidak hanya menyampaikan laporan bulanan saja, tetapi lebih sering me warning pemerintah daerah mengenai tindak lanjut permasalahan keagamaan yang belum selesai penanganannya di Sumatera Utara. Mensosialisasikan regulasi keagamaan Kurang baik Tidak sering melakukan sosialisasi ke masyarakat umum akan pentingnya kerukunan, baik ssosialisasi PBM, pendirian rumah ibadah dan regulasi lainnya. Lebih intens melakukan sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat yakni secara khusus ke masyarakat bawah, serta memanfaatkan media massa untuk publikasi, pendidikan masyarakat, sosialisasi 197 kerukunan dan menjaga citra organisasi. Pemberdayaan masyarakat Kurang baik Belum maksimalnya dilaksanakan pemberdayan masyarakat, hal ini dikarenakan dana yang minim. Melanjutkan penerbitan media kerukunan yang telah berhenti, dan mempercepat proses pembangunan proyek yayasan pusat kerukunan yang telah dibentuk dan diporogramkan, agar segera dapat membari manfaat yang besar bagi pemberdayaan masyarakat agar pilot Project kerukunan nyata dampaknya kepada masyarakat Sumatera Utara 2 Lingkup Sekunder Konsultatif FKUB daerah KabupatenKota baik Secara komunikasi, konsultasi berjalan dengan baik, dimana FKUB Sumut adalah tumpuan informasi dari daerah, namun terdapat “kerancuan” mengenai teknis fungsi konsultatif tersebut. FKUB Sumatera Utara dan FKUB kabupatenKota agar lebih intensif dalam melakukan komunikasi, ada atau tidak ada masalah di daerah, sebaiknya komunikasi harus tetap berjalan, kemudian diperlukannnya sikap diskresif dari pengurus FKUB ditengah adanya indikasi “kerancuan” pada fungsi konsultatif FKUB. Konsultatif Majelis-majelis agama Baik Kegiatan Dengar pendapat, usul, saran, sering dilakukan FKUB Sumut bersama dengan majelis agama, selain kemunikasi organisasi, FKUB Sumatera Utara lebih sering berkomunikasi baik secara organisasi maupun pribadi dengan majelis- majelis agama di Sumatera Utara, lalu sebaiknya sering 198 hubungan pribadi dengan majelis agama tingkat provinsi juga harmonis. melakukan kunjungan kerja ke kantor majelis tinggi agama, lakukan dialog, sosialisasi dan dengar pendapat. Kerjasama Dewan Penasehat Kurang Baik Dewan penasehat sebagai Fasilitator, hub. Komunikasi dan Kerjasama, penyedia anggaran, hubungan kerja dan komunikasi terjalin dengan baik dan intens. Hanya saja, dewan penasehat seolah pelit menurunkan anggaran dana untuk penguatan kinerja FKUB Sumut. Tetapi mereka masih sibuk melakukan kegiatan bersama dewan penasehat dan FKUB Sumut di tingkat provinsi yang sasaran kerjanya bukan kepada korban intoleransi. Komunikasi secara organisasi tentunya sudah berjalan dengan erat, namun yang perlu ditingkatkan adalah pogram kerja FKUB bersama dewan penasehat harus sering turun ke daerah yang bengalami konflik yang belum selesai di Sumatera Utara. Dan kegiatan organisasi bersama dengan dewan penasehat lebih diarahkan ke tugas pokok FKUB. Kerjasama dan konsultatif Pemerintah daerah Kurang Baik Laporan kerja dan hubungan kerja FKUB Sumut dengan gubernur berjalan erat, dan intens melakukan komunikasi, namun yang masih kurang adalah FKUB kurang me warning pemerintah daerah untuk penyelesaian kasus yang dianggap mendesak FKUB Sumut mendata beberapa kasus keagamaan atau rumah ibadah yang belum selesai permasalahannya lalu mewarning pemerintah daerah jika pemerintah daerah dianggap seolah membiarkan atau mendiamkan aspirasi yang telah disampaikan FKUB selama ini. Agar permasalahan di daerah tersebut tidak 199 berlarut-larut dan bisa diselesaikan. 3 . Sasaran Tugas Pokok Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Akademisi Baik Jika di cover ke arah tokoh Masyarakat tingkat provinsi, sasaran tugas pokok FKUB secara keseluruhan berjalan dengan baik, kemudian didukung juga oleh keberadaan tokoh masyarakat di tingkat provinsi yang telah dewasa dalam menyikapi masalah-masalah yang menyangkut agama dan cendrung mencari solusi lewat jalur kekeluargaan. Tetap menjaga sinergitas dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat di Sumatera Utara, dan diharapkan FKUB Sumut mampu menjadi pionir bagi forum-forum strategis yang ada di Sumatera Utara, baik forum berbasis agama, maupun forum masyarakat, bangun kerja sama, agar deteksi dini potensi terjadinya konflik di masyarakat dapat efektif dilakukan. NGO, LSM, swasta dan universitas Kurang baik Berdasarkan data yang didapat peneliti, FKUB sumut kurang begitu aktif membangun komunikasi dengan NGO, dan LSM, , tetapi sasaran kerja ke pihak swasta dan universitas yang tersebar di Sumut intensitasnya lebih baik daripada LSM dan NGO, meskipun masih jarang. FKUB Sumut agar semakin membuka diri terhadap instansi non pemerintah, karena sesunguhnya road map kerukunan harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga bisa membangun sinergitas dan kerjasama yang erat agar pilot project kerukunan bisa tersebar ke berbagai lapisan masyarakat. Media Massa pers Amat baik Sasaran tugas pokok FKUB bukan membina para pers atau instansi media massa, melainkan perpanjangan tangan untuk Untuk memperoleh pengakuan dan dukungan dari masyarakat dan instansi Pemerintah Daerah, FKUB perlu lebih meningkatkan 200 menyampaikan informasi atau kegiatan kerja FKUB kepada Hubungan FKUB Sumut dengan berbagai media atau pers di Sumatera Utara amat baik, bahkan tidak pernah peneliti menemukan pers mengangkat berita negatif mengenai kinerja FKUB Sumut, citranya dengan menjalin komunikasi dan memanfaatkan secara maksimal kehadiran media massa. Dan Pengurus FKUB Sumut perlu sering menyosialisasikan gagasan dan informasi bidang kerukunan beragama melalui tulisan di media massa, termasuk sosialisasi dalam bentuk pembuatan iklan atau pariwara berkenaan dengan kerukunan hidup beragama di media cetak, televisi dan radio. Tingkatan masyarakat bawah akar Rumput Kurang baik minim dialog, sosialisasi, dan pemberdayaan masyarakat dilakukan ke masyarakat bawah, dialog pun dilakukan kebanyakan di hotel-hotel, gedung pemerintahan dan kantor organisasi keagamaan, kondisi demikian membuat efektivitas tugas pokok FKUB Sumut seolah tidak memberi manfaat langsung ke masyarakat bawah FKUB Sumut diharapkan intens Membina FKUB daerah tingkat II. mereka dibina untuk membina para tokoh agama dan tokoh masyarakat di tingkat kabupaten. Kemudian melakukan pembinaan langsung ke para petani, nelayan, buruh atau sejelisnya. Karena Konsep pendekatan “dibina untuk membina yang lain”, rasanya efektif dilakukan mulai dari lapisan atas hingga lapisan masyarakat bawah 201 Paparan analisis diatas adalah hasil evaluasi FKUB Sumut berdasarkan kinerja mereka yang tampak, tetapi kajian mendalam mengenai keberadaan FKUB Sumut perlu dikemukakan bahwa secara umum dapat di tarik pemahaman bahwa keberadaan FKUB Sumut yang hanya memiliki kewenangan sebagai koordinatif terbukti belum bisa mengurai semua masalah keagamaan. Setelah melakukan evaluasi kinerja Kinerja FKUB Sumut berdasarkan tugas pokoknya secara umum sebenarnya telah dikerjakan dengan penuh tanggung jawab, tetapi apalah arti pekerjaan yang penuh tanggung jawab itu, tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang efektif pula, justru malah pekerjaan yang baik itu yang telah dilakukan terbukti tidak mampu menangani atau menuntaskan masalah konflik agama yang ada di Sumatera Utara. Efektivitas FKUB dalam memediasi Pihak yang berkonflik 38 Permasalahan keagamaan di Sumatera Utara didominasi oleh permasalahan atau kasus rumah ibadah, mulai dari ketidakjelasan izin, penolakan, pengrusakan, dan pelarangan beribadah, Dari berbagai masalah rumah ibadah yang tersebar di Sumatera Utara tercatat ada 15 rumah ibadah yang bermasalah sudah didatangi dan dimediasi oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara dengan berkoordinasi dengan FKUB kabupatenKota, dari 15 itu diantaranya mediasi pembangunan gereja GKPS di desa Buntu Pane, Asahan, karena sebelumya pembangunan gereja dini dianggap meresahkan masyarakat sekitar, kemudian mediasi permasalahan mesjid di daerah Pahae Jae, Taput, adanya masalah pendirian masjid yang tidak berkomunikasi secara kekeluargaan dengan masyarakat sekitar yang notabene adalah non muslim, memediasi penolakan 38 Sumbangan pemikiran 202 pendirian masjid Al-munawar di Sarulla kec. Pahae Jae, Taput, yang sampai sekarang belum didirikan karena izinnya belum dikeluarkan pemerintah daerah. dari 15 rumah ibadah yang telah dimediasi kondisinya ada rumah ibadah yang setelah dimediasi permasalahan langsung selesai yakni seperti di Asahan, dimana terbakarnya dua masjid dalam waktu yang bersamaan di kec. Aek Kuasan, lalu masalah yang sudah selesai pendirian rumah ibadat kuil Balaji Venkateshwara di kel. Padang bulan, selayang II kota Medan, tetapi masih banyak juga yang walaupun sudah dimediasi FKUB masih tetap belum selesai masalahnya, misalnya permasalahan mesjid yang di Pahae Jae, permasalahan gereja HKBP yang ada di binjai karena adanya keberatan dari masyarakat dikarenakan izinnya tidak jelas. sejatinya mediasi telah dilakukan FKUB Provinsi di banyak daerah di provinsi Sumatera Utara, kehadirannya telah nyata dan mereka sudah melakukan tugasnya dengan baik. Lalu pertanyaannya mengapa persoalannya belum selesai, mengapa masih ada rumah ibadah yang walaupun sudah dimediasi tetapi masalah belum juga tuntas. Permasalahannya muncul pertama dari FKUB dan kedua dari pemerintah daerah. Dari FKUB provinsi Sendiri sejatinya memang telah dilakukan mediasi dengan pihak yang berkonflik, tetapi tidak melakukan mediasi ulang, misalnya saja permasalahan mesjid yang ada di Pahae Jae, sampai saat ini belum selesai, kendatipun sudah disampaikan ke pemerintah kabupaten untuk diberikan izin pendirian mesjid itu, disini FKUB provinsi tidak turun kembali ke Pahae Jae, menanyakan ulang bagaimana perkembangannya dan seperti apa solusi tambahan. Selanjutnya FKUB provinsi maupun FKUB kabupaten Tapanuli utara mungkin saja tidak mendesak pemerintah daerah untuk mengingatkan kembali atau 203 memberi warning ke pemerintah daerah agar dikeluarkannya izin pendirian rumah ibadah, demikian juga kasusnya dengan di HKBP yang di binjai tersebut. Padahal sejatinya FKUB apabila melakukan mediasi ulang akan dipastikan akan membawa titik terang percepatan suatu masalah, dan sejatinya pun FKUB memiliki hak untuk mendesak atau memberi warning kepada pemerintah daerah, tetapi ini pun seolah tidak dilakukan. Jika dikaji dari pemerintah daerah, seolah pemerintah daerah melakukan pembiaran terhadap permasalahan rumah ibadah yang tersebar di beberapa daerah di Sumatera Utara, terutama pemerintah daerah Binjai dan Tapanuli Utara kendatipun pendirian rumah ibadah telah direkomendasikan oleh FKUB kabupatenkota tetapi rekomendasi itu seolah tidak digubris oleh pemerintah daerah, akibatnya banyak di rumah ibadah di daerah yang sejatinya izin pendirinya sudah direkomendasikan oleh FKUB tetapi pemerintah daerah tidak juga mengeluarkan izin pendirian rumah ibadah. Disinilah letak masalahnya. Hal ini diakui oleh SETARA Institude, dalam laporannya pada tahun 2014, dalam laporan tersebut amat mengejutkan bahwa Sumatera Utara yang sering disebut barometer kerukunan ternyata masuk zona merah karena keengganan pemerintah daerah mengatasi kasus rumah ibadah. 39 Berdasarkan kondisi yang disebutkan diatas, sejatinya FKUB Sumatera Utara dengan berkoordinasi dengan FKUB daerah Kabupaten kota telah melakukan tugasnya memediasi pihak yang berkonflik. Namun efektivitasnya setelah ditinjau ulang ternyata pekerjaannya belum maksimal dilakukan, karena 39 lih. Publikasi setara institude 2014. Hal 124-128. 204 ketika sudah selesai melakukan mediasi mereka lepas tangan dan menyerahkan semuanya ke pemerintah daerah untuk penyelesaiannya. Yang penting telah dikerjakan aspirasi saran-saran untuk solusi dan rekomendasi telah disampaikan oleh FKUB ke pemerintah daerah. Tetapi apa yang terjadi setelah sampai di pemerintah daerah, aspirasi tersebut seolah diabaikan, sejatinya keengganan yang dialami di pemerintah daerah membuat pekerjaan FKUB seolah tidak ada artinya, toh juga permasalahan rumah ibadah banyak yang tidak tuntas karena pemerintah daerah tidak serius menindaklanjuti hasil mediasi yang dilakukan oleh FKUB. Setidaknya keberadaan kasus ini membuktikan bahwa keberadaan FKUB, baik provinsi maupun daerah ternyata belum bisa menyelesaikan konflik agama sampai ke akar-akarnya, karena memang tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan berbagai konflik yang ada tetapi hanya membangun dialog dan menampung aspirasi serta menyampaikannya kepada yang berwenang untuk mengeksekusi permasalahan. Kemudian keberadaan FKUB dalam upayanya melakukan dialog terbukti belum bisa menyelesaikan apalagi memusnahkan masalah, tetapi setidaknya hanya melokalisir dan meredam, misalnya masalah konflik agama di ibaratkan sebuah penyakit, FKUB tidak bisa mencegah penyakit itu agar tidak timbul lagi di kemudian hari, tetapi hanya mengobati, sudah pasti kalau sebuah penyakit hanya diberi obat, penyakit itu memang sembuh, tetapi tidak lama kemudian penyakit itu kemungkinan besar bisa muncul lagi. Maka bisa ditarik kesimpulan keberadaan FKUB tidak bisa diandalkan untuk “mencegah” ketidarukunan di Sumatera Utara sampai ke akar-akarnya, tetapi hanya bisa diandalkan untuk “mengobati”. 205

VI.5. Umpan Balik. Keberlangsungngan FKUB Sumut Kedepan

Potensi ketidakrukunan rentan terjadi di provinsi ini, untuk itu sangatlah tidak efektif jika menututut FKUBSumut untuk menyelesaikan segala bentuk konflik yang ada di provinsi ini, karena kewenaganyya b ukan untuk “mencegah” tetapi lebih kepada “mengobati”. FKUB Sumut setidaknya dengan adanya evaluasi ini menstimulus FKUB Sumut agar berkarya lebih baik lagi dalam melayani umat di sumut ini, setidaknya dalam kedepan ada banyak tatangan di sumut diantaranya, 1. masih banyaknya kasus rumah ibadah yang belum selesai penanganannya di provinsi ini, hal ini tidak menutup kemungkinan memunculkan kembali konflik yang selama ini sudah diupayakan untuk diredam, dilokalisir dan dimediasi permasalahannya. 2. Tahun ini adalah tahun pemilu serentak, termasuk di sumut, sedikitnya ada 23 kabupatenkota yang bersiap untuk ikut pilkada serentak, itu lebih dari 50 persen dari jumlah kabupaten kota se-sumut, hal ini pasti menimbulkan pergesekan dimasyarakat hingga memungkinkan adanya isu sara atau isu yang membawa-bawa agama, perlu deteksi dini untuk kondisi ini. 3. Banyaknya aliran yang diangap sesat tersebar di sumut ini, seperti balai saksi-saksi, sekte-sekte atau yang lebih ekstrim ada ISIS yang mengancam keberadaan masyarakat sumut, terutama muslim, bangun sinergitas dengan masyarakat guna meringankan pekerjaan meminimalisir upaya paham ISIS ini agar masyarakat sumut lebih paham bahwa ISIS tersebut adalah salah. 206 Umpan balik kedepan yanng penting dan efektif untuk dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai universal yang hidup dan diterima oleh semua masyarakat agama, yakni adanya nilai-nilai yang disepakati besama, yaitu kejujuran, tidak mencela ajaran agama, tidak mencuri, hidup damai dalam berdampingan dan tidak membuat kekacauan. apabila masyarakat melanggar itu, berarti mereka telah melanggar agama, karena agama telah mengajarkan nilai kebaikan terebut. Demikianlah hasil analisis kinerja FKUB Sumatera Utara, yang dicover dari aspek internal dan eksternal FKUB Sumut, hal ini dikarenakan posisi FKUB yang adalah forum strategis. Analisis kinerja tersebut diharapkan mampu membuka kekurangan dan memperbaiki kekurangan tersebut agar dikemudian hari tercapati kondisi “Sumut luarbiasa” agar kerukunan di Sumatera Utara ini dapat di contoh oleh provinsi lain. Dari hasil analisis tersebut jika dibandingkan dengan “antara harapan dan kenyataan” keberadaan kerukunan di Sumatera Utara “ belum sesuai harapan ”, karena kondisi kerukunan di Sumatera Utara saat ini “rentan” akan terjadinya kasus konflik agama. kemudian upaya FKUB Sumatera Utara dalam menjaga kerukunan di Sumatera Utara juga masih “belum sesuai harapan”, dapat diakui bahwa kegiatan telah dilakukan dengan intensitas tinggi dengan segala upaya dan daya FKUB Sumut memang telah melayani masyarakat Sumatera Utara untuk terciptanya kerukunan di Sumatera, Utara namun perannya dalam menjaga kerukunan masih minim untuk melayani pihak yang berkonflik atau korban intoleransi. 207

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Sumatera Utara adalah forum strategis yang beranggotakan perwakilan mejelis agama yang diaggap memiliki teladan ditengah-tengah masyarakat, selanjutnya keberadaan mereka dianggap strategis untuk membina, memberdayakan dan menjaga agar terjalin kerukunan ditengah-tengah masyarakat. FKUB Sumatera Utara telah memiliki kegiatan organisasi yang berintensitas tinggi, ada banyak variasi kegiatan yang dilakukan FKUB Sumatera Utara untuk menjaga kerukuan di Sumatera Utara, baik yang dilakukan sendiri oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara maupun instansi lain yang bekerja sama dengan FKUB Sumut. Tercatat hasil kinerja sejak januari 2013 sampai dengan Februari 2015 ada 366 kegiatan yang telah dilakukan, dengan pembagian 207 kali berpartisipasi dan menghadiri kegiatan ke istansi lain dan 159 kali melakukan kegiatan organisasional sendiri. namun intensitas yang tinggi tersebut belum banyak menyentuh kepada korban intoleransi atau pihak yang berkonflik. Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari evaluasi kinerja FKUB yang telah dipaparkan sebelumnya, kesimpulan ini telah mencakup selruh isi dalam penelitian ini. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut 208 A. Kesimpulan mengenai kinerja FKUB berdasarkan tugas pokok dalam menjaga kerukunan di Sumatera Utara secara umum sudah berjalan dengan baik, berikut kesimpulan lengkapnya berdasarkan indikator.

1. Melakukan Dialog

Dialog yang dilakukan FKUB Sumatera Utara baik antara sesama pengurus maupun dengan masyarakat telah berulangkali dilakukan, dialog juga telah memberikan manfaat kepada peserta dialog lintas agama di tingkat provinsi tetapi umumnya bukan korban intoleransi. namun secara efektivitas, dialog selama ini belum efektif, yakni belum menjangkau ke masyarakat bawah akar Rumput terutama kepada pihak yang berkonflik, tetapi hanya menjangkau masyarakat atas, dan dialog pun seringnya di laukan di kantor pemerintah dan di hotel-hotel, sehingga efeknya secara langsung belum terasa ke masyarakat bawah.

2. Menampung Aspirasi

Aspirasi yang datang dari berbagai sumber telah ditampung dan ditabulasi dengan baik oleh FKUB, dan beberapa yang memerlukan pencarian solusi juga dibahas dan di-followup dengan baik oleh FKUB Sumatera Utara, kemudian Proses Penampungan aspirasi juga tidak sulit, melainkan fleksebel, boleh dalam bentuk surat, media massa hingga bertelepon langsung dengan pengurus FKUB Sumut. tetapi FKUB Sumut lebih banyak pasif menunggu aspirasi, keaktifan FKUB Sumut dalam menampung aspirasi terutama dari pihak yang berkonflik meng-uptade perkembangannya masih minim. Seihingga konflik agama yang belum selesai seolah tidak ditindaklanjuti. 209

3. Menyalurkan Aspirasi

Kegiatan meyalurkan aspirasi ke gubernur telah dilakukan dengan baik oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara, yakni setiap bulan melaporkan hasil kerja, berbagai kejadian dan menyalurkan beberapa permasalahan yang menyangkut keagamaan sehingga memerlukan eksekusi oleh gubernur. Kemudian penyaluran aspirasi juga dapat dipantau oleh dewan penasehat FKUB dan majelis-majelis agama karena laporan kinerja bulanan ditembuskan ke mereka masing-masing.

4. Sosialisasi regulasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Fungsi keempat ini belum masksimal dilaksanakan oleh FKUB Provinsi Sumatera Utara, hal tersebut terbukti belum dikenalnya keberadaan FKUB di masyarakat bawah, kemudian karena kurangnya pemberdayaan masyarakat, masih banyak terjadi permasalahan keagamaan dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat dalam mengamalkan ajaran agamanya dan kuran gpaham akan pentingnya kerukunan antar umat beragama. B. Keberadaan FKUB sumut dengan segala eksistnsinya dan tugasnya terbukti tidak bisa menuntaskan masalah kerukunan di sumatera utara karena kewenangannya yang sebatas forum strategis. Oleh karena itu pendekatannya bukan kepada “mencegah” tetapi hanya “mengobati” C. Kinerja FKUB Sumut memiliki paradoks, kinerja ke masyarakat atas telah dilaksanakan dengan baik, tetapi ke kalangan bawah masih jauh dari harapan. D. Kendati pun keberadaan FKUB Sumut tidak bisa “menyelesaikan” masalah kerukunan sampai ke akar-akarnya, kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan FKUB Sumut Masih bisa berfungsi dengan baik untuk : 210 a. setidaknya sebagai wadah saling bertemunya para tokoh agama untuk duduk bersama saling membangun pemahaman dan mencari titik temu akan agama masing-masing, saling menghargai ajaran agama hingga para tokoh agama ini bisa rukun, ketika para tokoh agama tersebut rukun sehingga “virus” tersebut disebarkan kepada umatnya, atau kepada para tokoh agama dan tokoh asyarakat yang lain melalui dialog agama kemudian disampaikan kepada bawahannya masing-masing. b. Kemudian keberadaan FKUB Sumut diperlukan sebagai wadah mediator dalam memediasi pihak yang berkonflik, karena masalah agama di sumut ini secara umum masih efektif jika penyelesaiannya dilakukan lewat jalan dialog yakni mencari titik temu untuk mengedepankan perdamaian dan kekeluargaan, karena jalur mediasi untuk menemukan perdamaian jauh lebih efektif ketimbang jalur pengadilan atau eksekusi, karena dalam pengadilan ada yang menang dan ada yang kalah, yang menang senang yang kalah tidak mau terima akhirnya konflik berlanjut lagi. Perkara timbul kembali konflik setelah dicari titik temu untuk perdamaian itu persoalan lain, setidaknya dilakukan mediasi ulang, hingga masalahnya tuntas dan kedamaian terjadi. c. Keberadaan FKUB Sumut setidaknya membantu kepala daerah dalam menampung aspirasi dari masyarakat dan merekomendasi proses penanganan yang tepat, selanjutnya kepala daerah mengambil kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan kisruh yang terjadi. 211 d. FKUB Sumut bisa diberdayakan untuk mengkoordinir dan membina FKUB KabupatenKota dan mengarahkannya sesuai dengan sasaran kerja pemerintah provinsi dalam upaya meningkatkan kerukunan. VII.2. SARAN Saran yang diberi peneliti atas hasil evaluasi kinerja FKUB Sumatera Utara dalam menjaga kerukunan di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut; Saran Umum : A. Bangun diskusi bersama untuk mencari solusi, masih urgent kah atau masih diperlukankah keberadaan FKUB di tingkat Provinsi untuk menangani permasalahan konflik keagamaan, karena keberadaannya secara substansial selama ini terbukti tidak bisa menyelesaikan masalah konflik agama, ada atau tidak ada FKUB Provinsi masalah keagamaan tetap ada, meskipun upaya dialog telah dilakukan tetapi masalah yang ditanggani masih banyak yang belum selesai. Kalau demikin adanya buka diskusi dan pembahasan mendalam kembali tentang keberadaan FKUB di tingkat Provinsi mengapa tidak sebaiknya dimaksimalkan keberadaan dan peran FKUB Kabupatenkota. B. Kalau keberadaan FKUB pun masih tetap harus dipertahankan sebaiknya secara nasional, saran untuk kementrian agama dan kementrian dalam negeri, diubah saja konsepnya bukan forum Umat beragama, tetapi forum tokoh antar agama, karena terminologi umat, berarti semua umat beragama boleh duduk di FKUB, tetapi secara regulasi dan nyatanya memang yang boleh duduk di FKUB hanya perwakilan tokoh agama atau tepatnya majelis agama, sedangkan terminologi tokoh adalah hanya tokoh agama dan tokoh masyarakat saja. kemudian kinerja FKUB provinsi dalam 212 menjaga kerukunan kalau untuk menjangkau semua umat beragama rasanya amat sulit, dan mungkin saja ada beban besar bagi pengurus FKUB tingkat provinsi untuk bisa menjangkau semua lapisan umat beragama yang kompleks. Mengapa tidak dibatasi saja perannya mulai dari menjaga kerukunan bagi umat, menjadi hanya menjaga kerukunan kepada majelis agama, tokoh agama, atau tokoh masyarakat saja yang notabene masyarakat atas. Bukankah selama ini kinerja FKUB Sumut menunjukkan kinerjanya dominan hanya kepada masyarakat atas saja, kalau memang FKUB hanya mampu membina agar terjaga kerukunan di masyarakat atas saja, mengapa harus dituntut membina ke seluruh umat, Sebaiknya kalangan atas ini dibina dengan baik sehingga paham pentingnya kerukunan dan diberi tanggung jawab dan beban untuk membina bawahannya atau umatnya masing-masing, sehingga pilot project kerukunan bisa berjalan efektif.

VI.2.1. Untuk FKUB Sumatera Utara

1. FKUB Provinsi Sumatera Utara agar lebih memfokuskan kegiatannya kepada keempat program kerjanya, yakni melasanakan dialog, menampung dan menyaluskan aspirasi masyarakat, serta sosialisasi regulasi dan pemberdayan masyarakat. Karena selama ini terjadi ketidakseimbangan kegiatan antara tugas pokok dan kegiatann lain yang tidak berhubungan langsung dengan tugas pokok FKUB Provinsi Sumatera Utara. 40 40 Hal. 124-126 213 2. FKUB Sumatera Utara lebih memfokuskan pembinaan, baik langsung- maupun tidak langsung lewat media massa, sosialisasi dan pemberdayaan ke masyarakat bawah akar rumput, karena sesungguhnya di akar rumputlah yang sering terjadi konflik agama dikarenakan kurangnya pengamalan ajaran agama dan pemahaman mereka akan kerukunan antar umat beragama. 3. FKUB Sumatera Utara intens melakukan komunikasi dan konsultasi ke FKUB daerah kabupatenkota dan majelis agama di daerah agar deteksi dini konflik yang terjadi di daerah mendapat penanganan yang cepat 4. Pengurus FKUB Sumut perlu sering menyosialisasikan gagasan dan informasi bidang kerukunan beragama melalui tulisan di media massa, termasuk sosialisasi dalam bentuk pembuatan iklan atau pariwara berkenaan dengan kerukunan hidup beragama di media cetak, televisi dan radio. 5. Diharapkan kepada FKUB Sumut agar lebih Membangun komunikasi dan mitra kerja dengan Non Goverment Organization NGO yang fokus memantau perkembangan kebebasan beragama dan berkeyakinan, salah satunya NGO di Sumatera Utara ialah Aliansi Sumut Bersatu ASB, dengan demikian terbangun sinergitas antara FKUB dengan NGO sehingga road map kerukunan di Sumatera Utara dapat terpelihara . 6. Sebaiknya FKUB Sumatera Utara menyusun dan mengeluarkan buku yang saya usulkan kira-kita berthemakan “ refleksi keberadaan 10 tahun FKUB Sumut 2007-2017 dalam menjaga kerukunan di Sumatera Utara” atau “FKUB, kemarin saat ini dan akan datang” agar eksistensi 214 FKUB lebih diperhitungkan lagi ditengah-tengah masyarakat, kemudian sebagai media publikasi kinerja FKUB selama 10 tahun ini.

VI.2.2. Untuk dewan penasehat FKUB Sumut

1. Kepada dewan penasehat FKUB Sumut baik kesbangpolinmas-SU maupun kandepangSu agar tidak hanya menuntut hasil kerja FKUB yang maksimal dalam menjaga kerukunan dan mendeteksi konflik keagaman di Sumut, tetapi juga membina FKUB Sumut dengan pemberian dukungan dana yang memadai dan mencukupi untuk peningkatan kinerja FKUB Sumatera Utara. 2. Dewan Penasehat FKUB Sumut, utamanya ketua Dewan Penasehat agar Meningkatkan koordinasi dan komunikasi, baik secara kelembagaan maupun pribadi, tidak hanya ketika terjadi persoalan di lapangan, melainkan juga dalam kondisi normal.

VI.2.3. Untuk Gubernur Sumatera Utara

1. Mempertimbangkan lebih serius dan menindaklanjuti dengan tidak memperlambat aspirasi dari FKUB tentang penanganan masalah keagamaan yang terjadi di Sumatera Utara, terutama mengenai permasalahan rumah ibadah yang banyak berlum selesai dan belum ditangani oleh pemerintah daerah. 2. Memberdayakan FKUB, baik provinsi maupun kabupatenkota dan tetap melibatkan FKUB dalam upaya menjaga kerukunan di Provinsi Sumatera Utara ini. 3. Mendukung kinerja FKUB Sumut dengan pemberian dukungan dana. 215 DAFTAR PUSTAKA Buku AA. Yewangoe. 2002. Agama dan Kerukunan. Gunung Mulia: Jakarta. Arifinsyah dan Maratua Sumanjuntak. 2011. Peta Kerukunan Umat Beragama di Sumatera Utara, Perdana Publishing, Medan Arifinsyah dkk. 2014. Buku Panduan FKUB Sumatera Utara. La tansa Press, Medan. Arifinsyah. 2013. FKUB dan Resolisi Konflik, Mengurai Kerukunan antar Umat Beragama di Provinsi Suatera Utara. Perdana Publishing. Medan. Basrodi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta: Jakarta. Bina Mental, Uraian Singkat Tentang Implementasi Pancasila : Kerukunan Hidup antar Umat beragama. 1978. Hanbook untuk aparat pemerintah Sumatera Utara. Bungian, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis Dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi.: PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Buku Saku “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala DaerahWakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.” Dun, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta Feery Wira Padang, Dkk. Laporan Pemantauan 2011. Potret Kehidupan BeragamaBerkeyakinan di Sumatera Utara. Aliansi Sumut Bersatu.Medan. Moleong, lexi. 2006. Metodologi penelitian kualitatif.. PT Remaja. Rosdakarya. Bandung Basir Tamala dan Elza Peldi Taher.1996. Agama dan Dialog Antar Peradaban. Paramadina. Jakarta. Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang Model-Model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Publikasi Setara Institude 2007-2009. 2010. Negara Hasrus Bersikap, Tiga Tahun Laporan Kondisi Kebebasan BeragamaBerkeyakinan di Indonesia 2007- 2009. Setara Institude. Jakarta. Sigarimbun. M. 2006. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Sinulingga, Risnawaty. 2008. Pendidikan Agama Kristen Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Pustaka Bangsa: Medan. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif: CV.Alfabeta . Bandung Sutarto. 1993. dasar- dasar organisasi” cetakan ke 16, Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

Dokumen yang terkait

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 16 98

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 0 9

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 0 1

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 0 9

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

1 1 9

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 0 3

Peran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama (Studi Deskriptif Pada Masyarakat di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAN II.1. Kerangka Teori II.1.1. Organisasi - Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Provinsi Sumatera Utara Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Provinsi Sumatera Utara Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama Di Provinsi Sumatera Utara

0 1 15

EVALUASI KINERJA FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM MENJAGA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

0 0 20