paling efisien. Setelah menemukan solusi yang dianggap paling efisien, kemuadian siswa menyelesaikan solusi tersebut. Setelah selesai, perwakilan dari
setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi dari kelompok masing-masing. Kelompok lain mendengarkan presentasi teman kelompok yang sedang berbicara
di depan kelas, setelah selesai presentasi, kelompok lain menanggapi atau memberikan pendapat lain. Setelah diskusi selesai dilaksanakan, guru
memberikan kesimpulanmengoreksi agar materi pelajaran lebih jelas. Pada pertemuan pertama, siswa masih merasa kebingungan. Masih banyak
siswa yang bertanya mengenai cara pengerjaan LKS, karena siswa jarang sekali dihadapkan dengan LKS yang berbasis masalah. Ketika presentasi masih banyak
siswa yang kurang berani untuk maju ke depan kelas mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Namun pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, siswa
sudah mulai terbiasa belajar dengan model pembelajaran creative problem solving. Siswa sudah berani berpendapat dan berani mempresentasikan hasil
diskusinya di depan kelas. Sedangkan untuk kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran
konvensional. Pembelajaran konvensional disekolah menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Pertama-tama guru menerangkan materi dan
memberikan contoh soal. Keterlibatan siswa hanya sebatas mendengarkan dan mencatat konsep-konsep yang diberikan. Apabila ada siswa yang kurang
pahammengerti, maka siswa dapat bertanya kepada guru.Setelah guru selesai menyampaikan materi, siswa diberi LKS. Namun berbeda dengan kelas
eksperimen, siswa mengerakan LKS secara individu. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan dikelas kontrol ini, siswa tidak
terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberi kesempatan untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya
didalam kelas. Dengan demikian, siswa belajar dengan hafalan. Namun kelebihan dari kelas kontrol ini adalah siswa dapat mengerjakan dengan lancar dan
sistematis terhadap soal yang diberikan guru, dengan catatan soal tersebut sesuai dengan contoh soal yang telah dijelaskan. Apabila soal yang diberikan berbeda
dengan contoh yang dijelaskan, maka siswa akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya.
3. Aktivitas Belajar Matematik Siswa
Aktivitas siswa yang terjadi selama pembelajaran menggunakan model Creative Problem Solving berlangsung, diamati melalui lembar aktivitas belajar
matematuk siswa. Lembar aktivitas belajar matematik siswa terdiri dari 7 aspek yang diamati, yaitu memperhatikan penjelasan temanguru dengan rata-rata
presentase sebesar 73,4, bersemangat dan atusias dalam belajar dengan rata-rata presentase sebesar 57,5, rasa ingin memahami materi tinggi dengan rata-rata
presentase sebesar 65, tekun dalam menghadapi tugas dengan rata-rata presentase sebesar 68,1, banyak bertanyamenjawab pertanyaan guruteman
dengan rata-rata presentase sebesar 43,4, senang mencari dan memecahkan soal dengan rata-rata presentase sebesar 54,7 dan dapat mempertahankan
pendapatnya dengan rata-rata presentase sebesar 33,8. Lembar aktivitas belajar matematik diisi oleh peneliti pada setiap pertemuan
selama delapan kali pertemuan. Lembar aktivitas belajar matematik siswa bertujuan untuk melihat aktivitas belajar matematik selama pembelajaran
menggunakan model creative problem solving. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, ketujuh aspek yang
diamati pada setiap pertemuan selalu mengalami peningkatan. Pada pertemuan pertama kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model Creative
Problem Solving, aktivitas belajar matematik siswa masih belum kondusif. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa menggunakan model Creative Problem Solving.
Saat pembagian kelompok pada pertemuan pertama, banyak siswa yang tidak mau berkelompok apabila bukan dengan teman dekatnya. Peneliti berusaha membaur
siswa agar siswa terbiasa bekerja sama dengan siapa saja. Pada pertemuan selanjutnya, aktivitas belajar matematik siswa berangsur-
angsur mengalami perubahan yang lebih baik. Siswa mulai terbiasa menggunakan model Creative Problem Solving. Beberapa siswa yang awalnya tidak terlibat
dalam diskusi kelompok ataupun masih malu-malu mengungkapkan pendapatnya
dalam diskusi, akhirnya mereka mulai ikut semangat bekerja sama dengan kelompoknya dalam mengerjakan LKS yang diberikan peneliti.
Aktivitas belajar matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model creative problem solving yang mengalami perubahan secara signifikan
yaitu aspek tekun dalam menghadapi tugas. Aspek ini mengalami peningkatan paling besar yaitu sebesar 68. Sebelum proses belajar mengajar menggunakan
model creative problem solving, siswa masih banyak yang tidak serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan, namun setelah model creative problem solving
ini diterapkan ketekunan siswa mengalami peningkatan yang signifikan.
C. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal.
Namun demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.:
1. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada pokok bahasan Persamaan Linear
Satu Variabel, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok basahan materi lain.
2. Siswa belum terbiasa dengan proses pembelajaran yang diajarkan dengan
menggunakan model Creative Problem Solving, sehingga peneliti harus lebih membimbing setiap kelompok agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar.
3.
Kelas yang digunakan dalam penelitian memiliki jumlah siswa yang relatif banyak, sehingga peneliti agak kesulitan dalam membimbing siswa dengan
jumlah kelompok yang banyak, terkadang masih terdapat kelompok yang bingung dalam mengerjakan soal yang terdapat dalam LKS. Pemberian
petunjuk pada LKS belum dipahami oleh siswa, sehingga peneliti perlu memberikan penjelasan kembali tentang petunjuk penggunaan model
creative problem solving.
4.
Pada penelitian ini, kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebagian besar masih memperoleh nilai dibawah KKM.