173
gagal panen untuk komoditas yang ditanam, mengurangi penyebaran serangan hama dan penyakit, dan penutupan lahan cover crop lebih rapat karena tajuk
atau morfologi tanaman lebih rapat. Tabel 33. Matriks keputusan setiap alternatif sistem penanaman komoditas
hortikultura buah-buahan berdasarkan hasil perhitungan Metode Composite Performance Index CPI
Alternatif Sistem
Penanaman Kriteria
Nilai Keputusan
Peringkat A
B C
D E
F Monokultur
1 3
1 3
2 3
135 3
Tumpangsari 2
2 3
2 3
3 180
2 Kebun
campuran 3
2 3
1 3
2 190
1 Bobot Kriteria
0,3 0,1
0,1 0,1
0,2 0,2
Keterangan : A = Kemampuan menahan erosi B = Pengolahan tanah
C = Serangan hama dan penyakit D = Penggunaan pupuk dan amelioran
E = Produktivitas F = Pendapatan petani
b. Submodel Pengendalian Erosi
Tindakan konservasi yang dapat dilakukan pada pertanaman buah-buahan adalah pembuatan teras bangku, teras individu, teras bangku dengan saluran
drainase, dan tanpa teras dengan penanaman sistem alley cropping Tabel 34. Teras yang dibuat dapat berupa teras alami atau teras bangku. Teras bangku dapat
disangga dengan batuan disamping teras sehingga massa tanah relatif lebih stabil. Teras individu dibuat untuk lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja, dengan
demikian meminimalkan pengeluaran biaya. Penanaman sistem alley cropping dilakukan dengan menanam tanaman buah-buahan sebagai tanaman pagar dan
tanaman semusim ditanaman diantara tanaman pagar.
c. Submodel Kelembagaan dan Penyuluhan
Kelompok tani yang dibentuk oleh petani buah-buahan di hulu DAS Jeneberang belum dimanfaatkan secara maksimal. Aktivitas kelompok hanya
sebatas pertemuan jika ada tamu dari pihak Pemerintah atau ada program bantuan
174
dari Pemerintah, karena selalu dipersyaratkan melalui kelompok. Kegiatan pertemuan rutin membahas permasalahan usahatani, penyuluhan, atau aktivitas
lain yang menyangkut kemajuan anggota kelompok dalam kegiatan usahatani, seperti penggunaan benih atau bibit unggul, pemeliharaan tanaman, dan teknologi
konservasi tanah belum dilaksanakan. Tabel 34. Matriks keputusan setiap alternatif tindakan konservasi pertanaman
hortikultura buah-buahan berdasarkan hasil perhitungan Metode Composite Performance Index CPI
Alternatif Tindakan Konservasi
Kriteria Nilai
Keputusan Peringkat
A B
C D
Teras bangku 4
4 3
3 41,16
4 Teras individu
4 4
4 4
54,16 2
Teras bangku, dengan saluran drainase
5 5
5 5
67,70 1
Tanpa teras, penanaman sistem alley cropping
4 4
4 3
44,16 3
Bobot kriteria 0,2
0,2 0,3
0,3 Keterangan : A = Pengurangan luas lahan
B = Biaya konstruksi C = kemampuan menahan aliran permukaan
D = kemampuan menahan erosi
Pihak penyedia informasi teknologi yang ada di hulu DAS Jeneberang berasal dari sesama petani yang lebih maju dan inovatif, media cetak, dan
elektronik serta petugas penyuluh pertanian lapang PPL setempat. Hubungan PPL dengan petani cukup baik, namun masih didominasi pada penyuluhan
tanaman semusimtanaman pangan sedangkan untuk tanaman buah-buahan masih kurang. Kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh PPL kepada petani tentang
budidaya buah-buahan disebabkan karena curahan waktu dan perhatian petani masih didominasi pada tanaman semusim atau tanaman pangan.
Kelembagaan pertanian yang terdapat pada lokasi penelitian dengan ketinggian 700 m dpl yaitu koperasi, kelompok tani, gapoktan, lembaga
penyedia saprodi. Keberadaan kelembagaan tersebut sangat diperlukan oleh petani di hulu DAS Jeneberang. Petani akan mengalami kesulitan apabila kelembagaan
ini tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa kelembagaan pertanian sangat berperan terhadap usahatani buah-buahab di lahan dataran tinggi hulu DAS Jeneberang.
175
Kondisi Sosial Ekonomi Petani Hortikultura Buah-Buahan di Hulu DAS Jeneberang
Penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi petani buah-buahan di hulu DAS Jeneberang dilakukan dengan maksud sebagai acuan dalam penarikan petani
contoh dan sebagai dasar dalam memperhitungkan tingkat keuntungan usahatani hortikultura buah-buahan. Penentuan petani contoh di daerah penelitian dilakukan
berdasarkan latar belakang petani, keadaan lahan garapan petani, pola tanam yang diterapkan petani. Sedangkan perhitungan tingkat keuntungan ekonomi dilakukan
dengan analisis usahatani berdasarkan biaya dan pendapatan. Data latar belakang petani diperoleh dari Kecamatan Parangloe dalam
angka dan informasi dari aparat kelurahan, penyuluh pertanian, serta dari kelompok tani setempat. Latar belakang petani yang dianggap berpengaruh adalah
tingkat pendidikan petani, jumlah anggota keluarga, tenaga kerja keluarga 15 tahun, luas lahan garapan, dan status lahan. Data karakteristik petani dari lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 35. Data pada Tabel 35 di dasarkan pada daerah asal petani.
Tabel 35. Rata-rata latar belakang petani penggarap pada usahatani hortikultura buah-buahan
Latar Belakang Petani
Daerah Asal Petani
Lonjoboko Lanna
Bontopa- rang
Belapunranga
Umur Petani tahun
48,80 52,40
46,50 48,40
Pendidikan SMA
SD SMA
SMP Anggota Keluarga
orang 5,00
4,90 5,10
5,20 TK Tersedia
orang 1,70
1,90 1,60
1,60 Luas lahan garapan
ha 0,90
0,96 0,85
1,45 Status lahan
Pemilik Penggarap
Pemilik Penggarap
Pemilik Penggarap
Pemilik Penggarap
Data pada Tabel 35 menunjukkan bahwa latar belakang petani hortikultura buah-buahan di hulu DAS Jeneberang cukup bervariasi yaitu dari SD
sampai SMA. Petani yang berpendidikan rendah relatif lebih sedikit dan lebih
176
didominasi petani dengan tingkat pendidikan sedang yaitu SMA, keadaan ini cukup baik karena pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir seseorang. Latar
belakang pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan petani mengadopsi suatu teknologi yang mungkin berbeda dengan teknologi yang selama
ini mereka terapkan. Pada kondisi seperti ini, intensitas penyuluhan pertanian perlu ditingkatkan terutama dalam memasyarakatkan berbagai teknologi dan
sistem pertanian yang baru dan ramah lingkungan. Petani di lokasi ini mempunyai pekerjaan lebih dari satu, disamping menanam tanaman buah-buahan, juga
berusahatani tanaman pangan, atau pekerjaan lainnya. Jumlah anggota dan tenaga kerja yang tersedia dalam keluarga petani
mempunyai perbandingan yang cukup menguntungkan. Dari rata-rata lima orang anggota keluarga, satu atau dua orang diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai
sumber tenaga kerja dalam berusahatani, sehingga biaya usahataninya dapat ditekan.
Luas penguasaan lahan setiap petani rata-rata 1 ha. Keseragaman penguasaan lahan setiap petani disebabkan lahan yang tersedia sangat terbatas.
Kepemilikan lahan di hulu DAS Jeneberang dikelompokan menjadi tiga, yaitu petani yang memiliki lahan 0,5 ha, petani yang memiliki lahan antara 0,5
sampai 1,0 ha, dan petani yang memiliki lahan 1,0 ha. Hasil wawancara dengan beberapa petani menunjukkan bahwa semakin sempitnya luas lahan yang dimiliki
petani antara lain disebabkan karena produktivitas lahan menurun sehingga hasil panen dari lahan tidak mencukupi kebutuhan keluarga menyebabkan petani
menjual lahannya untuk digunakan sebaga modal usaha, dan bertambahnya jumlah keluarga harta warisan.
Umur petani rata-rata 48 tahun yang berkisar antara 46 – 52 tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa sektor pertanian hortikultura buah-buahan kurang diminati oleh generasi muda. Umur petani besar peranannya dalam suatu
usahatani, terutama berkaitan dengan produktivitas kerja. Petani yang berusia muda umumnya sangat produktif, sebab kemampuan fisik dan daya fikirnya
mencapai kondisi maksimal dibanding petani yang sudah tua. Selain itu petani yang masih muda keinginannya melakukan perubahan yang dianjurkan lebih
177
tinggi, dan lebih berani mengambil resiko serta perubahan-perubahan mendasar dalam pengembangan usahataninya.
Tingkat Keuntungan Ekonomi Usahatani Hortikultura Buah-Buahan di Hulu DAS Jeneberang
Hasil analisis usahatani tanaman hortikultura buah-buahan menunjukkan bahwa usahatani buah-buahan di hulu DAS Jeneberang rata-rata menguntungkan
Tabel 36. Keuntungan terbesar diperoleh pada usahatani komoditas rambutan, pada lahan seluas 1 ha mencapai Rp. 29.965.000 dan keuntungan terendah dari
empat komoditas unggulan yaitu pisang sebesar Rp. 4.727.000 per 5 tahun. Tabel 36. Analisis usahatani beberapa komoditas hortikultura buah-buahan di
Hulu DAS Jeneberang per hektar InputOutput
Komoditas Rambutan
Mangga Durian
Pisang
A. Input
1. Pupuk a. Urea
b. SP-36 c. KCl
d. P.Kandang 206.000
233.000 106.000
2.808.000 585.000
1.225.000 810.000
4.000.000 351.000
875.000 486.000
2.500.000 234.000
525.000 324.000
2.000.000 2. Bibit
1.600.000 1.500.000
1.500.000 1.666.000
3. Pestisida 160.000
200.000 160.000
150.000 4. Tenaga Kerja
4.584.000 4.850.000
4.850.000 2.750.000
5. Pajak 1.668.000
1.668.000 1.668.000
1.668.000 6. Peralatan
790.000 900.000
790.000 400.000
Total Input 12.155.000
15.738.000 13.180.000
9.717.000 B.
Output
1. Produksi kg 2. Hargasatuan Rp
3. Penerimaan Rp 5.616
7.500 42.120.000
7.000 5.500
38.500.000 3.240
10.000 32.400.000
2.889 5.000
14.445.000 4. Keuntungan Rp
29.965.000 22.762.000
19.220.000 4.727.000
C. RC Ratio
2,47 1,45
1,46 0,49
Hal ini juga dapat dilihat dari nilai RC ratio-nya berkisar antara 0,49 –
2,47. Nilai RC ratio komoditas rambutan adalah 2,47 artinya keuntungan komoditas rambutan yang paling tinggi diantara komoditas lainnya. Hasil analisis
kelayakan menunjukkan bahwa nilai RC-ratio pada komoditas rambutan yang diperoleh sebesar 2,47 artinya secara ekonomi usahatani rambutan di hulu DAS
Jeneberang layak untuk dikembangkan. Nilai RC-ratio sebesar 2,47 Rp
178
menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya produksi pada usahatani rambutan sebesar Rp 1, akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,47. Demikian pula
dengan komoditas buah-buahan lainnya, dengan nilai RC ratio masing-masing 1,45 untuk komoditas mangga, 1,46 untuk komoditas durian, dan 0,49 untuk
komoditas pisang.
9.3.2. Model Pengembangan Tanaman Hortikultura Buah-Buahan Zona
Agroekologi pada Elevasi 700 m dpl di Hulu DAS Jeneberang
Model pengembangan tanaman hortikultura buah-buahan di hulu DAS Jeneberang dibangun melalui logika hubungan antara komponen-komponen yang
saling terkait dan berinteraksi. Model pengembangan tanaman hortikultura buah- buahan berbasis agroekologi di hulu DAS Jeneberang dibangun melalui 3
submodel. Gambaran keterkaitan antar komponen-komponen dalam submodel, dan keterkaitan antara komponen antar submodel disajikan pada Gambar 35.
Simulasi model dilakukan untuk menentukan besar erosi yang terjadi, produktivitas hortikultura buah-buahan, dan nilai rupiah dari penjualan komoditas
buah-buahan. Hasil simulasi model pengembangan tanaman hortikultura buah- buahan disajikan pada Gambar 36.
Gambar 35. Struktur model dinamik pengembangan tanaman hortikultura buah- buahan berbasis agroekologi di hulu DAS Jeneberang.
~ R
K LS
C P
E KLAS EROSI
Tanaman Konservasi
Luas Total Luas Per Komoditi
Produktifitas Produksi
Total e
Pola Tanam Harga Per Komoditi 2
Nilai Rupiah Total Nilai Rupiah dibawah 700
Sistem Tanam Pupuk
Produktifitas 2 Pestisida
Amelioran RC Rasio
Total Nilai Rupiah diatas 700 Erosi
Input
Kelembagaan Penyuluhan Output
Kelompok Tani Koperasi
Produksi Total Masuk
Keluar Jumlah Penyuluh
Penyuluhan Pemupukan
Skor Pemupukan Pola sistem Tanam
Skor Pola Sistem Tanam G
Produksi diatas 700 Skor Kelembagaan
Sub Model Produksi Holtikultura Sub Model Pengendalian Erosi
Sub Model Kelembagaan dan Penyuluhan
179
Gambar 36. Simulasi total erosi yang terjadi, produksi tanaman buah-buahan, dan total pendapatan usahatani buah-buahan.
Simulasi Skenario Model Untuk Komoditas Rambutan
Skenario model untuk komoditas rambutan disusun berdasarkan komponen-komponen yang berperanan penting pada masing-masing submodel.
Komponen-komponen yang diskenariokan adalah jenis pupuk, amelioran, pestisida, sistem penanaman, usaha konservasi, intensitas penyuluhan, jumlah
penyuluh, jumlah koperasi, dan jumlah kelompok tani. Kombinasi antara komponen-komponen ini menghasilkan tiga skenario pengembangan tanaman
hortikultura berbasis agroekologi, yaitu: 1 skenario pesimis: penggunaan pupuk anorganik, tidak menggunakan
amelioran, pestisida sintesis, sistem penanaman monokultur, dan tanpa teras, penanaman sistem alley cropping, jumlah penyuluh 3 orang,
intensitas penyuluhan satu kali 6 bulan, tidak ada koperasi, jumlah kelompok tani 10.
2 skenario moderat: penggunaan pupuk organik dan anorganik, penggunaan amelioran, sistem penanaman monokultur, dan
pembuatan teras bangku, jumlah penyuluh 5 orang, intensitas penyuluhan satu kali sebulan, jumlah koperasi dua unit, jumlah
kelompok tani 20.
11:19 22 Nop 2011 Page 1
0.00 2.50
5.00 7.50
10.00 Y ears
1: 1:
1:
2: 2:
2:
3: 3:
3:
100 200
300
4.55e+011 4.7e+011
4.85e+011
57500000 60000000
62500000 1: Total erosi dibawah 700 m dpl
2: Total pendapatan petani buah buahan 3: Produksi komoditas buah buahan
1 1
1 1
2
2 2
2 3
3 3
3
180
3 skenario optimis: penggunaan pupuk organik dan anorganik, penggunaan amelioran, sistem penanaman tumpang sari, dan
pembuatan teras bangku dengan saluran drainase, jumlah penyuluh 7 orang, intensitas penyuluhan satu kali sebulan, jumlah koperasi dua
unit, jumlah kelompok tani 30. Oleh karena komoditas rambutan merupakan komoditas unggulan dengan
nilai LQ paling tinggi, maka komoditas ini yang dipilih mewakili buah-buahan dalam analisis simulasi skenario model pengembangannya. Hasil simulasi model
pengembangan tanaman rambutan untuk setiap skenario menunjukkan bahwa skenario pesimis memberikan besar erosi relatif hampir sama dengan kondisi
eksisting dan lebih besar dibandingkan skenario moderat dan optimis Gambar 37. Pada tahun 2010, erosi yang terjadi pada skenario pesimis yaitu 8,26
tonhatahun, lebih besar dari kondisi eksisting yaitu 8,25 tonhatahun, skenario moderat sebesar 7,49 tonhatahun, dan skenario optimis sebesar 5,73
tonhatahun. Pada tahun 2020, erosi yang terjadi pada semua skenario mengalami penurunan, skenario pesimis yang tertinggi yaitu 3,70 tonhatahun, kondisi
eksisting sebesar 3,69 tonhatahun, skenario moderat sebesar 3,35 tonhatahun, dan skenario optimis sebesar 2,56 tonhatahun.
Gambar 37. Prediksi erosi yang terjadi pada pertanaman hortikultura buah-buahan hasil simulasi skenario sampai tahun 2020.
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00 9,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 E
ro si
to n
h a
tah u
n
Tahun
Eksisiting Pesimis
Moderat Optimis
181
Gambar 38. Perkiraan produktivitas rambutan hasil simulasi skenario tahun 2010 sampai tahun 2020.
Gambar 39. Perkiraan pendapatan petani rambutan hasil simulasi skenario dari tahun 2010 sampai tahun 2020.
Hasil simulasi model untuk parameter produktivitas dan pendapatan petani rambutan untuk setiap skenario disajikan pada Gambar 38 dan Gambar 39. Untuk
skenario pesimis pada tahun 2010, produktivitas rambutan sebesar 6.116,0 kgha dan pendapatan petani sebesar Rp. 33.715.000, sama dengan kondisi eksisting
dan dua skenario lainnya. Produksi rambutan tertinggi dicapai pada tahun 2020,
6060,0 6080,0
6100,0 6120,0
6140,0 6160,0
6180,0 6200,0
6220,0 6240,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Pr o
d u
kt iv
itas k
g h
a
Eksisting Optimis
Moderat Pesimis
33200000 33400000
33600000 33800000
34000000 34200000
34400000 34600000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Pen d
ap atan
R p
h a
Eksisting Optimis
Moderat Pesimis
182
yaitu pada skenario optimis dan skenario moderat sebesar 6.222,3 kgha dengan pendapatan petani sebesar Rp. 34.512.298, skenario pesimis sebesar 6.116,0 kgha
dengan pendapatan petani sebesar Rp. 33.715.000, dan kondisi eksisting sebesar 6.202,3 kgha dengan pendapatan petani sebesar Rp. 34.312.298. Artinya dengan
penerapan model ini pada pertanaman rambutan khususnya skenario optimis dan moderat, maka dapat menurunkan degradasi lahan erosi tanah dan meningkatkan
produktivitas lahan dan pendapatan petani rambutan.
9.3.3. Analisis Kelayakan Usahatani Rambutan sesuai dengan Model Pengembangannya
Analisis kelayakan suatu usahatani dapat didekati dengan beberapa kriteria finansial seperti BC-ratio Benefit Cost Ratio, NPV Net Present Value, dan IRR
Internal Rate of Return. Hasil perhitungan BC-ratio, NPV, dan IRR pada usahatani komoditas rambutan untuk masing-masing scenario disajikan pada
Tabel 37. Tabel 37. Nilai BC-ratio, NPV, dan IRR untuk usahatani rambutan dengan modal
pinjaman bank dan tingkat diskonto atau nilai bunga bank 17 untuk masing-masing scenario dan kondisi eksisting
Skenario BC
NPV IRR
Pesimis 3,26
25.611.111 0,59
Moderat 3,58
29.203.900 0,64
Optimis 3,60
29.390.380 0,65
Eksisting 3,56
29.001.880 0,64
Hasil perhitungan pada Tabel 37 menunjukkan bahwa dari ketiga skenario dan kondisi eksisting usahatani rambutan dinyatakan layak untuk dilakukan
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai BC-ratio1, NPV0, dan IRR17 untuk semua skenario dan kondisi eksisting. Namun demikian besaran
nilainya berbeda antar skenario, skenario optimis mempunyai nilai bersih usahatani rambutan tertinggi yaitu Rp. 29.390.380, dan skenario pesimis
mempunyai nilai terendah yaitu Rp. 25.611.111. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh adanya introduksi teknologi pada skenario optimis, yaitu pada
183
pemeliharaan tanaman pemupukan, ameliorasi, pengendalian hama penyakit tanaman, penerapan konservasi tanah dan air, serta adanya penyuluhan yang
intensif dari lembaga yang terkait.
9.3.4. Kelayakan Usahatani Hortikultura Rambutan Dinilai dari Pemenuhan Kebutuhan Hidup Minimum KHM dan Kebutuhan Hidup Layak
KHL
Penilaian kelayakan usahatani hortikultura khususnya komoditas rambutan tidak hanya cukup dihitung dari keuntungan yang diperoleh secara finansial, tetapi
yang lebih penting adalah kelayakannya dalam mencukupi kebutuhan hidup petani dan keluarganya. Hasil analisis tingkat erosi, produksi, pendapatan petani, KHM,
dan KHL pada masing-masing skenario disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Tingkat erosi, produksi, dan pendapatan petani rambutan dibandingkan
dengan kebutuhan hidup minimum KHM dan kebutuhan hidup layak KHL di Kecamatan Parangloe pada masing-masing skenario
Skenario Erosi tonhatahun
Produksi kghatahun
Pendapatan Petani Rphatahun
Pesimis 8,26
6.116,0 33.715.000
Moderat 7,49
6.222,3 34.512.298
Optimis 5,73
6.222,3 34.512.298
KHM = Rp. 13.893.000tahun ; KHL = Rp. 34.732.500tahun Hasil analisis pada Tabel 38 menunjukkan bahwa pendapatan petani untuk
semua skenario pesimis, moderat, dan optimis lebih kecil dari nilai kebutuhan hidup layak KHL, akan tetapi lebih besar dari kebutuhan hidup minimum
KHM keluarga petani dengan rata-rata 5,05 anggota keluarga. Seorang petani dengan memiliki lahan seluas 1 ha, apabila diterapkan skenario moderat atau
optimis maka produksi rambutan sekitar 6.222,3 kghatahun dengan pendapatannya sekitar Rp. 34.512.298 per tahun. Erosi yang terjadi pada skenario
optimis lebih rendah 5,73 tonhatahun dari erosi yang terjadi pada skenario moderat 7,49 tonhatahun dan skenario pesimis 8,26 tonhatahun. Erosi yang
terjadi pada semua skenario lebih rendah dari pada erosi yang dapat ditoleransikan dan termasuk pada kelas tingkat bahaya erosi yang rendah.
184
9.3.5. Tahapan Rancangan Model Pengembangan Tanaman Hortikultura Sayuran,
Zona Agroekologi pada Elevasi ≥ 700 m dpl
Rancangan model pengembangan tanaman hortikultura sayuran berbasis agroekologi di hulu DAS Jeneberang dirumuskan berdasarkan hasil analisis
parsial setiap komponen yang paling berpengaruh pada masing-masing submodel.
a. Submodel Produksi Tanaman Hortikultura Sayuran
Submodel produksi tanaman hortikultura sayuran komponen utamanya adalah jenis komoditas unggulan, pola tanam, sistem penanaman, pemupukan,
serta tindakan konservasi.
Pemilihan Jenis Komoditas Sayuran yang Sesuai
Jenis tanaman hortikultura sayuran yang dikembangkan di hulu DAS Jeneberang yaitu kentang, bawang daun, kubis, sawi, wortel, tomat, buncis,
strawberi dan labu siam. Jenis tanaman yang dipilih untuk menyusun alternatif model usahatani hortikultura sayuran sebanyak 5 tanaman yaitu kentang, kubis,
sawi, bawang daun, dan wortel. Kelima komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan di dataran tinggi hulu DAS Jeneberang ketinggian 700 m dpl sesuai
dengan hasil analisis LQ dengan nilai LQ1 Tabel 13. Tabel 39. Matriks keputusan setiap alternatif jenis komoditas hortikultura sayuran
berdasarkan hasil perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial MPE
Alternatif Komoditas
Kriteria Nilai
Keputusan Peringkat
A B
C D
E Kentang
5 5
5 4
4 187
1 Kubis
4 5
4 3
3 103
2 Bawang Daun
2 5
2 5
4 58
4 Wortel
2 5
2 3
5 51
5 Sawi
4 5
3 2
3 91
3 Bobot Kriteria
3 1
2 2
2 Keterangan :
A = Kemampuan menahan erosi B = Kesesuaian lahan
C = Pemeliharaan D = Produktivitas
E = Pendapatan petani
185
Kriteria yang digunakan dalam menentukan alternatif jenis komoditas mencakup kemampuan menahan erosi, kesesuaian lahan, kemudahan dalam
pemeliharaan, produktivitas tanaman, dan kontribusinya terhadap pendapatan petani Tabel 39. Kemampuan menahan erosi suatu jenis tanaman sangat
ditentukan oleh morfologi tanaman dan sistem perakarannya. Hal ini penting karena jenis tanah di hulu DAS Jeneberang mudah tererosi. Kesesuaian lahan
untuk suatu jenis tanaman akan menentukan pertumbuhan dan produksinya. Kemudahan dalam pemeliharaan tanaman erat kaitannya dengan input yang
dibutuhkan, semakin sulit tingkat pemeliharaannya maka semakin besar input yang dibutuhkan. Produktivitas tanaman sangat menentukan tingkat produksi, dan
selanjutnya akan menentukan pendapatan petani. Hasil perhitungan matriks keputusan dengan metode MPE Tabel 39
diperoleh bahwa jenis tanaman kentang menduduki peringkat pertama, diikuti tanaman kubis, tanaman sawi, tanaman bawang daun, dan terakhir tanaman
wortel. Tanaman kentang yang ditanam pada guludan searah lereng tanpa strip rumput, erosi yang terjadi sebesar 16,3 tonha, tapi apabila ditanam pada guludan
searah kontur dengan strip cropping mampu menahan erosi, dengan jumlah tanah yang tererosi hanya 9,9 tonha Dariah dan Husen, 2006.
Penyusunan Pola Tanam
Penyusunan pola tanaman khususnya hortikultura sayuran sangat ditentukan oleh penyebaran curah hujan setiap tahunnya. Pola tanam yang
diterapkan oleh petani hortikultura sayuran dan persentasenya pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 40, sedangkan hubungan pola tanam dengan curah
hujan di hulu DAS Jeneberang disajikan pada Gambar 40. Ada empat kategori pola tanam sayuran yang diterapkan petani di hulu DAS Jeneberang yaitu pola
tanam tumpang gilir terdiri dari tiga tipe kentang-kubis-tomat, wortel-kubis- kentang dan kentang-kubis-kentang dan pola tanam tumpangsari tumpangsari
bawang daun dengan kubistomatsawi. Penanaman sayuran dimulai akhir bulan Februari musim tanam I dan panen terakhir musim tanam III pada akhir bulan
Desember.
186
Tabel 40. Pola tanam yang diterapkan petani dan persentasenya pada musim tanam tahun 2009 di hulu DAS Jeneberang
Musim Tanam I Musim Tanam II
Musim Tanam III Persentase
Kentang KubisSawi
Tomat 27,08
Wortel KubisSawi
Kentang 26,16
Kentang KubisSawi
Kentang 39,05
Kubisbawang daun Tomatbawang daun
Sawibawang daun 7,71
PT I
PT II
PT III
PT IV
Gambar 40. Distribusi rata-rata curah hujan dengan pola tanam sayuran yang diterapkan petani di hulu DAS Jeneberang.
Data pada Tabel 40 terlihat bahwa pola tanam yang paling banyak diterapkan oleh petani adalah pola tanam tumpang gilir kentang-kubis-kentang
PT III yaitu 39,05 dari seluruh pola tanam yang diterapkan petani di lokasi penelitian. Hal ini karena komoditas kentang merupakan komoditas unggulan di
200 400
600 800
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Ags
Sep Okt
Nop Des
Tomat Kentang
Wortel Kentang
Kubis Kentang
Kentang Kubis
Sawi Tomat
Kubis Bawang Daun
Kubis
187
daerah ini, disisi lain harga kentang relatif lebih stabil dibandingkan dengan komoditas yang lainnya. Pola tanam kentang-kubis-tomat menduduki peringkat
kedua yaitu 27,08 , disusul pola tanam wortel-kubis-kentang yaitu 26,16 dan paling sedikit yaitu pola tumpangsari antar bawang daun dengan kubistomatsawi
sebesar 7,71 . Pola tanam sangat ditentukan oleh curah hujan yang terjadi pada suatu
daerah karena berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman. Jumlah air yang ada di dalam tanah harus mencukupi kebutuhan tanaman, tidak boleh
kurang atau berlebih. Apabila terjadi kekurangan air maka harus ditambahkan dalam bentuk air irigasi, sebaliknya apabila kelebihan air maka harus dibuang
melalui saluran drainase. Apabila curah hujan terlalu tinggi khususnya pada pertanaman sayuran dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Sehingga
petani di hulu DAS Jeneberang tidak melakukan penanaman pada puncak musim hujan yaitu bulan Desember sampai Februari Gambar 40.
Sistem Penanaman Tanaman Sayuran
Tabel 41. Matriks keputusan setiap alternatif sistem penanaman komoditas hortikultura sayuran berdasarkan hasil perhitungan Metode
Composite Performance Index CPI
Alternatif Sistem
Penanaman Kriteria
Nilai Keputusan
Peringkat A
B C
D E
F Monokultur
1 3
1 1
2 2
105 3
Tumpangsari 3
2 3
3 3
3 220
1 Tumpang gilir
2 2
2 2
3 3
170 2
Bobot Kriteria 0,3
0,1 0,1
0,1 0,2
0,2 Keterangan : A = Kemampuan menahan erosi
B = Pengolahan tanah C = Serangan hama dan penyakit
D = Penggunaan pupuk dan amelioran E = Produktivitas
F = Pendapatan petani
188
Sistem penanaman tanaman sayuran di hulu DAS Jeneberang yang diterapkan oleh petani yaitu monokultur, tumpang gilir, dan tumpangsari. Hasil
analisis CPI pada Tabel 41 menunjukkan bahwa sistem penanaman yang diterapkan yang menduduki peringkat satu adalah sistem penanaman tumpangsari,
kedua adalah tumpang gilir, dan ketiga adalah monokultur. Sistem penanaman tumpangsari merupakan penanaman tanaman lebih dari satu jenis pada lahan dan
waktu yang bersamaan. Pada sistem tumpangsari dapat mengurangi resiko gagal panen untuk komoditas yang ditanaman, mengurangi penyebaran serangan hama
dan penyakit, dan penutupan lahan cover crop lebih rapat karena tajuk atau morfologi daun lebih rapat.
Pemilihan Jenis Pupuk, Amelioran, dan Pestisida Pemilihan Jenis Pupuk
Pemupukan yang dilakukan oleh petani yaitu pemberian pupuk organik pupuk kandang dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik yang banyak digunakan
yaitu Urea, KCl, SP-36 dan NPK. Dosis pupuk kandang yang diaplikasikan yaitu 5 - 8 tonha, sedangkan dosis pupuk anorganik yaitu 100
– 400 kgha. Bahan organik yang dihasilkan pada saat panen sebaiknya dibuat bokashi dan
dikembalikan ke lahan pada saat pertanaman berikutnya. Dengan demikian dapat mengurangi pemakaian pupuk kandang dan pupuk anorganik.
Tabel 42. Matriks keputusan setiap alternatif pemilihan jenis pupuk untuk pertanaman hortikultura sayuran hasil perhitungan Metode Bayes
Alternatif Pemilihan Jenis Pupuk
Kriteria Nilai
Keputusan Peringkat
A B
C D
Pupuk Organik 5
5 3
3 4,0
2 Pupuk Anorganik Tunggal
5 4
4 3
4,0 2
Pupuk Anorganik Majemuk 4
4 4
4 4,0
2 Campuran organik anorganik
5 4
5 5
4,8 1
Bobot Kriteria 0,3 0,2 0,2 0,3
Keterangan : A = Harga B = Ketersediaan
C = Pengaruh terhadap tanah dan tanaman D = Produksi
189
Hasil dari matriks keputusan menggunakan metode Bayes Tabel 42 menunjukkan bahwa campuran pupuk organik dan pupuk anorganik menduduki
peringkat pertama, sedangkan penggunan pupuk organik saja, atau penggunaan pupuk anorganik tunggal atau majemuk berada pada posisi kedua. Penggunaan
pupuk kombinasi antara organik dan anorganik buatan sangat sesuai untuk pertanaman hortikultura sayuran. Pupuk organik sangat besar peranannya dalam
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, namun unsur hara yang terkandung di dalamnya belum mencukupi kebutuhan tanaman sehingga
diperlukan penambahan pupuk anorganik atau pupuk buatan.
Pemilihan Jenis Amelioran
Amelioran merupakan bahan yang diberikan ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Penggunaan amelioran kapur harus diberikan
karena hasil analisis tanah menunjukkan reaksi tanah di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori masam sampai sangat masam. Penambahan bahan organik pada
pertanaman hortikultura sayuran sangat diperlukan, karena fungsinya dapat memperbaiki porositas dan struktur tanah. Dengan demikian pertumbuhan akar
akan lebih baik, dan penyerapan unsur-unsur hara pun akan lebih baik. Tabel 43. Matriks keputusan setiap alternatif pemilihan jenis amelioran untuk
pertanaman hortikultura sayuran berdasarkan hasil perhitungan Metode Bayes
Alternatif Pemilihan Jenis Amelioran
Kriteria Nilai
Keputusan Peringkat
A B
C D
Pupuk Kandang 5
5 5
4 4,7
1 Kompos
2 3
5 4
3,4 4
Bokashi 3
3 5
5 4,0
3 Kapur
4 4
5 4
4,2 2
Bobot Kriteria 0,3
0,2 0,2
0,3 Keterangan : A = Harga
B = Ketersediaan C = Pengaruh terhadap tanah dan tanaman
D = Produksi
190
Hasil perhitungan dengan metode Bayes Tabel 43 menunjukkan bahwa jenis pupuk kandang sebagai amelioran menduduki peringkat satu, disusul kapur,
bokashi, dan kompos. Penggunaan pupuk kandang pada pertanaman hortikultura sayuran sangat besar peranannya karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, selain itu juga ditentukan oleh kemudahan memperoleh dan harga. Penggunaan amelioran kapur juga sangat diperlukan karena reaksi tanah di hulu
DAS Jeneberang statusnya masam. Penambahan kapur dapat menaikkan pH tanah.
Pemilihan Jenis Pestisida
Penanaman hortikultura sayuran sangat peka terhadap serangan hama dan penyakit. Kondisi lahan dimana relatif curah hujan tinggi, kelembaban tinggi,
dan kandungan bahan organik dalam tanah tinggi pupuk organik, memungkinkan tumbuh dan berkembang mikroorganisme patogen dan non
patogen. Sehingga serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya sangat rentan terjadi, oleh karena itu sangat dibutuhkan pestisida atau sejenisnya untuk
mencegah terjadinya serangan. Tabel 44. Matriks keputusan setiap alternatif pemilihan jenis pestisida untuk
pertanaman hortikultura sayuran berdasarkan hasil perhitungan Metode Bayes
Alternatif Pemilihan Jenis Pestisida
Kriteria Nilai
Keputusan Peringkat
A B
C D
E Pestisida organik
2 3
4 4
5 2,7
2 Pestisida anorganik
4 4
4 4
2 2,6
3 Pengendalian PHT
5 5
5 4
5 3,3
1 Bobot Kriteria
0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 Keterangan : A = Harga
B = Ketersediaan C = Kemampuan membasmi hama dan penyakit
D = Produksi
E = Efek residuramah lingkungan
191
Hasil perhitungan alternatif pemilihan jenis pestisida Tabel 44 dengan metode Bayes menunjukkan pengendalian hama terpadu PHT berada pada
peringkat pertama, selanjutnya pestisida organik pada peringkat kedua, dan pestisida anorganik pada peringkat ketiga. PHT memadukan berbagai metode
pengelolaan tanaman budidaya, dalam perpaduan yang paling efektif dalam mencapai stabilitas produksi, dengan dampak seminimal mungkin bagi manusia
dan lingkungan. PHT menggabungkan berbagai macam cara pengendalian hama, untuk mencegah kemungkinan terjadinya permasalahan hama, mengurangi jumlah
permasalahan hama jika sudah terjadi, menggunakan pengendalian alami untuk mengatasi permasalahan yang sudah terjadi.
b. Sub Model Pengendalian Erosi