Penerapan Teknologi pada Lahan di Dataran Tinggi

27 butir-butir hujan, danatau oleh kekuatan aliran permukaan. Sedangkan Wischmeier dan Mannering 1969 menyatakan erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung pada laju infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk bertahan terhadap penghancuran agregat serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, litologi, mineralogi dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah Veiche, 2002. Poesen 1983 menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya, yaitu erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Selanjutnya Hudson 1978 menyatakan bahwa selain sifat fisik tanah, faktor pengelolaan atau perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas tanah. Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air, dan sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan tanah Arsyad, 2006. Tanah dengan kandungan debu tinggi, liat rendah, dan bahan organik rendah adalah yang paling mudah tererosi.

2.5. Penerapan Teknologi pada Lahan di Dataran Tinggi

Indikasi penerapan teknologi pada lahan di dataran tinggi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu teknis, ekonomi dan sosial budaya. Pendekatan teknis ditekankan pada keberhasilan teknologi dalam meningkatkan produktivitas tanah dan atau tanaman tanpa merusak lingkungan. Pendekatan ekonomi menyoroti dukungan pasar, kemampuan permodalan, dan adanya peningkatan pendapatan. Pendekatan sosial budaya ditekankan pada akseptabilitas oleh petani dan tidak bertentangan dengan budaya bertani yang ada. Dengan demikian, 28 keberhasilan aplikasi teknologi dalam mendukung usahatani akan tergantung pada kesesuaian teknologi tersebut dengan kondisi agroekologi, ekonomi, dan sosial budaya Togatorop et al., 2005 Budidaya pertanian merupakan salah satu usaha yang sangat tergantung pada kondisi sumberdaya alam. Faktor-faktor sumberdaya alam yang berpengaruh terhadap budidaya pertanian disebut sebagai kondisi agroekologi. Indonesia mempunyai kondisi agroekologi yang sangat beragam. Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut, agroekologi Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu agroekologi dataran rendah 700 m dpl dan agroekologi dataran tinggi 700 mdpl. Menurut Oldeman, tipe iklim di Indonesia dibagi menjadi 5 yaitu tipe A apabila bulan basah 9 bulan, tipe B apabila bulan basah antara 7-9 bulan, tipe C apabila bulan basah antara 5-6 bulan, tipe D apabila bulan basah antara 3-4 bulan, dan tipe E apabila bulan basah 3 bulan Puslitanak, 1999. Berdasarkan tataguna lahan, lahan dapat dibagi menjadi 3 yaitu lahan kering, lahan rawa, dan sawah. Disamping keragaman tersebut, masih ada keragaman lain yang ditunjukkan antara lain oleh beragamnya jenis tanah termasuk didalamnya struktur tanah dan kesuburan tanah, dan topografi. Di Indonesia, sebagian besar unit lahan terletak di lahan kering beriklim basah dan ada pula di lahan kering beriklim kering. Di lahan kering beriklim basah didominasi oleh tanah-tanah Podsolik Merah Kuning dengan curah hujan 2.500-3.500 mm setahun atau bulan kering lebih dari delapan bulan. Tanah-tanah ini umumnya memiliki pH tanah yang rendah, ancaman erosi dan degradasi lahan yang tinggi, KTK tanah rendah, KB rendah, permeabilitas tanah rendah dan kandungan P dan bahan organik yang rendah Hardjowigeno, 2007. Sedangkan lahan rawa umumnya terkendala oleh tata air yang sulit dikendalikan, kesuburan tanah yang rendah, dengan kandungan unsur N, P dan K rendah, KB rendah, KTK sedang, kejenuhan alumunium tinggi dan pH tanah yang rendah Widjaja Adhi, 1987. Sebagian besar petani di daerah lahan berlereng menunjukkan kondisi ekonomi yang hampir serupa yaitu aksesibilitas ke fasilitas ekonomi seperti pasar, sumber sarana produksi, dan lembaga keuangan yang kurang baik, modal yang terbatas, dan pendapatan yang relatif rendah. Oleh sebab itu, teknologi yang 29 sesuai untuk diterapkan hendaknya mempunyai ciri menghasilkan komoditas yang mudah dipasarkan atau tahan simpan, memerlukan modal yang relatif murah dan peralatan yang sederhana, serta mampu meningkatkan pendapatan secara nyata. Mayoritas petani di lahan berlereng adalah petani kecil dengan ketersediaan modal kerja yang sangat terbatas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani hanya mengaplikasikan satu atau lebih komponen teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan permodalannya Soehardjan, 2001 Faktor jumlah tanggungan keluarga, luas penguasaan lahan dan status penguasaan lahan berkorelasi nyata dengan tingkat penerapan paket teknologi intensifikasi usahatani padi. Sedangkan faktor umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani dan tingkat ekspose teknologi berhubungan erat dengan tingkat penerapan paket teknologi usahatani padi. Petani peserta program intensifikasi lebih respon dalam menerima inovasi teknologi dibandingkan petani yang tidak mengikuti program intensifikasi. Tingkat penerapan sembilan paket teknologi usahatani padi sawah pada petani peserta program intensifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti program intensifikasi. Penerapan paket teknologi berperan dalam meningkatkan produktivitas, hal ini terbukti dari selisih rata-rata produksi dan selisih rata-rata penerimaan bersih yang diperoleh petani peserta program intensifikasi lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak mengikuti program intensifikasi. Demikian pula tingkat pendapatan petani peserta program intensifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti program intensifikasi. Hal ini diperkuat dengan tingginya nilai RC ration, BC ratio dan analisis anggaran parsial Halim, 2005. Petani di lahan dataran tinggi mempunyai budaya khas daerahnya. Budaya tersebut dapat berkaitan langsung dengan sistim usaha tani atau tidak sama sekali. Masuknya teknologi baru ke permukiman akan dapat bersinggungan dengan budaya baik secara langsung atau tidak. Persinggungan ini akan mendukung atau menolak teknologi baru tersebut. 30

2.6. Kelembagaan Usahatani