Kesimpulan PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG

130 Gambar 19. Pola penanaman tanaman dan pembuatan bedengan searah lereng yang diterapkan oleh petani hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang. Hasil perhitungan prediksi erosi yang terjadi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang Tabel 20 dengan kemiringan lereng 7 sampai 78 landai sampai sangat curam, dan panjang lereng 20 m sampai 150 m Tabel 19, menunjukkan bahwa prediksi erosi yang terjadi rata-rata melebihi erosi yang dapat ditoleransikan, kecuali satuan lahan PL1, PL4, dan SP1. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa untuk pengelolaan lahan yang memiliki lereng landai sampai sangat curam pada hulu DAS Jeneberang, teknologi konservasi yang diterapkan oleh petani masih sangat minim sehingga belum mampu menekan laju kerusakan lahan yang diakibatkan oleh erosi. Penanaman tanaman dan pembuatan bedengan yang dilakukan oleh petani yaitu searah lereng Gambar 19. Semakin besar kemiringan lereng maka semakin cepat aliran permukaan yang menyebabkan erosi semakin meningkat.

7.4. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik fisik tanah dan fisiografi lahan di hulu DAS Jeneberang yaitu struktur tanahnya remah, granuler, dan kubus membulat, tekstur tanah liat, liat berdebu, lempung berdebu, debu, dan lempung liat berdebu, kandungan C organik berkisar 1,32 – 4,55, permeabilitas berkisar 0,30 – 11,70 cmjam, kemiringan lereng berkisar 7 – 78, dan panjang lereng berkisar 20 – 150 m. 131 Hasil perhitungan prediksi erosi yang terjadi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa besarnya erosi berkisar 2,57 – 5.764,82 tonhatahun. Perhitungan tersebut diperoleh dari nilai erosivitas hujan yang berkisar 1398,60 – 1562,10, nilai erodibilitas tanah yang berkisar 0,04 – 0,58, nilai panjang dan kemiringan lereng yang berkisar 0,25 – 12,00, nilai vegetasi penutup tanah yang berkisar 0,1 – 0,8, dan nilai faktor pengelolaan lahan berkisar 0,4 – 0,9. Tingkat bahaya erosi TBE pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang yaitu lahan dengan TBE sangat berat paling luas arealnya yaitu 3.010,26 ha 29,37, lahan dengan tingkat bahaya erosi berat sekitar 2.836,67 ha 27,66, lahan dengan tingkat bahaya erosi sedang sekitar 2.026,05 ha 19,77, serta lahan dengan tingkat bahaya erosi ringan sekitar 2.377,64 ha 23,20 dari total luas lahan yang ditanami tanaman hortikultura. Perhitungan prediksi erosi yang terjadi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa erosi yang terjadi melebihi erosi yang dapat ditoleransikan, kecuali satuan lahan di PL1, PL4, dan SP1. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa untuk pengelolaan lahan yang memiliki kemiringan lereng landai sampai sangat curam pada hulu DAS Jeneberang, teknologi konservasi yang diterapkan oleh petani masih sangat minim sehingga belum mampu menekan laju kerusakan lahan yang diakibatkan oleh erosi. 133

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG

DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan pangan dari sayur-mayur sampai aliran air bersih dari Waduk Bili-Bili bagi daerah sekitarnya dikarenakan keadaan alamnya. Kabupaten dengan luas wilayah sekitar 1.883,3 km 2 ini memiliki enam gunung dan yang tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng BPS Kabupaten Gowa, 2008. Daerah ini juga dilalui Sungai Jeneberang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata dibangun Waduk Bili-Bili. Keuntungan alam ini menjadikan Kabupaten Gowa kaya akan bahan galian, di samping tanahnya subur. Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya adalah sektor pertanian. Pekerjaan utama penduduk Kabupaten Gowa adalah bercocok tanam atau bertani. Kecamatan-kecamatan yang berada di dataran tinggi di hulu DAS Jeneberang seperti Kecamatan Parangloe, Kecamatan Bungaya, dan terutama Kecamatan Tinggimoncong merupakan sentra penghasil buah-buahan dan sayur-mayur. Buah-buahan yang banyak dibudidayakan adalah rambutan, mangga dan pisang. Sedangkan sayuran yang paling banyak dibudidayakan adalah kentang, kubis, sawi, bawang daun, dan buncis. Hasil panen sayur-sayuran pertahun melebihi 5.000 ton. Sayuran dari Kabupaten Gowa mampu memenuhi pasar Kota Makassar dan sekitarnya, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan dan Maluku melalui Pelabuhan Pare-Pare dan Pelabuhan Mamuju BPS Kabupaten Gowa, 2010. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka usahatani hortikultura makin berkembang dan tidak terkendali serta tidak mempertimbangkan kondisi lahan curah hujan, elevasi, dan tingkat kemiringan lereng. Bahkan pertanaman hortikultura berkembang sampai ke perbukitan dan daerah resapan air, sehingga tingkat erosi semakin meningkat. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Sehubungan dengan hal tersebut, timbul pertanyaan apakah usahatani hortikultura di hulu DAS Jeneberang dapat berkelanjutan. Usahatani berkelanjutan