Kesimpulan EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

76 Lahan kelas VI penggunaanya untuk pertanian dibatasi oleh faktor penghambat erosi e karena kondisi kemiringan lerengnya yang cukup curam. Penggunaan lahan kelas VI adalah dapat ditanami tanaman tahunan dengan tanaman penutup tanah yang baik, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai padang rumput yang tidak intensif, hutan produksi, dan hutan lindung. Apabila penggunaannya untuk tanaman tahunan maka perlu diterapkan usaha-usaha konservasi tanah untuk meminimalkan terjadinya erosi seperti pembuatan teras bangku atau teras individu.

5.4. Kesimpulan

Lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang terdiri dari 55 satuan lahan, 28 satuan lahan dengan luasan 31.019,60 ha yang dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura. Ada 20 satuan lahan dengan luasan 16.177,60 ha terdapat pada dataran tinggi zona agroekologi elevasi ≥700 m dpl dan dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura sayuran, dan 8 satuan lahan dengan luasan 14.842 ha terdapat pada lahan dataran rendah zona agroekologi elevasi 700 m dpl dan dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura buah-buahan. Karakteristik fisik lahan di hulu DAS Jeneberang yaitu kondisi lerengnya landai sampai curam, erosi yang terjadi ringan sampai berat, kedalaman efektif tanah dangkal sampai sedang, tekstur tanah halus sampai sedang, permeabilitas tanah lambat sampai agak cepat, drainase agak baik sampai baik, ketersediaan air sedang sampai baik, batuan dipermukaan sedikit sampai sedang, dan batuan tersingkap tidak ada sampai sedikit. Kelas kemampuan lahan di hulu DAS Jeneberang terdiri dari lima kelas. Lahan kelas II memiliki faktor pembatas drainase subkelas IIw dan faktor pembatas hambatan daerah perakaran subkelas IIs. Lahan dengan kelas kemampuan III memiliki faktor pembatas drainase subkelas IIIw, faktor pembatas hambatan daerah perakaran subkelas IIIs, dan faktor pembatas bahaya erosi subkelas IIIe. Lahan dengan kelas kemampuan IV memiliki faktor pembatas bahaya erosi subkelas IVe. Lahan dengan kelas kemampuan VI memiliki faktor pembatas bahaya erosi subkelas VIe. Lahan dengan kelas kemampuan VII memiliki faktor pembatas bahaya erosi subkelas VIIe. Luas kawasan hutan lindung pada hulu DAS Jeneberang adalah 1.676,36 ha, luas kawasan hutan produksi adalah 9.408,49 ha, luas kawasan hutan produksi 77 terbatas adalah 6.077,28 ha, luas kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata adalah 3.483,55 ha, dan luas kawasan sebagai areal penggunaan lain adalah 10.374,91 ha. Kemampuan lahan pada areal penggunaan lain APL yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura adalah kelas kemampuan II faktor pembatas w dan s, kelas kemampuan III faktor pembatas w, s, dan e, dan kelas kemampuan IV faktor pembatas e. 79

VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG

6.1. Pendahuluan

Tanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran merupakan tanaman komoditas unggulan di Kabupaten Gowa yang bisa mendatangkan devisa bagi pendapatan asli daerah PAD. Tanaman hortikultura merupakan salah satu penyumbang pendapatan asli daerah PAD terbanyak di Kabupaten Gowa. Sekitar 40 persen PAD pada tahun 2010 berasal tanaman tersebut BPS Kab. Gowa, 2010. Tanaman hortikultura memiliki prospek yang baik, karena banyak dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Bagian hulu DAS Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa memiliki potensi untuk pengembangan pertanian khususnya tanaman hortikultura. Luas lahan kering di Kabupaten Gowa mencapai 143.047 ha dan hanya sekitar 32.173 ha yang merupakan tanah sawah. Ada 25,7 dari luas lahan kering dimanfaatkan untuk tegalan dan ladang yang merupakan lahan berpotensi untuk pengembangan pertanian hortikultura BPS Kab. Gowa, 2008. Tipologi lahan dimanfaatkan secara optimal. Mengacu pada potensi lahan dan pengembangan wilayah, maka perlu dikembangkan prioritas komoditas pertanian khususnya tanaman hortikultura yang berbasis agroekologi. Peningkatan produksi tanaman hortikultura memerlukan penerapan teknologi budidaya yang tepat, perbaikan mutu produksi, dan peluang pasar dengan tetap mengacu pada kesesuaian lahan dan iklim berdasarkan agroekologinya. Produktivitas tanaman hortikultura tergantung pada kualitas lahan yang ditanami. Jika ada pemilihan lahan pada awal penanaman tanaman yang tidak produktif tidak disisihkan, maka akan terjadi kerugian finansial yang cukup besar. Penentuan jenis budidaya tanaman hortikultura yang sesuai untuk ditanami pada suatu lahan tertentu dapat dilakukan dengan membandingkan data-data yang ada di lapangan biofisik lahan dengan kriteria persyaratan tumbuh untuk tanaman hortikultura tertentu. Keberhasilan penanaman suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi biofisik lokasi yang akan ditanami. Seberapa jauh tingkat kesesuaiannya tergantung dari kecocokan antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kondisi biofisik lokasi penanaman Bydekerke et al., 1998. Kondisi biofisik yang tidak