Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Agroekologi

31 kerja, kelembagaan penyedia lahan dan air irigasi, kelembagaan pengolahan hasil pertanian, kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan kelembagaan penyedia informasi.

2.7. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Agroekologi

Areal panen merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur peubah iklim, fisiografi dan jenis tanah Hendayana, 2003. Zona agroekologi ZAE merupakan salah satu cara dalam menata penggunaan lahan melalui pengelompokan wilayah berdasarkan kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Di dalam konsep agroekologi, teknologi ditempatkan sebagai suatu alat untuk meningkatkan kapasitas produksi komoditas pada agroekologi tertentu. Ketiga peubah pembentuk utama agroekologi tersebut merupakan peubah yang sulit berubah, sehingga suatu wilayah yang dikelompokkan ke dalam wilayah agroecological zone AEZ sebagai basis pengembangan suatu komoditas dengan teknologi sebagai instrumennya merupakan sesuatu yang mempunyai dasar Amien, 1997. Zona agroekologi dalam pengertian sumber daya lahan merupakan interaksi antar komponen lahan iklim, hidrologi, topografi, tanah dengan kegiatan pertanian yang ada di dalamnya. Dengan tersedianya data iklim, tanah, dan terain berikut hasil interpretasinya dari setiap zona agroekologi, penyusunan rakitan alih teknologi pertanian akan dapat dilakukan secara akurat. Petani yang mengusahakan lahannya pada zona agroekologi yang sama akan memiliki persamaan persepsi, baik di dalam mengelola lahan dan mengatasi permasalahan, maupun dalam hal memenuhi kebutuhan masukan dan teknologinya FAO, 1996 dalam Djaenudin, 2007. Keragaman penggunaan lahan dan kegiatan pertanian di suatu wilayah akan terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi agroekologi yang berkaitan dengan aspek iklim dan tanah sebagai penentu terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman Conway, 1987 . Melalui analisis karakteristik biofisik dan sosial ekonomi masyarakat maka dasar pertimbangan yang dipakai dalam mengimplementasikan konsep pembangunan pertanian berbasis agroekologi di suatu wilayah dapat dikembangkan berdasarkan karakteristik topografi wilayah. 32 Berkaitan dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian, analisis kualitas dan karakteristik lahan spesifik lokasi dari setiap zona agroekologi merupakan penentu keberhasilan pengembangan komoditas pertanian Djaenudin et al ., 2003. Data yang berhubungan dengan kebutuhan masukan dan teknologi, serta keluaran yang akan dihasilkan pada tingkat manajemen tertentu merupakan parameter untuk evaluasi lahan secara ekonomi Rossiter and Van Wambeke, 1997. Persyaratan penggunaan lahan menurut FAO 1983, dalam Djaenudin et al., 2003 yang digunakan dalam evaluasi lahan mencakup aspek persyaratan agroekologi, manajemen, penyiapan lahan dan konservasi. Komoditas pertanian yang diusahakan pada agroekologi yang paling sesuai dengan persyaratan tumbuhnya akan mampu berproduksi optimal dengan kualitas prima hanya dengan memerlukan masukan yang relatif rendah, sehingga produk yang dihasilkan akan mampu berdaya saing. Data dan informasi potensi sumber daya lahan dari setiap zona agroekologi yang tidak hanya disajikan dalam bentuk tabular, tetapi juga dalam bentuk spasial peta akan mudah digunakan oleh perencana dan pengambil kebijakan dalam menyusun program pengembangan wilayah, dalam hal ini tidak hanya untuk sektor pertanian, tetapi juga untuk sektor lainnya yang berkepentingan dengan ruang. Dari data spasial akan dapat diketahui secara pasti keberadaan lahan yang berpotensi maupun yang bermasalah termasuk berbagai kendala yang harus diatasi. Demikian pula kebutuhan masukan untuk mengatasi berbagai faktor pembatas yang ada pada setiap satuan agroekologi akan dapat diketahui Djaenudin et al., 2003. Pembangunan pertanian berbasis agroekologi pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan nasional perlu menempatkan pembangunan pertanian berbasis agroekologi dalam suatu hierarki pembangunan, dengan sistem produksi pertanian sebagai hierarki paling kecil dalam pembangunan. Hal ini penting agar kebijakan yang diambil pemerintah untuk memberikan dukungan pembangunan pertanian dalam bentuk masukan produksi dapat efektif dan efisien. Agar sektor pertanian mampu memberikan kontribusi dalam kualitas pertumbuhan yang memadai maka bentuk masukan perlu dimulai dari sistem 33 produksi pertanian dari hierarki yang paling kecil. Dengan pemikiran bahwa masyarakat petani yang relatif masih menghadapi berbagai bentuk keterbatasan dalam proses pertumbuhan bisa ditempatkan sebagai subyek, dan bukan hanya sebagai obyek atau penerima pelayanan sosial proses pertumbuhan. Perubahan ini akan membuat pertumbuhan menjadi berkelanjutan dan pada gilirannya mampu mendorong pembangunan sosial ekonomi yang dipicu dari masyarakat sebagai pelaku produksi pertanian Susanto, 2006. Terwujudnya sistem usahatani berkelanjutan di lahan pegunungan atau berlereng, yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan dan air. Untuk mendukung usahatani ini, perlu dilakukan pengembangan teknologi yang berwawasan lokal dan berkelanjutan. Aplikasi teknologi ini harus dilakukan sejak awal penempatan untuk menghidari terjadinya kesalahan dalam menata lahan, memilih komoditas dan memilih cara budidaya. Pengembangan teknologi lokal di kawasan berlereng diawali dengan proses pemilihan teknologi, dilanjutkan dengan diseminasi teknologi. Pemilihan teknologi tepat guna perlu dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Mempelajari kondisi fisik lokasi antara lain iklim, tanah, topografi, dan elevasi. Salah satu panduan dapat menggunakan peta agroekologi yang disusun oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP yang ada di setiap provinsi. b. Memilih sistem penggunaan lahan dan komoditas yang sesuai. Peta komoditas unggulan yang sudah disusun BPTP setempat dapat digunakan sebagai salah satu panduan. c. Mempelajari aksesibilitas, pemasaran, ketersediaan sarana produksi dan peralatan. d. Mempelajari kondisi sosial ekonomi masyarakat termasuk kemampuan dalam membiayai penerapan teknologi, jenis-jenis komoditas yang sudah dikembangkan, teknologi yang sudah dikembangkan dan ketrampilan yang dimiliki. 34

e. Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memilih teknologi