60
kelas I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai VIII. Lahan pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang
baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan. Lahan pada kelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon atau vegetasi
alami. Lahan kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007.
Pengelompokan ke dalam subkelas didasarkan atas jenis faktor penghambat atau ancaman. Terdapat empat jenis penghambat utama atau ancaman
yaitu ancaman erosi e, ancaman kelebihan air w, pembatas perkembangan akar s, dan pembatas iklim c Arsyad, 2006. Hambatan atau ancaman yang
disebabkan oleh bahaya erosi, kelebihan air, pembatas perkembangan akar kedangkalan tanah, batuan dipermukaan, kapasitas menahan air yang rendah,
salinitas atau kandungan garam, yang dapat dirubah atau sebagian dapat diatasi dan merupakan pembatas yang didahulukan dari pada iklim dalam menentukan
subkelas, dan subkelas diberikan tanda e, w atau s. Tanah-tanah yang tidak ada pembatas kecuali iklim ditandai dengan subkelas c. Matriks kriteria klasifikasi
kemampuan lahan disajikan pada Tabel Lampiran 5.
5.3. Hasil dan Pembahasan
5.3.1. Zona Agroekologi Berbasis Elevasi di Hulu DAS Jeneberang
Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat
diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah, dan tanah. Karena paling sulit
dimodifikasi, iklim merupakan peubah yang paling dominan. Iklim dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor iklim utama yang berhubungan erat
dengan keragaman tanaman yaitu suhu dan curah hujan Badan Litbang Pertanian, 1999. Untuk daerah hulu DAS Jeneberang, suhu dibagi menjadi panas yang
biasanya diperoleh pada ketinggian di bawah 700 m dpl dan sejuk untuk daerah dengan ketinggian lebih tinggi dari 700 m dpl sampai sekitar 2.787 m di atas
permukaan laut pengamatan suhu dilakukan di dua zona namun tidak mendetail sehingga tidak ada pembahasan tentang hal tersebut.
61
Pembagian zona agroekologi berbasis elevasi 700 m dpl dan ≥ 700 m
dpl di hulu DAS Jeneberang didasarkan pada perbedaan iklim suhu dan curah hujan yang berhubungan dengan dominansi tanaman hortikultura. Data curah
hujan 10 tahun terakhir terdapat pada Tabel Lampiran 20 dan 21. Sedangkan pengamatan suhu dilakukan hanya selama penelitian di lapang berlangsung hanya
untuk mengetahui perbedaan suhu pada dua zona agroekologi. Pada zona agroekologi dengan elevasi 700 m dpl, tanaman hortikultura yang dominan
ditanam atau diusahakan oleh petani adalah buah-buahan seperti rambutan, mangga, durian, pisang, jeruk, dan lain-lain. Sedangkan pada zona agroekologi
≥ 700 m dpl, tanaman hortikultura yang dominan ditanam oleh petani adalah
sayuran seperti kentang, kubis, bawang daun, tomat, buncis, sawi, wortel, dan lain sebagainya. Peta penyebaran masing-masing zona agroekologi di hulu DAS
Jeneberang disajikan pada Gambar 4.
5.3.2. Satuan Lahan pada Setiap Zona Agroekologi di Hulu DAS