Analisis Komoditas Unggulan Hortikultura di Hulu DAS Jeneberang

84 berdasarkan kualitas dan sifat-sifat lahan yang menjadi faktor pembatas terberat Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan berpedoman pada kriteria yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Djaenudin et al., 2000 sebanyak 13 faktor, yaitu temperatur, curah hujan, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK, kejenuhan basa, pH, C-organik, lereng, bahaya erosi, dan batuan dipermukaan.

6.3. Hasil dan Pembahasan

6.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Hortikultura di Hulu DAS Jeneberang

Penentuan komoditas unggulan suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisien untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar Syafaat dan Supena, 2000. Kondisi sosial ekonomi mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kebiasaan petani setempat. Menurut Hood 1998 dalam Hendayana 2003, LQ adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Metode LQ merupakan salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menginisiasi komoditas unggulan. Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, teknik LQ relevan digunakan sebagai metoda dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi penawaran produksi atau populasi. Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman hortikultura, 85 perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian areal tanam atau areal panen, produksi atau produktivitas. Hasil perhitungan nilai LQ Location Quotient dalam penentuan komoditas unggulan hortikultura buah-buahan Tabel 12 dan sayuran Tabel 13 pada daerah hulu DAS Jeneberang. Tabel 12. Nilai LQ komoditas hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, Kecamatan Parangloe No. Jenis Komoditas Jumlah Tanaman Kabupaten pohon Jumlah Tanaman Kecamatan pohon Nilai LQ 1. Rambutan 169.049 126.197 1,77 2. Mangga 116.310 95.067 1,72 3. Pisang 406.828 282.145 1,46 4. Durian 36.605 18.754 1,08 5. Jeruk 20.706 5.087 0,52 6. Nangka 91.307 30.051 0,69 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, diolah. Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa untuk komoditas hortikultura buah-buahan, komoditas rambutan 1,77, mangga 1,72, pisang 1,46, dan durian 1,08 mempunyai nilai LQ lebih dari 1, sedangkan jeruk 0,52 dan nangka 0,69 nilainya kurang dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas rambutan, mangga, pisang dan durian merupakan komoditas unggulan yang menjadi basis sumber pertumbuhan dan memiliki keunggulan komparatif. Komoditas rambutan mempunyai nilai LQ paling tinggi artinya komoditas ini yang paling unggul dibanding komoditas lainnya. Sedangkan komoditas jeruk dan nangka merupakan komoditas non basis. Komoditas unggulan hortikultura sayuran Tabel 13 menunjukkan bahwa kentang 2,75, kubis 2,41, bawang daun 1,80, wortel 2,70, dan sawi 1,92 mempunyai nilai LQ lebih besar dari 1, sedangkan tomat 0,23 mempunyai nilai LQ lebih kecil dari 1. Komoditas kentang, kubis, bawang daun, wortel, dan sawi merupakan komoditas basis yang merupakan sumber pertumbuhan dan memiliki keunggulan komparatif. Komoditas kentang memiliki nilai LQ paling tinggi yaitu 2,75 dibandingkan komoditas lainnya, artinya komoditas kentang merupakan 86 komoditas hortikultura sayuran yang paling unggul di daerah hulu DAS Jeneberang. Sedangkan komoditas tomat merupakan komoditas non basis di daerah ini. Menurut Rusastra et al., 2002 dalam Hendayana, 2003, menjelaskan bahwa yang dimaksud komoditas basis adalah komoditas yang hasilnya dari suatu masyarakat baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Konsep efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Tabel 13. Nilai LQ komoditas hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, Kecamatan Tinggi Moncong No. Jenis Komoditas Luas Tanam Kabupaten ha Luas Tanam Kecamatan ha Nilai LQ 1. Kentang 970 902 2,75 2. Kubis 337 298 2,41 3. Bawang Daun 756 500 1,80 4. Wortel 109 108 2,70 5. Sawi 307 216 1,92 6. Tomat 310 26 0,23 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, diolah. Selain komoditas unggulan di atas, di daerah hulu DAS Jeneberang terdapat komoditas khas daerah ini yaitu markisah dan avokad. Tanaman markisah dikembangkan petani di Kecamatan Tinggi Moncong sampai tahun 1990 an, setelah itu harga komoditas markisah turun sehingga petani beralih menanam tanaman sayuran.

6.3.2. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah dan Status Kesuburan Tanah