Program Bimas Masa Orde Baru

76 ekonomi yang mengarah pada strategi industrialisasi secara besar -besaran Arifin, 2004. Beberapa keberhasilan dan kegagalan pembangunan pertanian yang telah dicatat pada masa orde baru tidak terlepas pada beberapa paket program kebijakan yang telah dirumuskan, paket program kebijakan tersebut antara lain dijelaskan sebagai berikut :

1. Program Bimas

Khusus untuk program Bimas, nama yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan dalam hal-hal berikut ini : 1 latar belakang pembentukan atau perubahannya, 2 pengorganisasian, 3 target dan realisasinya, 4 penyaluran sarana produksinya, 5 pengembalian kredit, dan 6 sistem penyuluhannya. Bimas Nasional disebut demikian karena untuk pertama kalinya program Bimas diterapkan secara besar -besaran, sedang kan Bimas Gotong Royong merujuk kepada penyelenggaraannya yang merupakan kerja sama antara pemerintah dengan perusahaan swasta asing yang menghasilkan obat-obatan untuk manusia, hewan dan tanaman. Kerjasama ini terutama dalam pendanaannya karena keterbatasan dana yang tersedia untuk mencapai target produksi. Oleh karena itulah dikenal Bimas CIBA, Bimas COOPA, Bimas HOECHST dan Bimas MITSUBISHI. Bimas Gotong Royong dimulai pada MT 19681969. Mulai MT 19701971 mulai diselenggarakan Bimas Nasional yang disempurnakan. Pada Bimas ini kelemahan-kelemahan yang terdapat pada Bimas Gotong Royong dicoba diperbaiki. Penyempurnaan itu diantaranya adalah : 1 penempatan tenaga penyuluh lapangan lulusan SPMA diperbanyak sehingga setiap kecamatan memilikinya, seorang penyuluh mencakup areal 600 - 1000 ha 77 sawah yang biasa disebut wilayah unit desa, 2 pelayanan kredit melibatkan aparat bank, dalam hal ini Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Desa dan Iangsung diberikan kepada petani perorangan, 3 mendirikan kios-kios pelayanan sarana produksi untuk setiap wilayah unit desa, dan 4 memperhatikan pengolahan hasil dan pemasarannya. Keempat unsur ini biasa disebut catur sarana yang kemudian ditampung dalam suatu badan usaha yang dikenal dengan Badan Usaha Unit Desa BUUD. Dengan keberhasilan peningkatan produksi pangan terutama padi melalui Bimas ini maka kemudian tahun 1969 dibentuk Badan Pengendali Bimas di tingkat Departemen Pertanian. Untuk daerah tingkat satu dan dua masing-masing dibentuk Badan Pembina Bimas dan Badan Pelaksana Bimas. Berkat kerja keras yang lama maka pada tahun 1984 tercapailah swasembada beras. Intensifikasi tanaman padi pun semakin luas arealnya sehingga muncul istilah Inmas disamping Bimas itu sendiri. Periode tahun 1974 - 1985 areal Inmas terus meningkat dan Bimas cenderung menurun Silitonga, et al, 1995.

2. Intensifikasi Khusus dan Supra Insus