80 Sektor pertanian jelas memerlukan langkah nyata untuk merangsang
investasi, meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di dalam negeri dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di
sektor pertanian adalah suatu keharusan apabila sistem agribisnis yang berkerakyatan lebih modern, mengikuti irama desentralisasi dan responsif
terhadap perubahan global memang akan dijadikan prioritas. Namun, kebijakan desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah yang seharusnya membawa
kesejahteraan pada masyarakat, ternyata hanya menimbulkan euphoria politik berupa perubahan kewenangan kelompok elite di daerah.
2. Fase Transisi dan Desentraliasi
Fase transisi politik dan desentralisasi ekonomi saat ini memang tidak terlalu jelas bagi segenap pelaku ekonomi Indonesia. Paket kebijakan
desentralisasi ekonomi yang tertuang dalam Undang -undang nomo r 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi dalam Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004 masih menjadi teka-teki bagi sektor
pertanian Indonesia. Ketika kewenangan daerah menjadi besar, sementara masyarakat di daerah masih mencari bentuk tatanan ekonomi, politik, dan sistem
kontrol belum terbangun dengan baik, maka kewenangan yang baru tersebut bisa jadi justru akan membawa ke arah penurunan kinerja pembangunan.
Pembangunan pertanian pada fase desentralisasi ekonomi perlu diterjemahkan menjadi peningkatan basis kemandirian daerah yang secara teoritis
dan empiris mampu mengalirkan dan bahkan menciptakan dampak ganda aktivitas ekonomi yang lain di daerah. Otonomi daerah perlu diterjemahkan
sebagai kewenangan di daerah untuk lebih leluasa melakukan kombinasi strategi
81 pemanfaatan suatu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang ada di
suatu daerah otonom, khususnya dalam kerangka pembangunan pertanian dan sektor ekonomi lain pada umumnya.
4.2. Dinamika Kebijakan Pembangunan Pertanian Indonesia
4.2.1. Arah Kebijakan Pembangunan Pertanian
Tujuan pembangunan pertanian pada masa orde lama lebih dititik beratkan pada peningkatan produksi pangan dengan menggunakan instrumen penyuluhan
pertanian sebagai ujung tombak penerapan kebijakan. Sementara pada masa orde baru secara konseptual dapat dilihat pada setiap Repelita. Apabila diperhatikan
secara seksama, unsur yang dikandung pada setiap Repelita mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan saat itu. Namun demikian dapat dilihat bahwa dalam lima Repelita terakhir terdapat unsur-unsur tujuan yang d ipertahankan, yaitu meningkatkan
produksi pertanian, memperluas kesempatan kerja dan produksi yang berorientasi kepada ekspor.
Selain dari ketiga unsur tujuan, pada masing-masing Repelita mengalami peru bahan sebagai berikut
1. Repelita I tujuannya masih sangat sederhana yang berkisar pada peningkatan pro duksi beras, melakukan diversifikasi tanaman ekspor dan
memperluas kesempatan kerja. 2. Pada Repelita II tujuan pembangunan diperluas, yaitu selain ketiga unsur
di atas, ditambah juga dengan unsur lainnya meliputi peningkatan kemampuan petani dan neIayan dalam berproduksi, meningkatkan bahan
pertanian yang dapat mendukung perkembangan industri dan meningkatkan