Kontribusi Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan

98 kelompok kecil dari masyarakat miskin. Semboyan mereka adalah memberi kail bukan sekedar ikan. Generasi ketiga mulai berinteraksi dengan pembuat kebijaksanaan, dan berperan sebagai semacam konsultan untuk berbagai program yang memerlukan dukungan swadaya masyarakat. Gen erasi keempat menggerakkan keprihatinan publik dengan melakukan kampanye tentang lingkungan hidup, hak-hak konsumen atau hak-hak asasi manusia.

4.2.4. Kontribusi Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan

Ekonomi Menurut Herliana 2004, pembangunan sektor pertanian memberikan dampak yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan produktivitas dan penciptaan kapital terhadap perekonomian Indonesia, karena 1 pembangunan sektor pertanian memberikan dampak paling besar terhadap gross output dan value added , 2 sektor pertanian memiliki keterkaitan yang paling tinggi dengan peningkatan produksi sektor-sektor kegiatan produksi lainnya, dan 3 sektor pertanian mempunyai pengaruh paling besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, khsusunya yang berada di daerah pedesaan. Dampak pembangunan di sektor pertanian terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dampak tidak langsung menunjukkan bahwa pembangunan di sektor pertanian akan memiliki pengaruh terhadap kenaikan gross output, value added , kegiatan produksi di sektor lainnya, dan pendapatan masyarakat, jika pembangunan di sektor ini berjalan melalui proses dan kegiatan yang sinergis dengan sektor-sektor lainnya. Ada beberapa fakta empiris yang membuat para pelaku pasar selalu undervalue terhadap sektor pertanian. Hal ini disebabkan oleh kontribusi atau 99 pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto PDB hampir diseluruh negara mengalami penurunan. Di negara-negara miskin, data Bank Dunia menunjukkan bahwa pangsa sektor pertanian terhadap PDB menurun dari sekitar 60 persen pada tahun 1965 menjadi sekitar 28 persen pada tahu 2000. Demikian pula dengan kelompok negara middle-income, persentase di atas menurun dari 22 persen menjadi 16 persen atau negara maju, angka penurunannya tercatat dari 5 persen menjadi 2 persen untuk periode 1965-2000. Di Indonesia, penurunan itu juga terekam dalam data Badan Pusat Statistik BPS yang menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian juga mengalami penurunan, dari sekitar 50 persen pada tahun 1960-an, 20.2 persen pada tahun 1988, turun menjadi 17.2 persen pada tahun 1996, dan hanya 17 persen pada tahun 2000. Secara lebih lengkap bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pangsa Sektor Pertanian Dalam Struktur Ekonomi Indonesia persen 1965 1975 1985 1995 2000 Pertanian 57.1 30.2 22.9 17.1 17.0 Industri 12.5 33.5 35.3 41.8 47.0 Struktur Ekonomi Jasa 31.4 36.3 42.8 41.1 36.0 Pertanian - 62 56 48 46 Pangsa Tenaga Kerja Sektor lain - 38 44 52 54 Impor makanan 11 17 11 15 17 Pangsa Perdagangan Ekspor brg primer 65 24 16 18 12 Konsumsi total - 74 72 68 68 Konsumsi persen PDB Pangsa bhn pangan - 38 30 33 33 Subsidi pupuk - - 4.4 1.6 0.7 Investasi Pertanian Pertanian irigasi - - 18.1 10.2 10.4 Penurunan pangsa itu merupakan fenomena alamiah biasa. Makin berkembang suatu negara, maka akan makin kecil kontribusi sektor pertanian atau 100 sektor tradisional dalam PDB. Penjelasan tentang proses penurunan kontribusi ini dapat dirunut pada Hukum Engle, yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, maka proporsi pengeluaran terhadap bahan-bahan makanan yang secara umum diproduksi sektor pertanian akan semakin menurun. Dalam istilah ekonomi, elastisitas permintaan terhadap makanan lebih kecil dari satu inelastis, sehingga peningkatan permintaan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap barang -barang hasil sektor industri dan jasa Arifin, 2004. Namun, apabila penurunan pangsa di atas memunculkan persepsi bahwa sektor pertanian menjadi tidak penting dalam proses pembangunan, maka pendapat tersebut perlu ditinjau ulang. Apalagi pengembangan sektor industri dan jasa yang sering diklaim sebagai representasi sektor modern dan masyarakat kota itu dibangun dengan basis paradigma konglometarif. Maka, dengan meninggalkan sektor pertanian akan berakibat semakin membuat keterpurukan kelompok miskin khususnya di pedesaan.

4.3. Kemiskinan di Indonesia

Mengulas tentang kemiskinan di Indonesia bisa dilihat dari tren umum antar tahun. Bila dilihat dari perkembangan dan penyusutan jumlah orang miskin dari sisi tren umumnya, dimulai dari tahun 1976 sampai tahun 2002. Antara tahun tahun 1976-1996 tersebut, tingkat kemiskinan mengalami tren menurun. Penurunan tingkat kemiskinan yang sangat cepat, terjadi antara tahun 1976 – 1980. Pada masa tahun tersebut, penurunan tingkat kemiskinan di desa lebih cepat dari pada di kota. Sedangkan untuk tahun 1980-1996, penurunan tingkat