Perbedaan antara penelitian yang relevan di atas dengan penelitian ini salah satunya terletak pada setting penelitian.
2.3 Kerangka Berpikir
Siswa SD yang pada umumnya berada pada usia 7-12 tahun telah memasuki tahap operasional konkret dan memasuki periode sensitif. Pada tahap ini, anak
memiliki kemampuan berpikir yang bersifat holistik, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan memiliki keinginan untuk berkelompok. Kemampuan berpikir
anak yang holistik membuat anak akan lebih mudah menerima informasi bila menggunakan objek dan aktivitas nyata atau berkelompok. Maka dari itu, dalam
pembelajaran dibutuhkan kegiatan atau aktivitas yang sesuai dengan tahap
perkembangan siswa.
Modern ini, penyampaian matapelajaran IPA di Sekolah Dasar masih
kurang baik dari pembelajaran IPA yang semestinya. Siswa masih berada di level mampu mengingat fakta, dan hukum-hukum pengetahuan alam saja. Siswa
cenderung lebih terbiasa untuk menghafal materi secara mandiri sehingga kemampuan berpikir ilmiah masih rendah atau kurang memadai. Siswa biasanya
mengerjakan tugas secara mandiri sehingga apabila siswa kurang memahami suatu materi maka pengetahuannya akan berkurang pula atau siswa akan kesulitan
dalam belajar. Hal tersebut juga menyebabkan prestasi belajar siswa juga menurun, karena siswa kurang mendapat dukungan, kurang berbagi pengetahuan
dengan teman, apabila berbagi pengetahuan maka siswa akan memilih-milih teman yang disukainya saja.
Di kelas ketika peneliti mengamati siswa kurang terbiasa bekerja dalam kelompok, karena guru lebih banyak ceramah di kelas lalu memberikan tugas dan
mengerjakan secara mandiri tanpa memberikan kasus untuk dianalisis bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Sekalipun membentuk kelompok guru kurang
memerhatikan komposisi siswa, bahkan siswa diminta untuk memilih sendiri. Akibatnya, ketika masuk ke dalam kelompok siswa tidak akan serius dalam
bertukar pemahaman materi, diskusi, mengerjakan tugas, menghargai sesama, namun siswa akan cenderung akan ramai. Siswa kurang bisa fokus dengan
instruksi yang diberikan guru, sehingga mempengaruhi prestasi belajar siswa menjadi kurang baik.
Disisi lain peranan guru juga sangat penting dalam menentukan kerja dalam kelompok ini, selain menunjang perkembangan penguasaan materi, siswa
juga akan belajar menghargai pendapat orang lain, membenarkan yang kurang tepat, saling bertukar pengetahuan. Sehingga siswa akan mendapatkan
pengetahuan serta pemahaman yang kompleks baik dari guru maupun dari teman. Bekerja dalam kelompok sesuai dengan komposisi yang heterogen, akan membuat
siswa lebih banyak melakukan interaksi antar anggota kelompok tanpa harus membeda-bedakan satu sama lain, namun saling membantu untuk menguasai
materi sehingga mendapatkan skor yang tinggi dalam ujian. Dari masalah tersebut, peneliti akan melakukan sebuah Penelitian
Tindakan Kelas PTK dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pelajaran IPA. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
di kelas akan lebih efektif dan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, serta
anggota bisa berbagi pengetahuan dalam kelompoknya, saling bertanya jawab, saling menghargai, membantu apabila ada anggota kelompok yang kurang
memahami materi atau keliru dalam menjelaskan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dilakukan dengan cara saling bertatap muka, individu-individu
dalam kelompok bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mereka juga memaksimalkan pembelajaran dirinya dan rekan-rekannya. Jika STAD digunakan
dalam pembelajaran IPA, maka dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV A SD Negeri Nanggulan Depok.
Kondisi Awal
Gambar 2.2 Literatur Kerangka Berpikir Pembelajaran
berpusat pada guru
Keaktifan belajar dan prestasi
belajar siswa rendah
Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD
Kondisi Akhir Keaktifan belajar
dan prestasi belajar siswa meningkat
Tindakan
2.4 Hipotesis Tindakan