Tingkat keberlanjutan Perikanan Tangkap berbasis kearifan lokal.

Selanjutnya, diagram keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya yang menggunakan alat tangkap pancing tonda di lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 26a. Sampai Gambar 26e. 85.19 84.64 69.01 41.15 95.82 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 25c Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing ulur di Kecamatan Setia Bakti. 85.21 86.65 71.48 44.13 88.32 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 25d Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing ulur di Kecamatan Panga. 92.21 92.87 75.6 29.53 91.31 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 92.22 86.63 71.91 26.56 88.4 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 26a Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing tonda di Kecamatan Jaya. Gambar 26b Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing tonda di Kecamatan Sampoiniet. 85.22 86.65 72.36 44.11 93.88 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 25e Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing ulur di Kecamatan Teunom. Selanjutnya, diagram keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya yang menggunakan alat tangkap bagan apung di lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 27a dan Gambar 27b. 92.23 79.03 63.14 29.49 95.82 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 92.24 92.91 75.69 25.42 95.82 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 26d Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing tonda di Kecamatan Krueng Sabee. Gambar 26c Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing tonda di Kecamatan Setia Bakti. 92.24 92.92 70.12 25.41 93.88 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 26e Diagram layang keberlanjutan perikanan pancing tonda di Kecamatan Teunom 99.93 74.42 60.86 49.09 88.4 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 93.40 74.44 66.05 49.50 95.82 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 27b Diagram layang keberlanjutan perikanan bagan apung di Kecamatan Setia Bakti Gambar 27a Diagram layang keberlanjutan perikanan bagan apung di Kecamatan Sampoiniet Selanjutnya, diagram keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya yang menggunakan alat tangkap purse seine di lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 28. Selanjutnya, diagram keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya yang menggunakan alat tangkap rawai di lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 29.

4.4 Pembahasan

Hasil analisis ordinasi Rapfish untuk kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya pada hakekatnya merupakan diagnosa terhadap kondisi kegiatan perikanan tersebut. Adapun aspek yang diukur pada kegiatan perikanan tangkap tersebut meliputi 5 dimensi keberlanjutan, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, teknologi dan dimensi kelembagaan. Ukuran kinerja setiap kegiatan perikanan tangkap dimaksud sebagaimana telah ditampilkan melalui Gambar 8 untuk dimensi ekologi, Gambar 11 untuk dimensi ekonomi, Gambar 14 untuk dimensi sosial, Gambar 17 untuk dimensi teknologi dan Gambar 20 untuk dimensi kelembagaan. Gambar untuk masing-masing dimensi tersebut merupakan hasil analisis multi dimensi multi dimensional scalling-MDS, setiap dimensi terdiri antara 9 sampai dengan 14 atribut atau indikator. 93.41 93.47 79.14 42.76 93.88 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 29 Diagram layang keberlanjutan perikanan rawai di Kecamatan Teunom 93.09 94.01 85.19 87.34 95.82 60 70 80 90 100 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Gambar 28 Diagram layang keberlanjutan perikanan purse seine di Kecamatan Krueng Sabee Hasil analisis ordinasi dapat dikemukakan bahwa secara umum kondisi keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya berdasarkan dimensi ekologi dan ekonomi, dimana seluruh kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya 24 kegiatan perikanan tangkap yang dianalisis berada pada posisi keberlanjutan baik sampai dengan sangat baik kecuali pada dimensi teknologi yang status keberlanjutannya rata-rata sedang. Secara lebih rinci hasil analisis menunjukkan bahwa secara ekologi, 22 dari 24 kegiatan perikanan tangkap dapat dikategorikan mempunyai tingkat keberlanjutan sangat baik sedang dan sisanya 2 berada pada kondisi baik. Kedua kegiatan perikanan yang berada pada kategori keberlanjutan baik dalam dimensi ekologi adalah perikanan gillnet di Kecamatan Setia Bakti; perikanan trammel net di Kecamatan Krueng Sabee. Berdasarkan hasil analisis leverage, diketahui bahwa 3 dari 9 atribut yang dipergunakan dalam dimensi ekologi, telah memberikan pengaruh sangat dominan terhadap keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. Ketiga atribut dimaksud adalah Penangkapan ikan di wilayaharea terumbu karang 4,58; perubahan ukuran ikan dalam 5 tahun terakhir 4,33; perubahan jenis ikan yang tertangkap dalam 5 tahun terakhir 4,22. Dimensi ekonomi, ada 20 kegiatan perikanan tangkap berada dalam kategori berkelanjutan sangat baik, 4 sisanya berada dalam kategori baik. Keempat kegiatan perikanan tangkap tersebut yaitu perikanan bagan apung di Kecamatan Sampoiniet, perikanan gillnet di Kecamatan Setia Bakti, perikanan pancing tonda di Kecamatan Setia Bakti dan perikanan bagan apung di Kecamatan Setia Bakti. Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomi kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya sangat menguntungkan, baik secara ekonomi maupun secara finansial. Dimensi sosial, hasil analisis keberlanjutan menunjukkan 22 dari 24 kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya berada pada tingkat keberlanjutan baik, kecuali 2 kegiatan perikanan tangkap yang berada pada tingkatan sangat baik. Kedua kegiatan perikanan tangkap yang berada pada tingkatan sangat baik tersebut adalah perikanan purse seine dan perikanan gillnet di Kecamatan Krueng Sabee. Hasil analisis leverage dari atribut pada dimensi sosial menunjukkan bahwa sosialisasi pekerjaan menduduki peringkat teratas dengan nilai 4,50, diikuti oleh frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan dengan nilai 4,36. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya, sosialisasi pekerjaan banyak dilakukan oleh tokoh masyarakat adat, ini berarti keberadaan tokoh adat di daerah ini masih sangat dihargai oleh seluruh anggota nelayan. Begitu juga dengan frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan yang menduduki peringkat tertinggi kedua, hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan dalam hal perikanan tangkap sama sekali tidak dilaksanakan oleh petugas penyuluhan, ini sesuai dengan hasil temuan dan wawancara dengan nelayan yang menyatakan bahwa nelayan tidak pernah diberikan penyuluhan dan pelatihan oleh petugas penyuluhan dari dinas terkait di Kabupaten Aceh Jaya. Dimensi teknologi, hanya ada 1 dari 24 kegiatan perikanan tangkap yang berada pada tingkat keberlanjutan sangat baik, yaitu perikanan purse seine di Kecamatan Krueng Sabee, selebihnya 8 kegiatan perikanan tangkap berada pada tingkat keberlanjutan sedang, 9 berada pada tingkat keberlanjutan cukup, dan sisanya 6 berada pada tingkat keberlanjutan buruk. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya belum sepenuhnya mengadopsi teknologi baru dalam kegiatannya kecuali perikanan purse seine yang sudah banyak mengadopsi teknologi modern dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan. hasil analisis leverage menunjukkan bahwa atribut penggunaan alat komunikasi menunjukkan nilai tertinggi yaitu 6,18, ini menunjukkan bahwa nelayan sudah mulai menggunakan alat komunikasi dalam operasi penangkapan ikan walaupun hanya mengunakan telepon seluler HP. Peringkat tertinggi kedua adalah atribut tempat pendaratan ikan dengan nilai 5,31, ini berarti tempat pendaratan ikan di Kabupaten Aceh Jaya sudah sangat menyebar. Hasil analisis Monte-Carlo sebagaimana dapat dilihat melalui scatter plot masing-masing dimensi pada Gambar 9, 12, 15, 18, dan 21 menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya, telah banyak mengalami gangguan perturbasi. Kondisi ini jelas apabila kita perhatikan scatter plot dari hasil analisis pada semua dimensi, baik ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan yang menyebar. Namun demikian, gambar scatter plot untuk semua dimensi tersebut masih relatif stabil, karena kegiatan perikanan cendrung mengelompok pada kisaran nilai anchor.

4.5 Kesimpulan

Dari uraian tentang keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1 Keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya dari 24 kegiatan perikanan tangkap; dimensi ekologi menemukan 22 keberlanjutan sangat baik, dan 2 keberlanjutan baik. Dimensi ekonomi menemukan 20 pada tingkat keberlanjutan sangat baik, 4 pada tingkat keberlanjutan Baik. Dimensi sosial menemukan 2 keberlanjutan sangat baik, sedangkan 22 kegiatan berada pada tingkat keberlanjutan baik. Dimensi teknologi menemukan 1 keberlanjutan sangat baik, 8 keberlanjutan sedang, 9 keberlanjutan cukup dan 6 berada pada tingkat keberlanjutan buruk. Dimensi kelembagaan menemukan semua kegiatan perikanan tangkap berada pada tingkat keberlanjutan sangat baik. 2 Atribut yang memberikan pengaruh dominan pada 24 kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya adalah sebagai berikut; Dimensi ekologi, penangkapan ikan di wilayaharea terumbu karang, perubahan ukuran ikan dalam 5 tahun terakhir dan perubahan jenis ikan dalam 5 tahun terakhir. Dimensi ekonomi, bantuan pemerintah, pasar dan orientasi pemasaran hasil perikanan. Dimensi sosial, sosialisasi pekerjaan, dan frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan. 5 PROSES ADOPSI TEKNOLOGI DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

5.1 Pendahuluan

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK yang pesat telah membawa perubahan peradaban manusia. Pada awal perubahan, manusia memenuhi kebutuhannya dengan berburu, kemudian dengan dikenalnya teknologi, manusia mulai membudidayakanbercocok tanam. Pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini sudah digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Perubahan ini telah memperkuat kehidupan manusia semakin baik. Dengan demikian kemajuan IPTEK yang dicapai sekarang telah diakui memberi banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, IPTEK saat ini merupakan suatu kebutuhan untuk kehidupan manusia. Sumbangan IPTEK terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia sangat terlihat dalam memperbaiki kehidupan manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan terobosan teknologi. Teknologi selalu memuat dua faktor penting, yaitu efisiensi dan manfaat yang jelas. Efisiensi menyangkut suatu perbandingan terbaik antara suatu kerja dan hasil yang diharapkan. Teknologi memiliki manfaat yang jelas artinya kegiatan manusia itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, atau mengatasi kesulitan tertentu. Dalam rangka mendorong pencapaian target pembangunan kelautan dan perikanan, IPTEK mempunyai peranan penting, baik berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan maupun pembudidaya ikan. Proses adopsi IPTEK diharapkan berperan dalam peningkatan kontribusi sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Termasuk upaya peningkatan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan konsumsi ikan, pemeliharaan dan peningkatan daya dukung lingkungan, peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan peningkatan budaya bahari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, teknologi yang disampaikan kepada nelayan dan pembudidaya ikan hendaknya merupakan teknologi tepat guna dengan mempertimbangkan kondisi ekosistem dan memberikan dampak positif bagi penggunanya. Adopsi teknologi merupakan suatu proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan nelayan sejak mengenal sampai menerapkannya. Kabunga et al.2012 mengatakan bahwa tahapan adopsi suatu teknologi meliputi; 1 mengetahui dan menyadari, 2 menaruh minat, 3 penilaian, dan 4 melakukan percobaan. Pengenalan teknologi yang berkaitan dengan perikanan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan beserta keluarganya, pada hakekatnya merupakan ide baru dalam bidang perikanan bagi masyarakat nelayan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan adopsi penerapan dan dalam proses difusi teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan oleh masyarakat nelayan, baik penerapan paket teknologi maupun waktu yang dibutuhkan, jarak antara penyebar teknologi dengan penerima teknologi. Faktor tersebut tidak hanya tergantung dari bentuk dan sifat teknologi yang dianjurkan, akan tetapi sangat ditentukan oleh kesediaan masyarakat untuk mengadopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut.