untuk re-stocking ikan memberi kesempatan ikan untuk besar secara alami karena ketika penangkapan secara besar-besaran maka jumlah ikan yang
ditangkap akan berkurang. Dalam hukôm adat laôtkearifan lokal juga ada makna untuk memelihara dan memuliakan laut untuk anak cucu dimasa yang akan
datang.
Nelayan Aceh dan turunan lainnya yang terlibat dalam perikanan termasuk mugee, toke bangku, supaya bersiap berganti profesi, jika laut Aceh tidak dikelola
bersama secara baik. Banyak kapal-kapal perikanan yang diparkir dipinggir dermaga, tempat pendaratan ikan TPI yang dibangun dengan megah dari dana
takziah orang yang meninggal akibat tsunami akan sepi dari pengunjung, dan banyak anak Aceh yang bodoh akibat tidak sanggup membeli ikan sebagai sumber
protein serta omega 3 dan 6 karena harga ikan mahal akibat dari tidak ada lagi ikan di laut.
7.2 Status keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di
Kabupaten Aceh Jaya Analisis keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di
Kabupaten Aceh Jaya, dilakukan dengan menggunakan pendekatan model Rapfish. Pada pendekatan Rapfish, analisis ordinansi merupakan diagnosa
terhadap kondisi kegiatan perikanan tangkap yang dievaluasi, dimana sumbu horizontal menunjukkan perbedaan kegiatan perikanan tangkap dalam ordinansi
jelek 0 sampai baik 100 untuk setiap dimensi yang dianalisis. Sementara sumbu veritikal menunjukkan perbedaan dari skor atribut atau indikator diantara
kegiatan perikanan tangkap yang dievaluasi. Adapun aspek yang diukur meliputi 5 lima dimensi, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan dimensi
kelembagaan.
Berhasil atau tidaknya pengelolaan sumberdaya ikan menjadi faktor penting dalam memberikan jaminan pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Pengelolaan keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap pada hakekatnya mencari kemungkinan tindakan pengelolaan yang tepat secara ekologi disatu sisi,
dan kegiatan penangkapan ikan yang mampu memberikan keuntungan ekonomi di sisi lain. Dengan kata lain, pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang
berkelanjutan haruslah mampu mencegah terjadinya konflik antar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam mencapai tujuan ekonomi, termasuk adanya
keadilan hukum dalam distribusi pemanfaatan yang dihasilkan oleh sumberdaya perikanan tangkap tersebut, dan upaya konservasi sumberdaya ikan untuk
kepentingan generasi mendatang.
Charles 2001 memberikan elaborasi tentang komponen dasar dari keberlanjutan perikanan tangkap yang terdiri dari keberlanjutan ekologi, ekonomi,
sosial, teknologi, dan keberlanjutan kelembagaan. Tiga komponen keberlanjutan yang pertama merupakan titik dalam segi tiga keberlanjutan, sedangkan
komponen keberlanjutan yang keempat dan kelima akan memberikan pengaruh diantaranya. Dengan demikian, keberlanjutan sistem perikanan merupakan hasil
kerja secara simultan dari kelima komponen tersebut diatas.
Hasil analisis ordinansi dapat dikemukakan bahwa secara umum kondisi keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten
Aceh Jaya sangat mengembirakan yaitu berada pada kisaran antara 60,86 - 95,82 tingkat keberlanjutan baik – sangat baik, kecuali pada dimensi teknologi yang