faktor,  dipergunakan  untuk  menghitung  atau  menentukan  skor  yang  diperoleh setiap  strategi  pada  matrik  SWOT.  Selanjutnya,  berdasarkan  skor  dari  masing-
masing  strategi  dipergunakan  untuk  menentukan  konsep  prioritas  dari  strategi, yang hasilnya secara berurutan adalah sebagai berikut :
1 Strategi – SO 2 Strategi – ST
3 Strategi – WO dan 4 Strategi – WT
IFAS EFAS
Strength S 2,03
Weaknesses W 0,83
Opportunies O 1,94
Strategi –SO 3,97
Strategi –WO 2,27
Treaths T 0,82
Strategi – ST 2,85
Strategi – WT 1,65
Gambar 35 Matrik skor strategi konsep pengembangan adopsi teknologi.
6.3.3 Prioritas kebijakan Sebagaimana  telah  dikemukakan  diatas,  bahwa  prioritas  kebijakan  dapat  disusun
berdasarkan  matrik  skor  strategi  SWOT  Gambar 35.    Prioritas  kebijakan dimaksud adalah sebagai berikut :
1
Strategi – SO, dengan kebijakan 1
Peningkatan  kapasitas  kelembagaan  Panglima  Laot  sebagai  pemangku adat laot kearifan lokal
2 Peningkatan pengawasan di laut dan penegakan hukum
3 Peningkatan sumberdaya manusia yang terampil
4 Pengembangan  kapal  perikanan  dan  alat  penangkap  ikan  yang  efisien,
efektif, dan ramah lingkungan serta sanggup beroperasi di ZEEI 2
Strategi – ST, dengan kebijakan 1
Peningkatan  koordinasi  antara  institusi  terkait  dan  melibatkan masyarakat nelayan setempat.
2 Adopsi  teknologi  dalam  pemanfaatan  suberdaya  ikan  disesuaikan
dengan nilai-nilai kearifan lokal yang ada 3 Strategi – WO, dengan kebijakan
1 Pemberdayaan  SDM  di  bidang  perikanan  melalui  penyuluhan  teknis
dan manajemen untuk pemanfaatan potensi SDI 2
Peningkatan  program  keterampilan  penanganan  dan  pengolahan  hasil perikanan
5 Strategi - WT, dengan kebijakan 1
Penyuluhan  kepada  nelayan  terhadap  pentingnya  teknologi  dalam pemanfaatan SDI tanpa mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal
2 Menajemen  terpadu  untuk  mempertahankan  dan  peningkatan  fungsi
ekosistem  perairan  terutama  dalam  menjaga  nilai-nilai  kearifan  lokal yang berkelanjutan
3 Kerjasama berbagai pihak dalam upaya penanggulangan IUU Fishing
6.3.4 Pengembangan  teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan berbasis kearifan lokal
Berdasarkan  gambar  interaksi  SWOT  yang  disajikan  pada  Gambar  34 dan Gambar  35. Selanjutnya  untuk  menentukan  kapal  perikanan  dan  alat  tangkap
yang  akan  dikembangkan,  maka  dilakukan  analisis  AHP  Analitic  Hiraerki Prosses.  Berdasarkan  analisis  AHP  dengan  melibatkan  penilaian  dari  berbagai
stakehoulders,  yaitu  Panglima  Laôt  Aceh,  Panglima  Laôt  Kabupaten,  Panglima Laôt  Lhôk,  Dinas  Kelautan  dan  Perikanan  Kabupaten  Aceh  Jaya,  Nelayan  dan
Peneliti  hukum,  berdasarkan  aspek  ekologi,  ekonomi,  teknologi,  biologi,  sosial dan  hukum  maka  diperoleh  prioritas  strategi  pengembangan  teknologi  dalam
pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di  Kabupaten  Aceh  Jaya secara struktur AHP disajikan pada Gambar 36.
Pengembangan  strategi  secara  prioritas  perlu  dilakukan  untuk  memilih strategi  yang  paling  tepat  guna  peningkatan  pengembangan  teknologi dalam
pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  dikaitkan  dengan  berbagai kriteria  yang  perlu  dicapai  dan  dengan  adanya  beberapa  keterbatasan  dalam
pemanfaatannya. Strategi pengembangan teknologi yang baik adalah strategi yang dapat  mengakomodir secara  maksimal  berbagai  kriteria  yang  diharapkan  dari
dilakukankannya  hal  tersebut,  serta  dapat  menyesuaikan  dengan  berbagai keterbatasan  yang  ada.  Strategi  prioritas    tentunya  adalah  yang  paling  baik  pada
kondisi saat ini.
Gambar 36 Pohon struktur komponen AHP
Perbandingan kepentingan kriteriadimensi pengelolaan
Kriteriaaspek  pengelolaan  yang  penting  dan  perlu  diperhatikan  dalam pengelolaan  suatu  usaha  perikanan  tangkap  termasuk  dalam  pengembangan
teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal antara lain mencakup  kriteriaaspek ekologi, ekonomi, biologi, teknologi, sosial  dan
hukumkelembagaan.  Dalam  kaitannya  dengan  pengembangan  teknologi  dalam pemanfaatan  sumberdaya  ikan,  berbagai  alat  tangkap  sebagai  pembatas  yang
timbul diantaranya adalah purse seine, bagan apung, pancing tonda, pancing ulur, gillnet dan trammel net.
Berdasarkan  hasil  analisis  AHP  terkait  kepentingan  setiap  kriteriaaspek pengembangan  teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan
lokal  di  Kabupaten  Aceh  Jaya  disajikan  pada  Gambar 37.  Dapat  dilihat  sebagai berikut:
Gambar 37 Rasio kepentingan kriteria Pengembangan teknologi Berdasarkan  Gambar 37 tersebut,  maka  kriteria  pengembangan  teknologi
dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di  Kabupaten  Aceh Jaya  lebih  diarahkan  pada  ke  aspek  ekologi  diurutan  pertama  dan  penguasaan
teknologi  dengan  rasio  kepentingan  RK  adalah  0,462    pada inconsistency terpercaya  0,07.  Dikatakan  terpercaya  karena  nilai inconsistency-nya  masih  di
bawah  batas  maksimum  yang  dipersyaratkan,  yaitu  0,1.  Hal  ini  menunjukkan bahwa  kebijakan  pengembangan  teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan
berbasis kearifan lokal yang dipilih diutamakan dapat menjaga kondisi kelestarian ekologi  perairan  di  Kabupaten  Aceh  Jaya.  Dipahami  bahwa  mempertahankan
ekologi  yang  baik  dan  stabil  akan  mendukung  kehidupan  biota  termasuk sumberdaya  ikan  potensial  dimensi  biologi,  berkembangnya  usaha  perikanan
tangkap  menggunakan  teknologi  penangkapan  tertentu  dimensi  ekonomi  dan teknologi  sehingga  dapat  meningkatkan  kesejahteraan  nelayan  dan  masyarakat
sekitar dimensi sosial.
Dimensi  teknologi  merupakan  kriteriadimensi  pengelolaan  urutan  kedua paling penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kebijakan pengembangan
teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di Kabupaten  Aceh  Jaya.  Hal  ini  ditunjukkan  oleh  rasio  kepentingannya  tertinggi
kedua,  yaitu  0,262  pada inconsistensy terpercaya  0,07.  Dimensi  ini  dianggap penting  karena  teknologi  yang  baik  akan  berpengaruh  positif  kepada  aktivitas
penangkapan  ikan,  seperti  meningkatkan  hasil  tangkapan  nelayan
dan kesejahteraan  keluarga  nelayan.  Oleh  sebab  itu  alternatif  kebijakan  pengelolaan
pengembangan  teknologi  yang  dipilih  hendaknya  dapat  menjaga  kelestarian sumberdaya  ikan  dan  ekosistemnya  sehingga  kegiatan  perikanan  tersebut  dapat
berkelanjutan.
6.3.5 Perbandingan  kepentingan  subkriteriapembatas limiting  factor
dalam adopsi pengembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan Hasil  analisis  SWOT  terkait  kondisi  internal  dan  eksternal  dalam
pengembangan  teknologi dalam pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan lokal  di  Kabupaten  Aceh  Jaya  menunjukkan  bahwa  beberapa  hal  yang  menjadi
pembatas dalam pengembangan kebijakan pengembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya  ikan  adalah  masih  terjaga  nilai-nilai  kearifan  dan tingkat adopsi
teknologi  penangkapan ikan  sudah mengalami  peningkatan. Pembatas-pembatas ini  merupakan  faktor  koreksi  dalam  memenuhi  kriteria-kriteria  pengembangan
sehingga  kebijakan  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  yang dipilih benar-benar merupakan kebijakan terbaik.
Berdasarkan  hasil  analisis  aspek  ekologi  terhadap  sejumlah  teknologi penangkapan yang ada di Kabupaten Aceh Jaya, yaitu; purse seine, bagan apung,
pancing  tonda,  pancing  ulur, gillnet dan trammel  net.  Pancing  ulur  merupakan pilihan  pertama  diikuti  oleh  pancing  tonda  untuk  dikembangkan  di  perairan
Kabupaten Aceh Jaya. Selengkapnya disajikan dalam Gambar 38.
Gambar 38 Rasio kepentingan pembatas dalam mendukung kriteriaaspek ekologi Berdasarkan Gambar 38 terlihat bahwa, dalam kaitan dengan aspek ekologi
untuk  adopsi  pengembangan  teknologi  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis kearifan  lokal  adalah  alat  tangkap  pancing  ulur  mempunyai  indek  rasio
kepentingan  RK  sebesar  0,410  diikuti  oleh  alat  tangkap  pancing  tonda  dengan nilai  indeks  rasio  kepentingan  RK  0,314,  dikarenakan  alat  tangkap  ini  tidak
merusak  karang,  ramah  lingkungan  ekologi  dan  tidak  mengganggu  biota  lain. Sehingga  kearifan  lokal  yang  ada  di  wilayah  ini  dapat  terlaksana    dengan  baik.
Selanjutnya alat tangkap bagan apung, purse seine, gillnet dan trammel net. Maka kriteria  pengembangan  teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis
kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya secara ekologi diarahkan pada alat tangkap pancing  ulur  dan  pancing  tonda  dengan  nilai inconsistency-nya  0,04  masih  di
bawah batas maksimum yang dipersyaratkan, yaitu 0,1.
Berdasarkan  hasil  analisis  aspek  ekonomi  terhadap  sejumlah  teknologi penangkapan  yang  ada  di  Kabupaten  Aceh  Jaya, Purse  seine merupakan  pilihan
pertama  diikuti  oleh  bagan  apung  untuk  dikembangkan  di  perairan  Kabupaten Aceh Jaya. Selengkapnya disajikan dalam Gambar 39.
Gambar 39 Rasio  kepentingan  pembatas  dalam  mendukung  kriteriaaspek ekonomi
Rasio kepentingan dalam aspek ekonomi terlihat bahwa,  alat tangkap purse seine mempunyai  indek  rasio  kepentingan  RK  sebesar  0,462  diikuti  oleh  alat
tangkap  bagan  apung  dengan  nilai  indeks  rasio  kepentingan  RK  0,239, selanjutnya  alat  pancing  ulur  0,106, gillnet 0,102,  pancing  tonda  0,062  dan
trammel  net 0,028.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  alat  tangkap purse  seine dan bagan  apung  lebih  menguntungkan  berdasarkan  aspek  ekonomi,  hal  ini
disebabkan  karena  alat  tangkap purse  seine target  utama  hasil  tangkapan  adalah jenis  ikan  ekonomis  tinggi.  Maka  kriteria  pengembangan  teknologi  dalam
pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di  Kabupaten  Aceh  Jaya secara ekonomi diarahkan pada alat tangkap purse seine dan bagan apung dengan
nilai
inconsistency-nya  0,05  masih  di  bawah  batas  maksimum  yang dipersyaratkan, yaitu 0,1.
Hasil analisis aspek biologi terhadap sejumlah teknologi penangkapan yang ada  di  Kabupaten  Aceh  Jaya,  pancing  tonda  merupakan  pilihan  pertama  diikuti
oleh  pancing  ulur  untuk  dikembangkan  di  perairan  Kabupaten  Aceh  Jaya. Selengkapnya disajikan dalam Gambar 40.
Gambar 40 Rasio kepentingan pembatas dalam mendukung kriteriaaspek biologi Berdasarkan  Gambar 40.  terlihat  bahwa,  dari  aspek  biologi  alat  tangkap
pancing  tonda  mempunyai  indek  rasio  kepentingan  RK  sebesar  0,366  diikuti oleh alat tangkap pancing ulur dengan nilai indeks rasio kepentingan RK 0,209,
selanjutnya  alat purse  seine 0,193, gillnet 0,122,  bagan  apung  0,080  dan trammel net 0,029. Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap pancing tonda dan
pancing ulur lebih banyak menangkap ikan-ikan yang berukuran besar, oleh sebab itu jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap ini adalah jenis ikan yang sudah
layak  tangkap  atau  ikan  yang  sudah  memijah. Maka  pengembangan  teknologi dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di  Kabupaten  Aceh
Jaya  secara  biologi  diarahkan  pada  alat  tangkap  pancing  tonda  dan  pancing  ulur dengan  nilai inconsistency-nya  0,04,  masih  di  bawah  batas  maksimum  yang
dipersyaratkan, yaitu 0,1.
Hasil  analisis  aspek  teknologi  terhadap  sejumlah  teknologi  penangkapan yang  ada  di  Kabupaten  Aceh  Jaya,  alat  tangkap purse  seine merupakan  pilihan
pertama  diikuti  oleh  bagan  apung  untuk  dikembangkan  di  perairan  Kabupaten Aceh Jaya. Selengkapnya disajikan dalam Gambar 41.
Gambar 41 Rasio  kepentingan  pembatas  dalam  mendukung kriteriaaspek teknologi.
Berdasarkan  Gambar 41.  terlihat  bahwa,  dari  aspek  teknologi  alat  tangkap purse seine mempunyai  indek rasio kepentingan  RK sebesar 0,462 diikuti oleh
alat tangkap bagan apung 0,208, pancing tonda 0,107, gillnet 0,095 pancing ulur  0,086  dan trammel  net 0,043.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  alat  tangkap
purse  seine dan  bagan  apung  lebih  banyak  mengadopsi  terknologi  modern  dan ramah  lingkungan  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan,  maka  pengembangan
teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di Kabupaten  Aceh  Jaya  secara  teknologi  diarahkan  pada  alat  tangkap purse  seine
dan  bagan  apung  dengan  nilai inconsistency-nya  0,05  masih  di  bawah  batas maksimum yang dipersyaratkan, yaitu 0,1.
Hasil  analisis  aspek  sosial  terhadap  sejumlah  teknologi  penangkapan  yang ada  di  Kabupaten  Aceh  Jaya,  alat  tangkap  pancing  ulur  merupakan  pilihan
pertama diikuti oleh purse seine untuk dikembangkan di perairan Kabupaten Aceh Jaya. Selengkapnya disajikan dalam Gambar 42.
Gambar 42 Rasio kepentingan pembatas dalam mendukung kriteriaaspek sosial
.
Rasio  kepentingan  pembatas  dari  aspek  sosial  terlihat  bahwa,  alat  tangkap pancing ulur mempunyai indek rasio kepentingan RK sebesar 0,363 diikuti oleh
alat  tangkap purse  seine 0,244,  pancing  tonda  0,194, gillnet 0,101,  bagan apung  0,072  dan trammel  net 0,026  Gambar  12.  Hal  ini  dapat  dipahami
bahwa  alat  tangkap  pancing  ulur  dan purse  seine jarang  terjadi  konflik  sosial dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan,  maka  pengembangan  teknologi  dalam
pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis  kearifan  lokal  di  Kabupaten  Aceh  Jaya secara  sosial  diarahkan  pada  alat  tangkap  pancing  ulur  dan purse  seine dengan
nilai
inconsistency-nya  0,04  masih  di  bawah  batas  maksimum  yang dipersyaratkan, yaitu 0,1.
Hasil  analisis  aspek  hukumkelembagaan  terhadap  sejumlah  teknologi penangkapan  yang  ada  di  Kabupaten  Aceh  Jaya,  alat  tangkap purse  seine
merupakan  pilihan  pertama  diikuti  oleh  bagan  apung  untuk  dikembangkan  di perairan Kabupaten Aceh Jaya. Selengkapnya disajikan dalam Gambar 43.
Gambar 43 Rasio kepentingan
pembatas dalam
mendukung aspek
hukumkelembagaan Berdasarkan  Gambar  43 terlihat  bahwa,  dari  aspek  hukumkelembagaan,
alat tangkap purse seine mempunyai indek rasio kepentingan RK sebesar 0,385 diikuti oleh alat tangkap bagan apung 0,072, trammel net 0,142, pancing ulur
0,138,  pancing  tonda  0,088  dan gillnet 0,049.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa alat tangkap purse seine dan bagan apung jarang melanggar hukum atau peraturan
laut yang ada dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, maka  pengembangan  teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis
kearifan  lokal  di  Kabupaten  Aceh  Jaya  secara  hukumkelembagaan  diarahkan pada  alat  tangkap purse  seine dan  bagan  apung  dengan  nilai inconsistency-nya
0,05, masih di bawah batas maksimum yang dipersyaratkan, yaitu 0,1.
Terlepas  dari  semua  kepentingan  pembatas  dalam  mendukung  kriteria  atau aspek  pengembangan  teknologi  dalam  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  berbasis
kearifan lokal merupakan alternatif strategi kebijakan pengembangan yang dipilih haruslah menjadi prioritas pertama yang paling baik dalam mengakomodasi setiap