Tabel 3 Struktur kelembagaan Panglima Laôt Panglima Laôt Provinsi
Panglima Laôt Kabupaten Kota
Panglima Laôt Lhôk
9 Anggota dewan pertimbangan
2 Penasehat; 1 Ketua umum
Panglima laôt Aceh; 5 Ketua;
1 Sekretaris umum; 3 Sekretaris;
1 Bendahara; 1 Wakil bendahara.
3 Penasehat; 1 Ketua Panglima Laôt
KabupatenKota 1 Wakil Ketua
3 Sekretaris 1 Bendahara
3 orang penasehat 1 Ketua Panglima
Laôt Lhôk 1 Wakil Ketua
3 Sekretaris 1 Bendahara
Sumber: Abdullah et al. 2006 Ketiga tingkatan lembaga Panglima Laôt seperti yang telah disebutkan
diatas memiliki tugas dan fungsi yang tercantum di dalam Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2008 tentang Lembaga Adat. Adapun fungsi yang dimiliki oleh tiap
Panglima Laôt Pasal 28 ayat 5, yaitu: 1
Sebagai ketua adat bagi masyarakat nelayan; 2
Sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat nelayan; dan 3
Mitra pemerintah dalam menyukseskan program pembangunan Kelautan dan Perikanan
Sementara dalam menjalankan fungsinya Panglima Laôt memiliki tugas
berdasarkan tingkatannya, yaitu: 1
Tugas Panglima Laôt Lhôk, yaitu Pasal 28 ayat 2: 1
Melaksanakan, memelihara dan mengawasi pelaksanaan adat istiadat dan hukum adat laôt ;
2 Membantu Pemerintah dalam bidang Kelautan dan Perikanan;
3 Menyelesaikan sengketa dan perselisihan yang terjadi diantara
nelayan sesuai dengan ketentuan hukum adat laôt ; 4
Menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan kawasan pesisir dan Laôt;
5 Memperjuangkan peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan; dan
6 Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara ilegal.
2 Tugas Panglima Laôt KabupatenKota, yaitu Pasal 28 ayat 3:
1 Melaksanakan tugas-tugas sama seperti Panglima Laôt Lhôk hanya
saja bersifat lintas lhôk; dan 2
Menyelesaikan sengketa antar Panglima Laôt Lhôk. 3
Tugas Panglima Laôt provinsi yaitu Pasal 28 ayat 4: 1
Melaksanakan tugas-tugas
sama seperti
Panglima Laôt
kabupatenkota hanya saja bersifat lintas kabupatenkota; 2
Memberikan advokasi kebijakan kelautan dan perikanan serta memberikan bantuan hukum kepada nelayan yang terdampar di
negara lain; dan
3 Mengkoordinasikan pelaksanaan hukum adat laôt di tingkat provinsi
Berdasarkan paparan diatas mengenai fungsi dan tugas Panglima Laôt,
diketahui bahwa pada umumnya tiap tingkatan Panglima Laôt memiliki fungsi sama dalam menjalankan tugasnya. Panglima Laôt Provinsi memang memiliki
kedudukan yang paling tinggi, akan tetapi kekuasaan paling besar dalam pelaksanaan hukum adat laôt dimiliki oleh Panglima Laôt Lhôk dan Panglima
Laôt kabupatenkota. Panglima Laôt lhôk lebih mengerti mengenai kondisi nelayan dan perikanan di suatu lhôk wilayah pesisir. Hal ini dikarenakan
Panglima Laôt Lhôk berinteraksi langsung dengan nelayan, sehingga Panglima Laôt Lhôk lebih mengetahui permasalahan- permasalahan yang sedang dihadapi
dalam suatu lhôk dan kebutuhan yang paling diperlukan oleh nelayan.
3.3.2.3 Aturan hukum adat laôt
Hukum adat laôtkearifan lokal saat ini berlaku sama di seluruh Aceh, namun, dalam pelaksanaan dan penerapannya, Panglima Laôt Lhôk memiliki
kewenangan untuk menentukan aturan yang terkait dengan kegiatan penangkapan ikan. Sistem aturan berlaku juga disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya
ikan untuk menentukan penggunaan jenis alat tangkap. Sistem aturan hukum adat Laôt yang diberlakukan di Kabupaten Aceh Jaya yaitu:
1 Kesepakatan hari pantang melaut dan batas-batas waktunya, yaitu:
1 Hari Raya Idul Fitri Larangan melaut pada Hari Raya Idul Fitri bertujuan memberikan
kesempatan pada masyarakat nelayan untuk bersilaturahmi dan merayakan kemenangan atas puasa sebulan penuh di Bulan Ramadhan
Abdullah et al. 2006, Daud dan Adek 2010. Larangan melaut berlaku selama 3 hari, mulai dari terbenamnya matahari pada hari meugang
sampai dengan terbenamnya matahari pada hari raya ketiga. Hari meugang adalah tradisi membeli, memasak dan memakan daging
bersama keluarga di Aceh menjelang datangnya Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri serta Idul Adha.
2 Hari Raya Idul Adha Larangan melaut pada Hari Raya Idul Adha bertujuan memberikan
kesempatan pada masyarakat nelayan untuk bersilaturahmi dan merayakan hari qurban di Bulan Zulhijjah Abdullah et al. 2006, Daud
dan Adek 2010. Larangan melaut berlaku selama 3 hari, mulai dari terbenamnya matahari pada hari meugang sampai dengan terbenamnya
matahari pada hari raya ketiga.
3 Hari Jumat Larangan melaut pada hari Jumat dipengaruhi oleh ajaran Islam, yang
bertujuan agar nelayan melakukan ibadah Shalat Jumat maupun berzikir Abdullah et al. 2006, Daud dan Adek 2010. Larangan melaut
diberlakukan pada Hari Jumat, mulai dari pukul 00.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB. Panglima Laôt Lhôk memperbolehkan nelayan
melaut setelah Shalat Jumat.
4 Hari Khanduri Laôt Larangan melaut pada hari Khanduri Laôt bertujuan untuk menghormati
proses khanduri sebagai hari besar para nelayan Abdullah et al. 2006, Daud dan Adek 2010. Pada hari tersebut dilakukan makan bersama anak
yatim dan fakir miskin sebagai bentuk sedekah masyarakat nelayan terhadap kaum dhuafa. Larangan melaut berlaku selama 3 hari penuh.
5 Perayaan Hari Proklamasi 17 Agustus Larangan melaut pada hari Proklamasi bertujuan untuk memperingati
Kemerdekaan Republik Indonesia dan menghormati para pahlawan yang telah berjuang untuk merebut kemerdekaan Abdullah et al. 2006, Daud
dan Adek 2010. Larangan melaut diberlakukan mulai terbenamnya matahari pada tanggal 16 Agustus sampai pukul 12.00 WIB tanggal 17
Agustus. Panglima Laôt Lhôk memperbolehkan nelayan melaut setelah upacara kemerdekaan selesai dilaksanakan.
6 Peringatan Hari Tsunami 26 Desember Larangan melaut pada hari tsunami berdasarkan kesepakatan seluruh
komponen adat laôt yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Panglima Laôt pada tanggal 26 Desember 2006 Abdullah et al. 2006, Daud dan
Adek 2010. Pada hari ini, dilakukan doa bersama di tepi pantai sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
2 Tata cara penangkapan ikan dan peletakan rumpon Adrianto et al. 2011, dan hasil wawancara dengan Panglima Laôt Provinsi Aceh H. Bustamam Tanggal
21 Oktober 2012. yaitu 1 Peletakan rumpon laut dalam dimulai dari 5 mil – 12 mil dari pantai
dengan ketentuan jarak dari rumpun A ke rumpon B berjarak 3 mil 2 Bagi hasil, apabila rumpon A diambil ikan oleh Boat lain maka harus
dibagi hasil 14 dari uang bersih kepada pemilik rumpon Adrianto et al. 2011, tapi di Kabupaten Aceh Jaya berlaku lain, pembagian hasil
tangkapan di rumpon milik orang lain dikenakan bagi hasil 13 dari hasil penjualan ikan yang tertangkap di rumpon tersebut jika hasil penjualan
ikan tersebut lebih besar dari Rp 3 juta, seandainya ikan hasi penjualan kurang dari Rp 3 juta maka pemilik rumpon tidak diberikan bagi
hasilnya.
3 Rumpun pinggir 3 mil dari pantai penempatan rumponnya diatur oleh Panglima Laôt Lhôk masing-masing.
4 Rumpon yang pemiliknya berdomisili di luar Aceh tidak boleh meletaknya di perairan Aceh batas dihitung 12 mil laut dari titik luar
wilayah pantai Aceh sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh UUPA.
3 Tata cara kayu Apung atau barang hanyut, yaitu 1 Apabila nelayan boat melihat ada beberapa kayu apung, maka nelayan
boat tersebut boleh memiliki hanya 1 satu kayu apung saja berlaku hukum krah.
2 Apabila kayu apung yang sudah ditandai oleh nelayan boat si A diambil ikannya oleh nelayan boat lain maka bagi hasilnya harus dibagi 14 dari
hasil penjualan ikan yang ditangkap di kayu tersebut kepada pemilik kayu apung.
4 Penggunaan pukat trawl, alat tangkap dengan bahan peledak dan racun ikan, bahan kimia yang dapat merusak terumbu karang, dan biota laut lainnya,
pengrusakan hutan pantai serta mengganggu kelestarian sumberdaya ikan merupakan pelanggaran hukum adat laôtkearifan lokal dilarang keras oleh
Panglima Laôt di Kabupaten Aceh Jaya. Kepada pihak yang berwenang TNI AL, Kepolisian dan Pemda diminta untuk mengambil tindakan tegas.