Pembahasan Adopsi Teknologi Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Yang Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal dan Pengembangannya di Kabupaten Aceh Jaya

3.5 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1 Panglima Laôt sebagai pemangku hukum adat laôtkearifan lokal mendapatkan pengakuan hukum positif, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 2 Hukum adat laôtkearifan lokal yang ada di Aceh dan Kabupaten Aceh Jaya pada khususnya sangat berperan dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan, karena dalam nilai-nilai kearifan lokal tersebut banyak mengandung unsur-unsur perikanan tangkap berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 4 STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN ACEH JAYA

4.1 Pendahuluan

Pembangunan berkelanjutan merupakan kesepakatan global dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk generasi yang akan datang. Namun demikian, perlu disadari bahwa tingkat pembangunan berkelanjutan dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya alam termasuk kemampuan memperbaharui diri, penggunaan teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien dan keberhasilan sistem sosial dalam distribusi pendapatan. Kegiatan perikanan dapat memberikan sumbangan didalam pembangunan berkelanjutan, apabila seluruh komponen yang berkaitan dengan kegiatan ini dapat berkelanjutan. Kontribusi kegiatan perikanan dalam pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya tercermin dalam nilai ekonomi bersih yang dihasilkan oleh kegiatan perikanan itu sendiri. Kemajuan teknologi memiliki dampak ganda terhadap lingkungan; di satu sisi teknologi telah memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, sementara di sisi lain teknologi harus dimodifikasi agar tidak berdampak terhadap lingkungan Aarras et al. 2014, dengan mengembangkan teknologi baru, masyarakat telah mempuyai kemampuan mengubah sistem pemanfaatan sumberdaya alam pada umumnya dan sistem pemanfataan sumberdaya perikanan pada khususnya. Teknologi lingkungan merupakan salah satu komponen dari sebuah sistem yang kompleks dan dinamis, yang konstituennya berinteraksi dan mengubah satu sama lainnya, menjelajahi teknologi berkelanjutan dari pendekatan sistem multilevel dan memfasilitasi perubahan dalam sistem sosial, ekonomi, ekologi dan kelembagaan yang lebih luas dimana teknologi tersebut diterapkan Anastas 2012. Keberlanjutan sistem sosial-ekologis tergantung pada kesehatan dan fungsi ekosistem yang merupakan sebuah sistem sosial-ekologi terdiri dari unit bio- geofisik dan aktor sosial dan kelembagaan Jordan et al. 2010. Dalam menganalisis keberlanjutan teknologi perikanan tangkap Pitcher dan Preikshot 2001, mengemukakan bahwa Rapid Appraisal of the Status of Fisheries RAPFISH merupakan suatu teknik ordinasi multi-disiplin dan nonparametrik yang digunakan untuk mengevaluasimenentukanmembandingkan status perikanan, dalam hal keberlanjutannya. Kebijakan dan perencanaan perikanan yang dikeluarkan melalui pendekatan RAPFISH ini, merupakan elemen paling kritis dalam sistem pengelolaan perikanan. Hal ini disebabkan bahwa tingkat efektivitas pengelolaan perikanan dilihat berdasarkan pada tujuan sosial, melalui penggunaan kebijakan, dan perangkat birokrasi yang sesuai Charles 2001. Oleh karena itu, Charles 2001 memberikan elaborasi tentang komponen dasar dari keberlanjutan yang terdiri dari keberlanjutan ekologi; keberlanjutan sosial-ekonomi; keberlanjutan masyarakat dan keberlanjutan kelembagaan. Tiga komponen keberlanjutan yang pertama merupakan titik dalam segi tiga keberlanjutan, sedangkan komponen keberlanjutan yang keempat akan memberikan pengaruh diantaranya. Dengan demikian, keberlanjutan sistem perikanan merupakan hasil kerja secara simultan dari ke empat komponen tersebut diatas. Selanjutnya, tujuan aktivitas penangkapan ikan atau pengelolaan perikanan tidak akan tercapai, apabila yang dihasilkan adalah berupa dampak negatif seluruh atau salah satu komponen tersebut. Melalui dimensi ekologis dikemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya dilakukan dengan menjaga agar dampak yang ditimbulkan tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Seperti diketahui bahwa setiap lingkungan atau ekosistem alamiah, termasuk didalamnya perikanan memiliki 4 empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu jasa-jasa pendukung kehidupan; jasa-jasa kenyamanan; penyedia sumberdaya alam; dan penerima limbah. sedangkan dimensi ekonomi, pengelolaan sumberdaya harus memprioritaskan kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, terutama masyarakat nelayanperikanan guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir. Dimensi sosial politik memberikan muatan bahwa pengelolaan sumberdaya berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Selanjutnya dari dimensi kelembagaan dikemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan melalui penerapan sistem peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan konsisten. berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis status keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya melalui pendekatan berbagai dimensi dan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat Kabupaten Aceh Jaya. Dengan demikian, kesimpulan yang dihasilkan dapat mencerminkan kondisi perikanan tangkap secara menyeluruh dan utuh di lokasi penelitian. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat keberlanjutan perikanan tangkap yang berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut; 1 menganalisis status keberlanjutan perikanan tangkap yang berbasis kearifan lokal Kabupaten Aceh Jaya; 2 mengidentifikasi faktor penentu keberlanjutan perikanan tangkap yang berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya

4.2 Metode Penelitian

Secara umum metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan studi literatur, dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data. Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling, responden yang dijadikan sebagai contoh adalah para nelayan, yaitu nelayan purse seine, bagan apung, gillnet, trammel net, pancing tonda dan pancing ulur serta nelayan rawai mini longline. Metode yang dipergunakan dalam menganalisis status keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya adalah dengan menggunakan RAPFISH Rapid Appraissal for Fisheries, yaitu suatu teknik analisis untuk mengevaluasi keberlanjutan dari perikanan tangkap secara multidisiplin Pitcher and Preikshot, 2001. Dengan pendekatan ini dimungkinkan dilakukannya diagnosa terhadap kondisi suatu perikanan tangkap berdasarkan hasil pengukuran beberapa indikator, dalam Rapfish dikenal sebagai dimensi. Adapun prosedur dari pendekatan ini adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 7. Aplikasi pendekatan Rapfish dalam penelitian ini, didasarkan pada hasil identifikasi kegiatan perikanan tangkap di lokasi penelitian. Kegiatan identifikasi ini menghasilkan 7 jenis alat tangkap purse-seine, Gillnet, Trammel net, bagan apung, pancing tonda, pancing ulur dan rawaimini long line yang dipergunakan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada di 6 kecamatan dalam Kabupaten Aceh Jaya, yaitu Kecamatan Jaya, Sampoiniet, Setia Bakti, Krueng Sabee, Panga dan kecamatan Teunom. Dengan demikian diperoleh 24 jenis kegiatan perikanan, yaitu; Kecamatan Jaya Gillnet, Trammel net, pancing ulur, dan pancing tonda, Kecamatan Sampoiniet Gillnet, pancing ulur, pancing tonda, dan bagan apung, Kecamatan Setia Bakti Gillnet, Trammel net, pancing ulur, pancing tonda dan bagan apung, Kecamatan Krueng Sabee purse seine, Gillnet, Trammel net, pancing tonda, Kecamatan Panga Gillnet dan pancing ulur, dan Kecamatan Teunom Gillnet, Trammel net, pancing ulur, pancing tonda dan rawaimini long line Dimensi yang menyangkut keberlanjutan dan dipergunakan dalam penelitian ini terdiri 5 dimensi. Adapun kelima dimensi dimaksud adalah dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan. Masing-masing dimensi dikembangkan atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan, sebagaimana dipersyaratkan dalam FAO - Code of Conduct. Gambar 7 Prosedur dari pendekatan Rapfish keberlanjutan Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, dimana data primer berasal dari nelayan dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap kegiatan perikanan tangkap di lokasi. Data primer digali melalui wawancara dengan bantuan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi yang berkaitan dengan datainformasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Penentuan atribut pada masing - masing dimensi keberlanjutan Lampiran 2, 5, 8, 11, dan 14, disusun mengacu kepada Pitcher dan Preikshot 2001,