Karakteristik internal responden Karakteristik responden dan keterkaitannya dengan tingkat adopsi

pertanianperikanan karena mereka yang berpendidikan tinggi tidak fokus dalam usahanya dan bahkan mengharapkan ada pekerjaan lain yang lebih baik. Tabel 8 terlihat bahwa pendidikan formal SD cenderung persentase tingkat adopsi lebih rendah dari lulusan perguruan tinggi. Sedangkan lulusan SMP dan SMA tingkat adopsinya cenderung lebih tinggi dari lulusan perguruan tinggi. Tabel 8 Persentase distribusi pendidikan formal nelayan terhadap tingkat adopsi teknologi. Pendidikan Formal Nelayan Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f SD 8 24,24 10 15,38 1 5,26 19 42,11 52,63 5,26 SMP 13 39,39 31 47,69 7 36,84 51 25,49 60,78 13,73 SMA 12 36,36 23 35,38 10 52,63 45 26,67 51,11 22,22 PT 0,00 1 1,54 1 5,26 2 0,00 50,00 50,00 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Pengalaman nelayan Hasil uji statistik Chi-Square Tabel 6, memperlihatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengalaman nelayan dengan tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya. Ini dapat dilihat dari koefisien kontingensinya = 0,374 dan nila p-value = 0,004 pada taraf α =1. Hal ini sesuai dengan pendapat Khanna 2001; dan Akudugu et al.2012 yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan hasil akumulasi dari proses belajar seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi stimulus yang diterimanya dan meresponnya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya. Jika melihat pada tabel persentase distribusi pengalaman nelayan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya Tabel 9, terlihat bahwa pengalaman nelayan yang lebih dari 20 tahun ternyata tingkat adopsinya 5,56 adopsi rendah, 63,89 adopsi sedang dan 30,56 pada tingkat adopsi tinggi. Data tersebut mengindikasikan bahwa pada masa yang lalu belum terbangun budaya membangun perikanan tangkap sesuai dengan anjuran teknis pembangunan perikanan tangkap yang berorientasi teknologi, ini mungkin disebabkan masih minimnya kegiatan penyuluhan perikanan tangkap. Tabel 9 Persentase distribusi pengalaman nelayan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya Pengalaman Nelayan tahun Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f 6 - 10 9 27,27 9 13,85 2 10,53 20 45,00 45,00 10,00 11 - 15 7 21,21 10 15,38 0,00 17 41,18 58,82 0,00 16 - 20 15 45,45 23 35,38 6 31,58 44 34,09 52,27 13,64 20 2 6,06 23 35,38 11 57,89 36 5,56 63,89 30,56 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Pendapatan nelayan Hasil uji statistik Chi-Square Tabel 6, memperlihatkan bahwa pendapatan nelayan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. . Ini dapat dilihat dari koefisien kontingensinya = 0,341 dan nila p-value = 0,004 pada taraf α =1. Hal ini sesuai dengan pendapat Lionberger dan Gwin 1982; Khanna 2001; Akudugu et al. 2012, semakin tinggi pendapatan petaninelayan biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi teknologi. Jika dilihat persentase distribusi pendapatan usaha pemanfaatan sumberdaya ikan Tabel 10 terlihat bahwa penghasilan antara Rp. 2.000.000 – Rp 4.000.000 lebih dominan mengadopsi teknologi pada tingkat sedang dan tinggi. Tabel 10 Persentase distribusi pendapatan usaha pemanfaatan sumberdaya ikan terhadap tingkat adopsi teknologi. Pendapatan Nelayan Rpbln Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f 1.000.000 -1.900.000 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.000.000 - 2.900.000 13 39,39 19 29,23 0,00 32 40,63 59,38 0,00 3.000.000 - 4.000.000 12 36,36 30 46,15 7 36,84 49 24,49 61,22 14,29 4.000.000 8 24,24 16 24,62 12 63,16 36 22,22 44,44 33,33 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Aktivitas mencari informasi teknologi Hasil uji statistik dengan Chi-Square Tabel 6, memperlihatkan bahwa aktivitas mencari informasi teknologi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. Hal ini terlihat dari koefisien kontingensi = 0,274 dan nilai p-value = 0,146 pada taraf α = 5. Hasil tabulasi persentase distribusi aktifitas mencari informasi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan disajikan dalam Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Persentase distribusi aktifitas mencari informasi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan. Aktifitas mencari informasi Tingkat adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f Tidak ada 0 14 43,75 12 18,46 8 40,00 34 41,18 35,29 23,53 1 kali setahun 3 9,38 3 4,62 0,00 6 50,00 50,00 0,00 2 kali setahun 6 18,75 29 44,62 6 30,00 41 14,63 70,73 14,63 2 kali setahun 9 28,13 21 32,31 6 30,00 36 25,00 58,33 16,67 Jumlah 32 100 65 100 20 100 117 27,35 55,56 17,09 Tabel 11 tersebut memperlihatkan bahwa responden dengan tidak mencari informasi teknologi dalam setahun adalah 34 orang dengan tingkat adopsi rendah 43,75, sedang 18,46, dan tinggi 40,00. Responden yang mencari informasi 1 satu kali setahun ada 6 responden dengan tingkat adopsi teknologi rendah 9,38, sedang 4,62 dan tidak ada yang mengadopsi teknologi tinggi. Responden yang mencari informasi 2 dua kali setahun ada 41 responden dengan tingkat adopsi teknologi rendah 18,75, sedang 44,62 dan tinggi 30,00, dan Responden yang mencari informasi 2 lebih dari dua kali setahun ada 36 responden dengan tingkat adopsi teknologi rendah 28,13, sedang 32,31 dan tinggi 30,00. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa responden yang mencari informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan lebih dari ≥ 2 kali cenderung mengadopsi teknologi lebih rendah bila dibanding dengan responden yang mencari informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan 2 kali dalam setahun. Hal ini diduga bahwa responden yang aktivitas mencari informasi lebih dari 2 kali dalam setahun memiliki pendapatan yang rendah sehingga tidak dapat menjangkau teknologi baru. Pada hal responden yang mencari informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan kemungkinan besar memiliki ketertarikan dan motivasi kuat pada teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan sebagai usaha untuk meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Semakin banyak informasi mengenai teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan yang diberikan kepada nelayan, maka kemungkinan untuk menerapkan atau mengadopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai anjuran teknis akan semakin tinggi. Dikarenakan upaya-upaya pencarian informasi yang dilakukan nelayan merupakan sebuah pertanda bahwa nelayan tersebut mempunyai motivasi dan semangat yang kuat untuk mengembangkan dan meningkatkan produktivitas hasil tangkapannya. Menurut Lion 1960 bahwa golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibandingkan orang-orang yang pasif. Persepsi nelayan terhadap teknologi penangkapan ikan Hasil uji statistik Chi-Square Tabel 6, memperlihatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara persepsi nelayan terhadap adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan. Hal ini terlihat dari koefisien kontingensi = 0,368 dengan nilai p-value = 0,019 pada taraf α = 5. yang berarti ada hubungan yang signifikan antara keterkaitan tingkat adopsi teknologi dengan persepsi nelayan. Hasil tabulasi persentase distribusi persepsi nelayan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya disajikan dalam Tabel 12 berikut ini. Tabel 12 Persentase distribusi persepsi nelayan terhadap tingkat adopsi teknologi. Persepsi nelayan terhadap teknologi Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f Sangat tidak Setuju 1 3,03 0,00 0,00 1 100,00 0,00 0,00 Tidak Setuju 4 12,12 3 4,62 0,00 7 57,14 42,86 0,00 Ragu-ragu 12 36,36 10 15,38 3 15,79 25 48,00 40,00 12,00 Setuju 16 48,48 45 69,23 12 63,16 73 21,92 61,64 16,44 Sangat Setuju 0,00 7 10,77 4 21,05 11 0,00 63,64 36,36 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Tabel 12 diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar nelayan mempersepsikan positif setuju ada 73 responden dari 117 total responden terhadap adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan. Namun, bila melihat dari tingkat penyerapan adopsi teknologi yang sebagian besar persepsi setuju terhadap adopsi teknologi dengan tingkat adopsi rendah ada 16 responden 48,48, tingkat adopsi sedang 45 responden 69,23 dan tingkat adopsi tinggi ada 12 responden 63,16. hal ini diduga lebih disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan nelayan dalam hal pendapatan. Keberanian mengambil risiko Hasil uji statistik dengan Chi-Square Tabel 6, memperlihatkan bahwa keberanian mengambil risiko tidak signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. Hal ini terlihat dari koefisien kontingensi = 0,169 dengan nilai p-value = 0,751 pada taraf α = 5. Hasil tabulasi persentase distribusi keberanian mengambil risiko terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya disajikan dalam Tabel 13 berikut ini. Tabel 13 Persentase distribusi keberanian mengambil risiko terhadap tingkat adopsi teknologi Keberanian mengambil risiko Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f Sangat rendah 0 3 9,09 4 6,15 1 5,26 8 37,50 50,00 12,50 Rendah 1 kali 8 24,24 23 35,38 6 31,58 37 21,62 62,16 16,22 Sedang 2 kali 6 18,18 12 18,46 6 31,58 24 25,00 50,00 25,00 Tinggi 2 kali 16 48,48 26 40,00 6 31,58 48 33,33 54,17 12,50 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Tabel 13, memperlihatkan bahwa keberanian mengambil risiko mayoritas responden tinggi 2 kali ada 48 responden, tetapi belum sepenuhnya mengadopsi teknologi tingkat tinggi moderen. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat pengambilan risiko nelayan sangat tinggi tetapi tingkat adopsinya masih tingkat adopsi rendah dan sedang. Mardikanto 1993 bahwa kecepatan adopsi seseorang mengadopsi suatu teknologi dipengaruhi oleh keberanian mengambil risiko, individu yang memiliki keberanian mengambil risiko biasanya inovatif.

5.3.2.2 Karakteristik eksternal responden

Distribusi responden menurut karakteristik eksternal nelayan meliputi; 1 dukungan penyuluh perikanan tangkap, 2 dukungan kelompok nelayan, 3 dukugan kelembagaan, 4 dukungan pasar, dan 5 dukungan pemerintah daerah pemda. Distribusi karakteristik nelayan disajikan dalam Tabel 14 berikut ini. Tabel 14 Distribusi karakteristik eksternal nelayan Karakteristik eksternal Kategori Jumlah orang Persentase Dukungan penyuluh perikanan Tidak ada Ada 77 40 65,81 34,19 Dukungan kelompok nelayan Tidak ada Ada 27 90 23,08 76,92 Dukungan kelembagaan Tidak ada Ada 30 87 25,64 74,36 Dukungan pasar Tidak ada Ada 31 86 26,50 73,50 Dukungan Pemda Tidak ada Ada 36 81 30,77 69,23 Hubungan keterkaitan antara tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dengan karakteristik eksternal nelayan terlihat dalam uji statistik Chi Square. Nilai hasil uji Chi-Square hubungan keterkaitan karakteristik eksternal terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya terangkum dalam Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji Chi-Square antara variabel karakteristik eksternal dengan tingkat adopsi teknologi. Uraian Koefisien kontingensi Signifikansi Dukungan penyuluhan perikanan 0,427 0,000 Dukungan kelompok nelayan 0,648 0.000 Dukungan kelembagaan 0,660 0,000 Dukungan ketersediaan pasar 0,081 0,679 Dukungan Pemda 0.098 0,567 N 117 Ket. = signifikan pada α = 1, = signifikan pada α = 5 Dukungan penyuluhan perikanan Hasil uji statistik Chi-Square Tabel 15 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan penyuluhan perikanan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. Koefisien kontingensi = 0,427 dengan nilai p-value = 0,000 pada taraf α = 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Marra et al. 2003; dan Akudugu et al. 2012, yang mengemukakan bahwa kecepatan adopsi suatu teknologi ditentukan oleh intensitasaktivitas penyuluh dalam mempengaruhi pola pikir petaninelayan. Persentase distribusi dukungan penyuluhan perikanan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya disajikan dalam Tabel 16 berikut ini. Tabel 16 Persentase distribusi dukungan penyuluhan perikanan terhadap tingkat adopsi teknologi. Dukungan Penyuhan Perikanan Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f Dukugan Penyuluhan Perikanan Tidak ada 27 81,82 47 72,31 3 15,79 77 35,06 61,04 3,90 Ada 6 18,18 18 27,69 16 84,21 40 15,00 45,00 40,00 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Persepsi nelayan terhadap penyuluhan perikanan Rendah 15 45,45 23 35,38 6 31,58 44 34,09 52,27 13,64 Sedang 8 24,24 16 24,62 7 36,84 31 25,81 51,61 22,58 Baik 10 30,30 26 40,00 6 31,58 42 23,81 61,90 14,29 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Tabel 16 menunjukkan bahwa kebanyakan responden tidak mendapat dukungan penyuluhan 65,81, sedangkan yang mendapat penyuluhan hanya 34,19 dari jumlah responden dalam penelitian ini. Responden yang menyatakan tidak mendapat dukungan penyuluhan perikanan menerapkan tingkat adopsi rendah 35,06, sedang 61,04 dan tingkat adopsi tinggi 3,90. Responden yang menyatakan mendapat dukungan dari penyuluhan perikanan menerapkan tingkat adopsi rendah sebanyak 15,00, sedang 45,00 dan adopsi tingkat tinggi sebanyak 40,00, ini menandakan bahwa responden yang mendapat dukungan penyuluh lebih memilih menerapkan tingkat adopsi sedang dan tinggi. Selanjutnya, Tabel 16 juga memperlihatkan bahwa persepsi nelayan terhadap kinerja penyuluhan perikanan menunjukkan bahwa sebanyak 37,61 kinerja penyuluhan perikanan rendah kurang baik, 26,49 menyatakan kinerja penyuluhan sedang-sedang saja, dan responden yang menyatakan kinerja penyuluh baik ada sebanyak 35,90. Responden yang mempersepsikan penyuluhan perikanan rendah bisa mengadopsi teknologi sebanyak 34,09 tingkat rendah, 52,27 adopsi tingkat sedang, dan adopsi teknologi tingkat ada 13,64, responden yang mempersepsikan kinerja penyuluhan perikanan sedang- sedang saja mengadopsi teknologi sebanyak 25,81 tingkat rendah, 51,61 adopsi teknologi tingkat sedang, dan 22,58 mengadopsi teknologi tingkat tinggi, sedangkan responden yang mempersepsikan kinerja penyuluhan perikanan baik, mengadopsi teknologi 23,81 rendah, 61,90 adopsi tingkat sedang dan 14,29 mengadopsi teknologi tingkat tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan petugas penyuhan perikanan lapangan sangat berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya. Mardikanto 1993 mengemukakan bahwa kecepatan adopsi suatu inovasi salah satunya ditentukan oleh intensitasaktivitas penyuluh yang mempromosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi, maka akan semakin cepat pula proses adopsi inovasi di daerah tersebut. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa banyak harapan dan saran dari masyarakat nelayan untuk dapat diadakan penyuluhan perikanan tangkap di lapangan dalam bentuk kegiatan yang sifatnya praktik lapangan. Dukungan kelompok nelayan Hasil uji Chi-Square Tabel 15, menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara dukungan kelompok nelayan dengan tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya.ini terlihat dari koefisien kontingensi = 0,648 dengan nilai p-value = 0,000 pada taraf α = 1. Hal ini sesuai dengan Cartwright and Zander 1960, bahwa semakin dinamis suatu kelompok nelayan, maka semakin tinggi tingkat adopsi inovasi. Adanya saling kerjasama antar nelayan dan stakeholder yang terlibat akan memudahkan nelayan mendapatkan askes informasi teknologi. Persentase distribusi dukungan kelompok nelayan terhadap tingkat adopsi teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 menunjukkan bahwa responden yang tidak mendapat dukungan kelompok nelayan ada 23,08, sedangkan responden yang mendapat dukungan kelompok nelayan ada76,92 dari jumlah responden dalam penelitian ini. Responden yang menyatakan tidak mendapat dukungankelompok nelayan menerapkan tingkat adopsi rendah 44,44, sedang 51,85 dan tingkat adopsi tinggi 3,70. Responden yang menyatakan mendapat dukungan kelompok nelayan menerapkan tingkat adopsi rendah sebanyak 23,33, sedang 56,67 dan adopsi tingkat tinggi sebanyak 20,00, ini menandakan bahwa responden yang mendapat dukungan kelompok nelayan lebih memilih menerapkan tingkat adopsi sedang dan tinggi. Tabel 17 Persentase distribusi dukungan kelompok nelayan terhadap tingkat adopsi teknologi Dukungan Kelompok Nelayan Tingkat Adopsi F Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi f f f Dukugan kelompok nelayan Tidak ada 12 36,36 14 21,54 1 5,26 27 44,44 51,85 3,70 Ada 21 63,64 51 78,46 18 94,74 90 23,33 56,67 20,00 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Persepsi nelayan terhadap dukungan kelompok nelayan Rendah 8 24,24 15 23,08 4 21,05 27 29,63 55,56 14,81 Sedang 12 36,36 36 55,38 3 15,79 51 23,53 70,59 5,88 Baik 13 39,39 14 21,54 12 63,16 39 33,33 35,90 30,77 Jumlah 33 100 65 100 19 100 117 28,21 55,56 16,24 Selanjutnya, Tabel 17 juga menunjukkan bahwa persepsi nelayan terhadap kinerja kelompok nelayan adalah sebanyak 23,08 kinerja kelompok nelayan rendah kurang baik, 43,59 menyatakan kinerja kelompok nelayan sedang- sedang saja, dan responden yang menyatakan kinerja kelompok nelayan baik ada sebanyak 33,33. Responden yang mempersepsikan kelompok nelayan rendah, mengadopsi teknologi sebanyak 29,63 tingkat rendah, 55,56 adopsi tingkat sedang, dan adopsi teknologi tingkat ada 14,81. Responden yang mempersepsikan kinerja kelompok nelayan sedang-sedang saja mengadopsi teknologi sebanyak 23,53 tingkat rendah, 70,59 adopsi teknologi tingkat sedang, dan 5,88 mengadopsi teknologi tingkat tinggi, sedangkan responden yang mempersepsikan kinerja kelompok nelayan baik, mengadopsi teknologi 33,33 rendah, 35,90 adopsi tingkat sedang dan 30,77 mengadopsi teknologi