Kesimpulan Adopsi Teknologi Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Yang Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal dan Pengembangannya di Kabupaten Aceh Jaya

ini menghasilkan 7 jenis alat tangkap purse-seine, Gillnet, Trammel net, bagan apung, pancing tonda, pancing ulur dan rawaimini long line yang dipergunakan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada di 6 kecamatan dalam Kabupaten Aceh Jaya, yaitu Kecamatan Jaya, Sampoiniet, Setia Bakti, Krueng Sabee, Panga dan kecamatan Teunom. Dengan demikian diperoleh 24 jenis kegiatan perikanan, yaitu; Kecamatan Jaya Gillnet, Trammel net, pancing ulur, dan pancing tonda, Kecamatan Sampoiniet Gillnet, pancing ulur, pancing tonda, dan bagan apung, Kecamatan Setia Bakti Gillnet, Trammel net, pancing ulur, pancing tonda dan bagan apung, Kecamatan Krueng Sabee purse seine, Gillnet, Trammel net, pancing tonda, Kecamatan Panga Gillnet dan pancing ulur, dan Kecamatan Teunom Gillnet, Trammel net, pancing ulur, pancing tonda dan rawaimini long line Dimensi yang menyangkut keberlanjutan dan dipergunakan dalam penelitian ini terdiri 5 dimensi. Adapun kelima dimensi dimaksud adalah dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan. Masing-masing dimensi dikembangkan atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan, sebagaimana dipersyaratkan dalam FAO - Code of Conduct. Gambar 7 Prosedur dari pendekatan Rapfish keberlanjutan Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, dimana data primer berasal dari nelayan dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap kegiatan perikanan tangkap di lokasi. Data primer digali melalui wawancara dengan bantuan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi yang berkaitan dengan datainformasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Penentuan atribut pada masing - masing dimensi keberlanjutan Lampiran 2, 5, 8, 11, dan 14, disusun mengacu kepada Pitcher dan Preikshot 2001, Charles 2001, Cochrane 2002, Soesilo 2003, Hartono et al. 2005, Rapfish Group 2006, Satria 2006, Suyasa 2007, Nababan et al. 2007; dan Abdullah 2011 dan nilai-nilai kearifan lokal. Selanjutnya dilakukan penyusunan indeks dan status keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya Tabel 4. Atribut masing-masing dimensi serta kriteria baik dan buruk mengacu kepada konsep yang digunakan Pitcher dan Preikshot 2001, Rapfish Group 2006, Allahyari 2010, serta pendapat dari pakar dan stakeholder yang terkait dengan sistem yang dikaji. Tabel 4 Kategori indeks keberlanjutan setiap dimensi sistem yang dikaji Nilai Indeks Penilaian Kategori Keberlanjutan 0 – 19 Buruk Tidak Berkelanjutan 20 – 39 Cukup Kurang Berkelanjutan 40 – 59 Sedang Sedang 60 – 79 Baik Berkelanjutan 80 – 100 Sangat Baik Sangat Berkelanjutan Sumber: Allahyari 2010 Setiap atribut diperkirakan skornya, yaitu skor maksimum 4 untuk kondisi baik good dan 0 untuk jelek bad dan di antaranya untuk keadaan di antara baik dan buruk. Skor definitifnya adalah nilai modus, yang dianalisis untuk menentukan titik-titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan sistem relatif terhadap titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi MDS. Skor setiap dimensi dinyatakan dengan skala terburuk bad 0 sampai yang terbaik good 100.

4.3 Hasil Penelitian

Peneltian ini menggunakan sebanyak 5 dimensi untuk mengetahui keberlanjutan perikanan tangkap yang berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya. Kelima dimensi dimaksud adalah dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan. Hasil dari analisis Rapfish terhadap masing-masing dimensi, adalah sebagai berikut:

4.3.1 Dimensi ekologi

Analisis keberlanjutan perikanan tangkap berbasis kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya pada dimensi ekologi, didasarkan pada 9 atribut. Adapun ke-9 atribut dimaksud adalah, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan; discard dan by catch proporsi ikan yang dibuang; tekanan pemanfaatan perairan; perubahan ukuran ikan yang tertangkap dalam 5 tahun terakhir; perubahan jenis ikan yang tertangkap dalam 5 tahun terakhir; penangkapan ikan dilakukan di area terumbu karang; pengambilan terumbu karang sebagai pemberat; manfaat hutan bakau dipinggir pantai untuk usaha penangkapan ikan; dan pohon bakau digunakan sebagai galah dan lain-lain dalam operasi penangkapan ikan. Hasil analisis ordinasi dengan menggunakan skor masing-masing atribut pada dimensi ekologi terhadap kegiatan perikanan tangkap di lokasi penelitian Lampiran 4. Analisis ordinasi ini ditujukan untuk menentukan posisi relatif dari setiap kegiatan perikanan terhadap ordinasi yang berada pada kisaran baik good dengan nilai 100, dan buruk bad dengan nilai nol.