5 Perayaan Hari Proklamasi 17 Agustus Larangan melaut pada hari Proklamasi bertujuan untuk memperingati
Kemerdekaan Republik Indonesia dan menghormati para pahlawan yang telah berjuang untuk merebut kemerdekaan Abdullah et al. 2006, Daud
dan Adek 2010. Larangan melaut diberlakukan mulai terbenamnya matahari pada tanggal 16 Agustus sampai pukul 12.00 WIB tanggal 17
Agustus. Panglima Laôt Lhôk memperbolehkan nelayan melaut setelah upacara kemerdekaan selesai dilaksanakan.
6 Peringatan Hari Tsunami 26 Desember Larangan melaut pada hari tsunami berdasarkan kesepakatan seluruh
komponen adat laôt yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Panglima Laôt pada tanggal 26 Desember 2006 Abdullah et al. 2006, Daud dan
Adek 2010. Pada hari ini, dilakukan doa bersama di tepi pantai sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
2 Tata cara penangkapan ikan dan peletakan rumpon Adrianto et al. 2011, dan hasil wawancara dengan Panglima Laôt Provinsi Aceh H. Bustamam Tanggal
21 Oktober 2012. yaitu 1 Peletakan rumpon laut dalam dimulai dari 5 mil – 12 mil dari pantai
dengan ketentuan jarak dari rumpun A ke rumpon B berjarak 3 mil 2 Bagi hasil, apabila rumpon A diambil ikan oleh Boat lain maka harus
dibagi hasil 14 dari uang bersih kepada pemilik rumpon Adrianto et al. 2011, tapi di Kabupaten Aceh Jaya berlaku lain, pembagian hasil
tangkapan di rumpon milik orang lain dikenakan bagi hasil 13 dari hasil penjualan ikan yang tertangkap di rumpon tersebut jika hasil penjualan
ikan tersebut lebih besar dari Rp 3 juta, seandainya ikan hasi penjualan kurang dari Rp 3 juta maka pemilik rumpon tidak diberikan bagi
hasilnya.
3 Rumpun pinggir 3 mil dari pantai penempatan rumponnya diatur oleh Panglima Laôt Lhôk masing-masing.
4 Rumpon yang pemiliknya berdomisili di luar Aceh tidak boleh meletaknya di perairan Aceh batas dihitung 12 mil laut dari titik luar
wilayah pantai Aceh sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh UUPA.
3 Tata cara kayu Apung atau barang hanyut, yaitu 1 Apabila nelayan boat melihat ada beberapa kayu apung, maka nelayan
boat tersebut boleh memiliki hanya 1 satu kayu apung saja berlaku hukum krah.
2 Apabila kayu apung yang sudah ditandai oleh nelayan boat si A diambil ikannya oleh nelayan boat lain maka bagi hasilnya harus dibagi 14 dari
hasil penjualan ikan yang ditangkap di kayu tersebut kepada pemilik kayu apung.
4 Penggunaan pukat trawl, alat tangkap dengan bahan peledak dan racun ikan, bahan kimia yang dapat merusak terumbu karang, dan biota laut lainnya,
pengrusakan hutan pantai serta mengganggu kelestarian sumberdaya ikan merupakan pelanggaran hukum adat laôtkearifan lokal dilarang keras oleh
Panglima Laôt di Kabupaten Aceh Jaya. Kepada pihak yang berwenang TNI AL, Kepolisian dan Pemda diminta untuk mengambil tindakan tegas.
3.3.2.4 Keterkaitan Panglima Laôt Lhôk dengan lembaga lain
Panglima Laôt dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan laut bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, Syahbandar dan polisi perairan.
Segenap fungsionaris Lembaga Adat laôt mendapat bimbingan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, baik mengenai teknologi penangkapan hasil laut maupun
dalam pelaksanaan peraturan pemerintah, terutama yang menyangkut pengelolaan lingkungan laut seperti pemilikan jaring yang tidak merusak lingkungan dan
daerah penangkapan ikan.
Syahbandar sebagai penanggung jawab terhadap pelayaran di laut sangat berkepentingan kepada Panglima Laôt. Karena itu izin pembuatan kapalperahu
dan pos berlayar bagi kapalperahu disalurkan melalui Panglima Laôt dan pelaksanaannya diawasi bersama. Syahbandar memberi petunjuk-petunjuk
wilayah laut yang boleh dilayari dan menangkap ikan serta cuaca di laut. Kerja sama dengan polisi perairan dilakukan dalam hal adanya pelanggaran berat dan
tidak mampu diselesaikan oleh Panglima Laôt, seperti ada kapal asing menangkap hasil laut dalam wilayah perairan Indonesia yang setelah diperingatkan oleh
fungsionaris Panglima Laôt tetap tidak diindahkan. Kasus seperti itu dilaporkan kepada polisi perairan. Mengingat peran serta Panglima Laôt demikian besar
dalam menjaga pelestarian fungsi laut, maka keberadaan Lembaga Panglima Laôt tersebut tetap dipertahankan oleh masyarakat. Hal ini berarti kewenangan
Panglima Laôt tetap diakui dalam pengelolaan lingkungan laut.
Dalam hukum adat laôt telah dikembangkan sistem pelaporan untuk menjaga lingkungan laut. Jika seorang nelayan atau anggota masyarakat lainnya
melihat ada oknum yang melanggar lingkungan hidup, maka pelanggaran tersebut harus dilaporkan segera pada Panglima laôt atau kepada pihak yang berwajib.
Panglima Laôt secara kelembagaan mengatur pengelolaan lingkungan laut dengan aturan selain memuat larangan juga mengatur cara orang bertindak terhadap
lingkungan dalam lingkup yang terbatas sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Pengaturan seperti itu membawa konsekuensi lebih efektifnya
berlaku hukum atas pengelolaan lingkungan laut.
3.3.3 Peranan kearifan lokal dalam mewujudkan pembangunan perikanan berkelanjutan
Panglima Laôt adalah seorang pemimpin nelayan yang secara hukum adat laôt bertugas mengkoordinasi satu atau lebih wilayah operasional nelayan dan
minimal satu pemukiman. Tugas Panglima Laôt di antaranya “mengawasi dan memelihara pelaksanaan hukum adat laôt, mengatur tatacara penangkapan ikan di
laut, menyelesaikan berbagai pertikaian sehubungan penangkapan ikan dan menyelenggarakan adat laôt, dan lain sebagainya. Daerah-daerah penangkapan di
laut dibagi atas beberapa wilayah. Wilayah tersebut adalah lhôk, yang berarti teluk tempat-tempat nelayan melakukan pendaratan ikan, dengan pemimpin wilayahnya
adalah Panglima Laôt Lhôk. Pembagian wilayah perlu diadakan “Untuk menentukan batas-batas penangkapan ikan oleh nelayan, juga menentukan batas
wilayah bagi seorang Panglima Laôt Lhôk” Zainuddin 1961. Kini mengalami pergeseran wilayah penangkapan ikan, karena nelayan bebas menangkap ikan
diseluruh perairan Aceh. Apabila terjadi pelanggaran dan perselisihan pada saat
penangkapan ikan, maka orang yang berwenang untuk menyelesaikan masalah adalah Panglima Laôt di wilayah terjadi sengketa tersebut
3.3.3.1 Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan istiadat.
Hukum adat laôt kearifan lokal yang dibahas dalam kajian ini merupakan bahagian dari hukum adat Aceh. Sebagai bahagian dari Hukum Adat Aceh, maka
hukum adat laôt kearifan lokal tidak terlepas pengaruhnya dari ajaran Islam, hal ini ditandai dengan pantangan menangkap ikan pada hari Jumat sebagai
menghormati Shalat Jumat, dan upacara khanduri laôt, peresmian perahuboat, dan sebagainya yang senantiasa dilakukan dengan membaca doa menurut Agama
Islam. Keadaan ini tercermin dalam ungkapan hukôm ngon adat lagee zat ngon sifeut” yang artinya hukum Islam dengan hukum adat seperti zat dengan sifat.
Dalam menjalankan peran Panglima Laôt untuk memelihara dan
mengawasi hukum adat laôt di Kabupaten Aceh Jaya tidak menjadi suatu pekerjaan yang berat, karena hukum adat dan istiadat merupakan hukum yang
harus ditaati the living law oleh masyarakat khususnya masyarakat nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan di laut.
Para nelayan di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya mentaati ketentuan- ketentuan adathukum adat sebagai suatu kewajiban. Demikian pula halnya dalam
menjalankan peran Panglimat Laôt untuk mengambil keputusan jarang dijumpai para pihak yang dijatuhi sanksi adat menolak untuk menjalankan keputusan
tersebut. Kondisi seperti ini disebabkan masyarakat Aceh pada umumnya menghormati dan mentaati hukum adat. Menghormati hukum adat berarti:
1 Demi kepentingan diri sendiri 2 Sudah terbiasa dari kecil.
3 Pergaulan hidup dalam masyarakat yang senantiasa diingatkan pada adat. 4 Dalam kehidupan keluarga nelayan yang terbiasa diajarkan oleh orang tua
mereka
3.3.3.2 Peranan dalam mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut
Dalam usaha penangkapan ikan dilaut oleh nelayan tradisional, nelayan pancing dan nelayan jaring di Kabupaten Aceh Jaya selalu ada koordinasi dengan
Panglima Laôt, tetapi bukan semua nelayan di Kabupaten Aceh Jaya diwajibkan berkoordinasi dengan Panglima Laôt dalam melaksanakan operasi penangkapan
ikan, hanya kesadaran nelayan sendiri untuk menyampaikan informasinya pada Panglima Laôt.
Mengkoordinasi setiap usaha penangkapan ikan di laut oleh Panglima Laôt bukan berarti Panglima Laôt harus melaut setiap hari. Bila ada hal yang terjadi
dalam usaha penangkapan ikan di laut seperti ada nelayan menggunakan alat tangkap trawl pukat harimau maka nelayan tersebut akan melaporkan kepada
Panglima Laôt. Laporan nelayan tersebut akan ditindak lanjut oleh Panglima Laôt kepihak keamanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk diambil
tindakansanksi adat dan hukum Negara.