Pendekatan Proses Hirarki Pola pengelolaan gugusan pulau pulau kecil di kawasan kapoposan yang berkelanjutan

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pembuangan sampah rumah tangga diatur sedemikian rupa demi menjaga kebersihan, kesehatan dan keindahan lingkungan pulau, sehingga di jalan sepanjang pulau tidak terlihat sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat. Penggunaan kebutuhan air minum dan air untuk kegiatan mencuci atau mandi, diatur terpisah berdasarkan sumber-sumber air sumur yang telah disepakati, guna menjaga kualitas dan ketersediaan air tawar. Bahkan dalam pembangunan rumah, harus ada kesepakatan bersama seluruh masyarakat mengenai luasan bangunan, bahan yang digunakan, serta mempertahankan bentuk arsitektur tradisional sehingga terlihat rapi dan asri. Selain itu, pembinaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan dalam melakukan sosialisasi pelestarian terumbu karang dapat menekan kerusakan yang terjadi. Masyarakat kawasan pada saat ini melakukan penangkapan ikan-ikan karang ekonomis yang menjadi target penangkapan seperti ikan kerapu sunu dan cumi-cumi, dilakukan hanya dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, yaitu pancing. Dari segi pemasaran, hasil tangkapan masyarakat untuk ikan-ikan karang ekonomis dan cumi-cumi tidak menjadi masalah karena hasil tangkapan tersebut langsung dijemput ke lokasi dan dibeli oleh para pengusaha ikan maupun pengusaha rumah makan dari Kota Makassar.

5.2 Pendekatan Proses Hirarki

Pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan melalui pendekatan proses hirarki seperti disampaikan pada Gambar 14. Contoh hasil perhitungan dengan menggunakan expert choice disampaikan pada Lampiran 6. Gambar 14 Pendekatan proses hirarki. PENGELOLAAN GUGUSAN PULAU-PULAU KECIL DI KAWASAN KAPOPOSAN YANG BERKELANJUTAN Fokus Kriteria Politik 0,680 Ekonomi 0,159 Sosial Budaya 0,097 Lingkungan 0,067 Sub Kriteria - Kesenjangan pembangunan 0,030 - Kebijakan berbasis kelautan 0,155 - Pemberdayaan PPK sebagai isu nasional yang baru 0,186 - Implementasi wawasan nusantara 0,305 - Infrastruktur dasar 0,108 - Proporsi anggaran pembangunan kelautan 0,025 - Ketersediaan lapangan kerja 0,015 - Minat investasi di PPK 0,009 - Kualitas SDM 0,053 - Globalisasi 0,016 - Kearifan lokal masyarakat 0,013 - Pengaruh negatif budaya asing 0,014 - Konservasi 0,038 - PPK rentan terhadap perubahan lingkungan 0,011 - Tata ruang dan zonasi 0,006 - Sumberdaya jasa kelautan 0,004 Alternatif Aktor PEMERINTAH PUSAT 0,649 PEMERINTAH DAERAH 0,177 DUNIA USAHA 0,107 INSTITUSI NON BIROKRASI 0,067 Alternatif 1: Kegiatan wisata bahari di pulau- pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut 0,063 Alternatif 2: Kegiatan wisata bahari di pulau- pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut dan perikanan tangkap 0,174 Alternatif 3: Kegiatan wisata bahari di pulau- pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama perikanan tangkap 0,288 Alternatif 4: Kegiatan wisata bahari di pulau- pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangka n berbasis konservasi 0,475 Pendekatan proses hirarki pada Gambar 14 menunjukkan bahwa alternatif pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan, meskipun dalam era otonomi daerah yang berlangsung saat ini, tidak dapat terlepas dari adanya dukungan atau good political will dari Pemerintah Pusat dalam upaya melakukan pemberdayaan pulau-pulau kecil sebagai isu nasional yang baru. Level Aktor Penetapan prioritas pada level aktor didasarkan pada tingkat pengaruh masing-masing aktor terhadap pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang berkelanjutan. Berdasarkan penilaian pada level aktor, urutan prioritas aktor adalah Pemerintah Pusat 0,649, Pemerintah Daerah 0,177, dunia usaha 0,107 dan institusi non birokrasi 0,067. Peran Pemerintah Pusat dalam proses pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan memiliki peran yang lebih penting dibanding ketiga aktor lainnya karena: 1 Pemerintah Pusat dianggap sebagai penentu kebijakan nasional yang paling memberikan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah di daerah dan terciptanya iklim investasi di pulau-pulau kecil yang kondusif bagi dunia usaha; 2 Pelaksana amanat Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; dan 3 Keberadaan Departemen Kelautan dan Perikanan, yang di dalam struktur organisasinya terdapat Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil-Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang dianggap institusi yang paling berkompeten dalam rangka pembangunan di pulau-pulau kecil seluruh Indonesia. Abubakar 2004 menyebutkan bahwa perumusan kebijakan pemanfaatan pulau-pulau kecil menyangkut kebijakan perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, legalisasi perwilayah dan pertahanan, pembangunan ekonomi dan pengembangan sumberdaya manusia tidak terlepas dari kebijakan makro ekonomi nasional secara keseluruhan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat, yang secara institusional telah memberikan wewenang kepada Departemen Kelautan dan Perikanan untuk menyusun kebijakan nasional dalam pemanfaatan sumberdaya alam di pulau-pulau kecil. Level Kriteria Penetapan prioritas pada level kriteria didasarkan pada tingkat kepentingan masing-masing kriteria terhadap pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang berkelanjutan. Berdasarkan penilaian pada level kriteria, urutan prioritas kriteria adalah Politik 0,680, Ekonomi 0,159, Sosial Budaya 0,097 dan Lingkungan 0,067. Faktor politik sesuai dengan hasil wawancara dan focus group discussion memiliki prioritas paling tinggi dibanding ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, karena politik mengambil peran yang sangat strategis dalam suatu keberhasilan ataupun kemunduran suatu bangsa dalam kehidupan bernegara, yang dapat merubah paradigma pembangunan masa lalu yang berbasis daratan land based oriented menjadi berbasis negara kepulauan archipelagic state oriented, karena politik berada dalam ruang lingkup negara. Syafi’ie 2009, menyatakan bahwa politik pada dasarnya memiliki ruang lingkup negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, sebagai kebijaksanaan, kekuatan, serta kekuasaan pemerintah yang membuat negara dalam keadaan bergerak. Level Sub Kriteria Penetapan prioritas pada level sub kriteria didasarkan pada tingkat pengaruh masing-masing subkriteria terhadap pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang berkelanjutan. Berdasarkan penilaian pada level sub kriteria, urutan prioritas adalah: implementasi wawasan nusantara 0,305, pemberdayaan pulau-pulau kecil sebagai isu nasional yang baru 0,186, kebijakan berbasis kelautan 0,155, infrastruktur dasar 0,108, kualitas sumberdaya manusia 0,053, konservasi 0,038, kesenjangan pembangunan 0,030, proporsi anggaran pembangunan kelautan 0,025, globalisasi 0,016, ketersediaan lapangan kerja 0,015, pengaruh negatif budaya asing 0,014, kearifan lokal masyarakat 0,013, pulau-pulau kecil rentan terhadap perubahan lingkungan 0,011, minat investasi di pulau-pulau kecil 0,009, tata ruang dan zonasi 0,006, sumberdaya jasa kelautan 0,004. Berdasarkan wawancara dengan key person dan wawancara kelompok terfokus, implementasi wawasan nusantara, pemberdayaan pulau-pulau kecil sebagai isu nasional yang baru, dan kebijakan berbasis kelautan pada kriteria politik merupakan sub kriteria yang perlu mendapatkan perhatian karena sangat berhubungan dengan wacana proses politik oleh para pimpinan nasional dalam merubah paradigma land based oriented menuju archipelagic state oriented yang dianggap akan sangat mempengaruhi kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang dan mempersempit kesenjangan pembangunan seperti yang terjadi selama ini. Penyediaan infrastruktur dasar pada kriteria ekonomi merupakan sub kriteria yang wajib disediakan oleh pemerintah sebagai upaya pembuka keterisolasian Kawasan Kapoposang serta penunjang pertumbuhan ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat kawasan. Ketersediaan proporsi anggaran pembangunan di sektor kelautan dalam membangun infrastruktur dasar selain akan berdampak pada ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar kawasan, juga akan meningkatkan minat investasi di pulau-pulau kecil Kawasan Kapoposang. Dahuri 2001 menyatakan bahwa, infrastruktur dasar yang pembangunannya merupakan tanggung jawab pemerintah masih sangat terbatas bahkan umumnya tidak tersedia di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Infrastruktur dasar dimaksud hanya tersedia di daerah-daerah tertentu, khususnya di kota-kota besar dan di Pulau Jawa, sehingga kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tidak dapat berjalan dengan baik dan akhirnya kehidupan masyarakat lokal dimaksud menjadi terganggu dan terbelenggu oleh kemiskinan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada kriteria sosial budaya merupakan sub kriteria yang dinilai dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya kelautan, perikanan dan jasa-jasa lingkungan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang secara lebih efektif dan efisien, karena kualitas sumberdaya manusia yang handal merupakan kebutuhan mendasar dalam menghadapi era globalisasi saat ini. Berkaitan dengan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan Kawasan Kapoposang bagi pengembangan wisata bahari, maka sumberdaya manusia sekitar kawasan harus mampu untuk terlibat aktif dalam segala aktivitas pengembangan wisata bahari, namun tetap dapat menekan terjadinya potensi konflik akibat pengaruh negatif budaya asing yang dibawa oleh para wisatawan, dengan mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Kawasan Kapoposang. Sub kriteria konservasi pada kriteria lingkungan dinilai sebagai syarat utama yang harus dipenuhi dalam pengelolaan Kawasan Kapoposang yang berkelanjutan. Hal ini mengingat karakteristik pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Kegiatan konservasi yang didukung oleh tata ruang dan zonasi di Kawasan Kapoposang akan memberikan penegasan, kejelasan dan dapat menekan terjadinya potensi konflik antara pemanfaatan sumberdaya perikanan penangkapan dan budidaya dengan pemanfaatan jasa kelautan wisata bahari. Retraubun 2002 menyatakan bahwa wacana keberlanjutan pemanfaatan pulau-pulau kecil diawali dengan munculnya paradigma konservasi conservation paradigm yang dipelopori sejak lama oleh para ilmuan biologi, yang mengartikan bahwa dalam paradigma ini keberlanjutan sumberdaya alam sebagai konservasi jangka panjang long-term conservation, sehingga sebuah kegiatan pemanfaatan pulau- pulau kecil akan disebut berkelanjutan apabila mampu melindungi sumberdaya alam SDA yang ada dari kepunahan. Konsep ini memberikan sedikit perhatian kepada tujuan manusia dalam melakukan kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata bahari. Alternatif Penetapan prioritas pada level alternatif didasarkan pada alternatif terbaik yang ingin dicapai dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang berkelanjutan. Berdasarkan penilaian, urutan prioritas alternatif pertama hingga alternatif keempat yaitu: kegiatan wisata bahari di gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan berbasis konservasi 0,475, kegiatan wisata bahari di gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama perikanan tangkap 0,288, kegiatan wisata bahari di gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut dan perikanan tangkap 0,174, dan kegiatan wisata bahari di gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut 0,063. Kegiatan wisata bahari berbasis konservasi menjadi prioritas urutan alternatif pertama karena berdasarkan wawancara dengan key person dan wawancara kelompok terfokus, aktivitas wisata bahari berbasis konservasi di gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang dapat menjadi aktivitas yang memiliki efek ganda multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan, karena merupakan aktivitas yang memenuhi segenap kriteria pembangunan berkelanjutan baik pada aspek ekonomi, sosial budaya maupun ekologi. Retraubun 2003 , menyatakan pembangunan pulau-pulau kecil berkelanjutan adalah pengelolaan pulau-pulau kecil yang harus memenuhi segenap kriteria secara ekonomi efisien dan optimal economically sound, secara sosial-budaya berkeadilan dan dapat diterima socio-culturally acepted and just, dan secara ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan enviromentally friendly. Berdasarkan hasil uji sensitivitas terhadap keempat alternatif pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan Tabel 14, alternatif kegiatan wisata bahari di gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang dikembangkan berbasis konservasi tetap stabil, meskipun salah satu aktor baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha maupun institusi non birokrasi merupakan aktor yang memiliki peran terbesar ataupun terkecil Lampiran 6. Tabel 14 Hasil uji sensitivitas terhadap alternatif pengelolaan No. Intervensi Aktor Rasio Kepentingan Range Sensitivitas Range Sensitif Range Stabil 1 Pemerintah Pusat PEMP 0,649 Tidak Ada 0 – 100 2 Pemerintah Daerah PEMD 0,177 Tidak Ada 0 – 100 3 Dunia Usaha DUHA 0,107 Tidak Ada 0 – 100 4 Institusi Non Birokrasi INOB 0,067 Tidak Ada 0 – 100 Sumber: Berdasarkan Data Olahan 2009.

5.3 Pendekatan Faktor Internal dan Eksternal