Pemerintah Daerah Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Kawasan Kapoposan

pulau-pulau kecil di Indonesia mampu menghasilkan nilai tambah dan berdaya saing tinggi di era globalisasi, yang harus disesuaikan dengan tuntutan pembangunan serta perkembangan zaman yang diarahkan kepada: 1 optimasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan jasa lingkungan; 2 teknologi penangkapan yang produktif, efisien serta ramah lingkungan; 3 penerapan bioteknologi untuk pengelolaan lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil ; 4 peningkatan nilai tambah dan kualitas produk kelautan melalui teknologi saat prapanen maupun pascapanen; 5 teknik serta manajemen pemasaran produk yang lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan posisi tawar di pasar dalam negeri dan luar negeri ; 6 teknologi pendayagunaan potensi sumberdaya energi non konvensional seperti OTEC, energi kinetik dari pasang surut dan gelombang laut yang berwawasan lingkungan; dan 7 teknologi pengelolaan limbah di kawasan pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan serta pengendaliannya. Pemerintah Pusat bertindak sebagai penyusun kebijakan nasional berupa suatu perencanaan pembangunan kelautan nasional dalam rangka mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi saat ini, dengan mendorong pertumbuhan dan berkembangnya kemampuan suatu komunitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sjahrir 2004, menyatakan bahwa suatu pemerintahan haruslah memproses kebijakan yang terdiri dari pembuatan rencana kebijakan policy planning, mengumumkan kebijakan policy announcement, memutuskan kebijakan untuk dikerjakan policy decision, serta mengimplementasikan kebijakan policy implementation. Pemerintah adalah decision maker yang mempunyai tugas utama mengambil keputusan. Salah satu ciri pemerintahan yang memerintah adalah pengambilan keputusan yang dilaksanakan secara konsisten, karena keterbelangkaian pekerjaan yang menumpuk dari Pemerintah, akan berakibat dan dirasakan secara nyata dengan berlangsungnya proses pemerosotan ekonomi.

6.2.2 Pemerintah Daerah

Undang-undang No. 322004 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945. Kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut meliputi: 1 eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; 2 pengaturan administratif; 3 pengaturan tata ruang; 4 penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; 5 ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan 6 ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Dahuri 2002 , menyatakan bahwa otonomi daerah bagi sektor kelautan dan perikanan di daerah setidaknya membawa dua implikasi penting. Pertama, daerah dituntut kemampuannya untuk mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanannya. Adanya data tentang potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan secara akurat akan mempermudah formulasi kebijakan pendayagunaan potensi sumberdaya tersebut. Kedua, daerah dituntut pula untuk mampu mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sustainable development. Pemerintah Daerah sesuai UU No. 322004 merupakan pemegang amanat dalam pemanfaatan laut sejauh empat mil, sebagai tempat hidup ketiga sumberdaya alam ekosistem tropis khas pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Kerusakan ketiga ekosistem dimaksud yang terjadi dewasa ini, tidak lepas dari terjadinya miss management pembangunan berbasis land based oriented yang dilakukan baik di pusat maupun daerah, yang telah menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan akibat eksploitasi dan destruktif fishing, konversi lahan bagi pemukiman dan industri kerusakan terumbu karang dan mangrove, deplesi stok ikan, khususnya ikan- ikan bernilai ekonomis, yang pada akhirnya semakin memperlebar gap kemiskinan pada masyarakat pulau-pulau kecil. Menurut DKP 2006, upaya untuk mengurangi masalah-masalah sosial, ekonomi dan kemiskinan masyarakat pulau-pulau kecil dapat dilakukan dengan melakukan pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap sumberdaya alam, pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap diversifikasi sumber penghasilan, peningkatan aksesibilitas terhadap informasi, dan peningkatan serta pengembangan kelembagaan sosial. Kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang, meliputi: 1 menyusun rencana pengelolaan management plan, rencana aksi action plan, rencana bisnis business plan dan penataan ruang kawasan; 2 melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan; 3 meningkatkan kemampuan masyarakat dan penguatan kelembagaan melalui sosialisasi, pendidikan dan latihan; dan 4 melaksanakan kerjasama dengan pihak swasta baik nasional maupun asing sesuai ketentuan yang berlaku. Syahriani dan Syakrani 2009 menyatakan bahwa otonomi daerah membutuhkan seorang pemimpin daerah yang memiliki entrepreneurial spirit, yaitu sebuah semangat, etos juang, dan budaya unggul yang akan memunculkan inovasi, terobosan, best practice, dan kreativitas untuk mensejahterakan masyarakat lokal melalui pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan dengan fokus orientasi utama terwujudnya kesejahteraan rakyat dalam segala dimensinya. Desentralisasi sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi politik dan administratif, sehingga membutuhkan suatu organisasi dengan kualitas tata kelola kepemerintahan yang baik good governance dan praktik-praktik birokrasi yang baik best practice yang mengharuskan peningkatan kompetensi aparat pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik kepada masyarakat dan dunia usaha. Kepemimpinan sekali lagi baik yang bersifat strategik maupun operasional adalah faktor terpenting terwujudnya organizational excellence. Kondisi dimaksud menunjukkan bahwa meskipun Pemerintah Daerah telah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan pembangunannya secara mandiri dan independen, tetapi tetap merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga dalam melaksanakan pembangunan dimaksud, daerah melakukan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan dengan fokus orientasi utama terwujudnya kesejahteraan rakyat dalam segala dimensinya, termasuk pengelolaan pulau-pulau kecil yang berada di wilayahnya. Pemerintah Daerah adalah wadah bagi penjaringan aspirasi masyarakat dalam proses pengelolaan Kawasan Kapoposan secara bottom up, karena proses dimaksud jika dilaksanakan oleh pusat akan menyebabkan biaya yang mahal, tidak efisien, dan kurang efektif. Upaya Pemerintah Daerah dalam mendorong berkembangnya Kawasan Kapoposan selayaknya dilakukan dengan memegang prinsip-prinsip yang meliputi pengelolaan yang berkelanjutan, arah pengelolaan ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan dasar, mengutamakan partisipasi dan keterlibatan masyarakat lokal, memberikan apresiasi terhadap budaya, norma, dan kearifan lokal yang berlaku, serta meningkatkan apresiasi terhadap konservasi lingkungan . Retraubun 2003, menyatakan bahwa pada masa pemerintahan orde baru, eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil lebih banyak memberikan manfaat terhadap pusat dibandingkan daerah dan masyarakat setempat yang sesungguhnya merupakan pemilik sumberdaya. Berdasarkan dalih kepentingan nasional, sumberdaya alam yang ada di daerah dieksploitasi tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan, dan bahkan menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat yang ada di daerah bersangkutan. Pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pulau-pulau kecil dalam batas-batas yang telah ditetapkan, akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat lokal. Terbukanya kesempatan menjalin kerjasama antar pemerintah daerah di Indonesia dan antar pemerintah daerah dalam lingkup antarnegara mewajibkan sebuah format kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Pangkep yang harus peka terhadap perkembangan dan dinamika politik daerah lainnya, di samping berpartisipasi dalam implementasi kesepakatan perdagangan bebas baik pada tingkat regional maupun global, yang menuntut adanya peningkatan daya saing daerah . Syahriani dan Syakrani 2009 menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan potensi unggulan sebagai daya saing daerah tidak cukup diformulasikan dalam wacana ilmiah dan retorika politik penguasa, namun harus menjadi bagian integral peningkatan kapasitas capacity building pemerintah daerah dalam penyelenggaraan seluruh fungsinya, karena sesungguhnya daya saing daerah berbanding lurus dengan daya tarik daerah sebagai tujuan investasi. Berkaitan dengan kehadiran investasi di Kawasan Kapoposan, Pemerintah Daerah selayaknya memiliki landasan yang kuat untuk mengimplementasikan pembangunan pulau-pulau kecil secara terpadu mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pulau-pulau kecil dalam upaya mendorong investasi bagi pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Sebagai pemegang izin prinsip kerjasama dengan dunia usaha, Pemerintah Daerah harus dapat melakukan berbagai upaya seperti penyertaan modal daerah, menyusun prosedur atau mekanisme perizinan investasi yang transparan, tidak berbelit-belit dan akuntable, serta meningkatkan pelayanan publik berupa praktik birokrasi yang unggul excellent practices dalam memutuskan kebijakan investasi yang telah ditetapkan. Syakrani dan Syahriani 2009 menyatakan bahwa, implementasi kebijakan dari Pemerintah Daerah membutuhkan clean and good governance, yaitu komitmen setiap pelaku birokrasi untuk berkerja dengan baik, jujur, bersih, tanggung jawab, dan profesional dengan mengedepankan tujuan bersama dan tujuan masyarakat, yang direfleksikan melalui kelembagaan pemerintah beserta unit-unitnya yang berfungsi secara efisien dan efektif. Tata kelola pemerintahan daerah yang sehat good governance merupakan konsep yang menghubungkan pemerintah daerah dengan dunia usaha, sehingga ketika fungsi pelayanan publik berjalan dengan baik, maka sebenarnya yang mendapatkan manfaat bukan sekedar dunia usaha, namun masyarakat Kawasan Kapoposang dan pemerintah daerah Kabupaten Pangkep. Syakrani dan Syahriani 2009 menyatakan, keberfungsian pelayanan publik sesungguhnya menggambarkan bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah: 1 mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan preferensi dan kebutuhan penduduk the right things, yang melukiskan terjadinya pergeseran mindset, kultur kerja, dari berorientasi pada diri sendiri menjadi fokus kepada orang lain sesuatu hal yang tidak mudah mengingat lingkungan birokrasi yang terbiasa dengan kultur minta dilayani, dan 2 mampu menyelenggarakan fungsi ini dengan mutu prima do them right, yang menunjukkan terjadinya pergeseran dari kebiasaan do less dan spent more ke arah do more dan spent less, yang secara teoritik pergeseran dimaksud menandai telah tercapainya fase reinventing goverment pada diri birokrasi pemerintah. Pemerintah Daerah sebagai sang empu wilayah Kawasan Kapoposang, selain wajib memberikan kepastian hukum, berkewajiban pula untuk memberikan pelayanan prima dalam pengurusan perizinan investasi bagi dunia usaha secara efektif melakukan sesuatu yang benardoing the right thing dan efisien melakukan dengan cara yang benardoing things right. Soetarto 2003 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah seyogyanya bersedia memberikan kemudahan insentif bagi para investor seperti misalnya kebijakan penangguhan pajak tax holiday dan perpanjangan waktu pengelolaan sesuai aturan yang berlaku. Pengembangan investasi di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang setidaknya harus didukung oleh kepastian hukum bagi investasi yang ditanamkan, terpeliharanya stabilitas sosial, politik dan keamanan di daerah, adanya sistem insentif yang menarik yang diberikan kepada para investor, pelayanan investasi prima yang cepat, murah, mudah dan transparan melalui sistem pelayanan satu atap one stop service, dan menghapus segala bentuk peraturan dan pungutan yang memberatkan dunia usaha investor. Salah satu implikasi dari berlakunya UU No. 322004 adalah sumberdaya pulau-pulau kecil tidak lagi bersifat terbuka, melainkan terkontrol controlled access. Pemerintah Daerah beserta masyarakat lokal diharapkan mampu bertanggung jawab mengendalikan pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil tersebut sehingga kelestarian sumberdaya terus terjaga. Desentralisasi pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil merupakan langkah yang tepat sehingga patut dijadikan entry point bagi pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan sustainable resources development. Retraubun 2008 , menyebutkan otonomi daerah bagi sektor kelautan dan perikanan di daerah setidaknya membawa dua implikasi penting. Pertama, daerah dituntut kemampuannya untuk mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanannya. Adanya data tentang potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan secara akurat akan mempermudah formulasi kebijakan pendayagunaan potensi sumberdaya tersebut. Kedua, daerah dituntut pula untuk mampu mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sustainable development. Sesuai dinamika dan perkembangan di masa depan, Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep memiliki kewajiban untuk melindungi lingkungan pulau- pulau kecil di Kawasan Kapoposang, dengan menetapkannya sebagai Marine Protected Area MPA atau Kawasan Konservasi Laut KKL. Hal ini tentunya membutuhkan kerja ekstra keras Pemerintah Daerah, karena untuk menetapkan suatu kawasan dimaksud menjadi KKLMPA dibutuhkan kolaboratif dan keterpaduan antar daerah setidaknya dengan melakukan nota kesepahaman MoU antara pemerintah dengan Non Goverment Organizations NGO’s, seperti misalnya yang dilakukan di Kepulauan Berau-Kalimantan Timur. Wiryawan 2008 menyatakan, bahwa dalam proses pembentukan Kepulauan Berau menjadi Kawasan Konservasi laut KKL diawali dengan penandatangan MoU selama lima tahun 2004-2009 antara Pemerintah Daerah setempat dengan NGO’s The Nature Conservacy, WWF Indonesia, Mitra Pesisir dan Yayasan Kehati pada tahun 2004. Proses selanjutnya merupakan tindak lanjut meliputi: 1 penyusunan rencana pengelolaan 2004-2005; 2 pendidikan dan penyebarluasan informasi 2004-2006; 3 pengembangan dan penguatan kelembagaan kolaborasi 2005-2006; 4 pengembangan rencana tata ruang dan zonasi 2006-2007; 5 monitoring dan evaluasi 2007-2008, dan 6 pencarian serta penyediaan dana bagi keberlanjutan program 2008-2009. Diagram model struktural pada Pemerintah Daerah sebagai salah satu elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program terdiri atas enam level Gambar 21. Elemen kunci key element adalah sumberdaya sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Subelemen-subelemen tersebut dianggap dapat menggerakkan subelemen-subelemen lain pada elemen Pemerintah Daerah. Dengan mengidentifikasi potensi unggulan dari masing- masing sumberdaya tersebut dan dibarengi dengan kepemimpinan daerah akan menciptakan kesesuaian tataruang dan zonasi di pulau-pulau kecil. Selanjutnya adalah membuat dan melaksanakan mekanisme perizinan investasi di pulau- pulau kecil sehingga akan tercipta pola investasi., dengan demikian akan terwujud peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. Sub elemen dari Pemerintah Daerah terdistribusi pada sektor II, III dan IV Gambar 22. Sub elemen potensi unggulan dan kepemimpinan daerah termasuk peubah linkages, dimana setiap tindakan pada tujuan tersebut akan menghasilkan keberhasilan dalam model pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di suatu kawasan. Sub elemen sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya buatan merupakan sub elemen yang memiliki ketergantungan yang rendah terhadap sistem, namun memiliki daya dorong yang besar dalam keberhasilan sistem. Pada sektor II terlihat bahwa sub elemen kesesuaian tata ruang dan zonasi, mekanisme perizinan investasi, pola investasi dan peningkatan PAD memiliki ketergantungan besar dari sistem, namun memiliki daya dorong yang rendah. 1 Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Buatan Sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pulau-pulau kecil umumnya berada di sekitar pesisir dan pantai dengan jarak kurang dari 4 mil laut, yang sesuai UU No. 322004 menjadi wilayah kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengelolaannya. Menurut DKP 2003 , pulau-pulau kecil di daerah tropis dan subtropis sangat berasosiasi dengan terumbu karang coral reefs, sehingga memiliki komoditas spesifik pulau kecil berupa spesies-spesies ekonomis yang menggunakan karang sebagai habitatnya seperti ikan kerapu, napoleon, kima raksasa, teripang, molusca, ekinodermata, crustacea dan lain-lain. Selain itu struktur batuan dan geologi pulau-pulau kecil di Indonesia adalah struktur batuan tua yang diperkirakan mengandung deposit bahan-bahan tambangmineral penting seperti emas, mangan, nikel dan lainnya. Pulau-pulau kecil di daerah tropis dan sub tropis memiliki ekosistem khas yang tidak terdapat di negara-negara non tropis meliputi ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun yang ketiganya berinteraksi secara erat dengan fungsinya masing-masing. Bengen dan Retraubun 2006 menyebutkan bahwa luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 85.000 km 2 yang tersebar dari kawasan barat sampai ke kawasan timur Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 18 dari terumbu karang dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota laut dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Manfaat terumbu karang diantaranya sebagai bahan baku bangunan dan industri, sebagai penghasil beragam sumberdaya ikan, pemanfaatan jasa lingkungan kegiatan wisata bahari, sebagai penahan abrasi pantai, peredam gelombang, dan sumber keanekaragaman hayati ditenggarai pada perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang pada kedalaman kurang dari 30 m, setiap 1 km 2 luas perairan mengandung sumberdaya hayati sebanyak 15 ton. Bahkan dewasa ini berbagai jenis biota yang hidup di ekosistem terumbu karang didapati banyak mengandung senyawa bioaktif sebagai bahan obat-obatan, makanan, dan kosmetika sebagai daya tarik tersendiri yang dalam pemanfaatannya diharapkan dapat pula berkontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan daerah. Ekosistem lainnya adalah mangrove yang sangat berperan bagi ketersediaan biota laut seperti ikan, udang, kerang-kerangan dan kepiting, penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, tempat penyedia kayu dan bahan baku obat-obatan. Jenis magrove yang banyak ditemukan di kawasan pulau-pulau kecil adalah genus Rhizophora bakau, Avicennia api-api dan Sonneratia. Sedangkan padang lamun sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga yang hidup terendam di dalam laut merupakan tempat berbagai jenis ikan dan udang untuk menetap, bermigrasi, berlindung, maupun mencari makan. Ekosistem terumbu karang, magrove dan padang lamun ketiganya merupakan tempat pembesaran nursery ground, pemijahan spawning ground, dan penyedia pakan alami feeding ground Bengen dan Retraubun, 2006 . Sumberdaya manusia pulau-pulau kecil meskipun umumnya memiliki kearifan lokal, namun relatif tertinggal dibandingkan dengan pulau induk atau daratan, khususnya ketertinggalan dalam mendapatkan akses informasi, teknologi, dan pasar. Dahuri 2001 menyatakan bahwa umumnya pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah, memiliki keterbatasan prasarana umum dan sosial, serta memiliki keterbatasan dalam akses ke sumber modal, teknologi, dan pasar, yang berakhir pada tumpang tindih berbagai sektor di suatu kawasan, serta terjadinya degradasi lingkungan secara cepat. Upaya untuk mengurangi masalah-masalah sosial dan ekonomi masyarakat pulau-pulau kecil dapat dilakukan melalui pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap sumberdaya alam, pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap diversifikasi sumber penghasilan, peningkatan aksesibilitas terhadap informasi, serta peningkatan dan pengembangan kelembagaan sosial. Numberi 2007, menyatakan bahwa untuk mengatasi permasalahan yang berkembang dalam masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dibutuhkan suatu upaya berupa program pemberdayaan masyarakat pulau-pulau kecil sebagai mainstream upaya peningkatan kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan. Pemberdayaan berarti apa yang telah dimiliki oleh masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga makin nyata kegunaannya bagi masyarakat itu sendiri. Pendekatan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat pulau-pulau kecil diantaranya adalah: 1 penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan; 2 mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri self financing mechanism; 3 mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna; 4 mendekatkan masyarakat dengan pasar; serta 5 membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang dianut oleh masyarakat atau organisasi yang dijadikan pegangan oleh seluruh anggota masyarakat atau anggota organisasi dalam mengadakan transaksi satu sama lainnya, sehingga kelembagan masyarakat pulau-pulau kecil merupakan wadah atau institusi lokal yang terbentuk dari aspirasi masyarakat dalam upaya pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil, dengan harapan dapat membantu kelancaran proses pengaturan alokasi sumberdaya baik dalam penerapan teknologi, modal, tenaga kerja, serta pemecahan permasalahan-permasalahan lain yang kadang kala timbul dalam usaha pengembangan wilayah pulau-pulau kecil. Karakteristik utama dari wilayah pulau-pulau kecil dicirikan oleh adanya institusi tradisional yang lahir dari proses manajemen masyarakat nelayan berdasarkan perbedaan kondisi sosio-ekologi, yang ditandai oleh adanya sistem produksi terspesialisasikan didalam hubungan hierarkhi dan hegemoni sebagai hasil dari suatu pembagian stratifikasi sosial Retraubun, 2003 . Lebih lanjut dinyatakan oleh DKP 2003 , bahwa sumberdaya pulau-pulau kecil yang tersedia untuk kehidupan masyarakat lokal telah mengalami penyusutan dan degradasi baik disebabkan oleh tindakan mereka sendiri maupun ulah para pengusaha perikanan dan kelautan yang mengeksplotai sumberdaya laut secara besar-besaran tanpa melakukan upaya pelestarian dan konservasi sumberdaya. Salah satu solusi yang mungkin dapat diterapkan dan diterima masyarakat lokal adalah dilaksanakannya pelimpahan wewenang pengelolaan decentralization sumberdaya pulau-pulau kecil kepada masyarakat lembaga lokal yang lebih mengetahui teknis dan mekanisme pemanfatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan yang merupakan warisan dari nenek moyangnya. Mengantisipasi perubahan keadaan iklim sosial dan politik yang menyebabkan terjadinya eksploitasi secara ilegal terhadap sumberdaya alam termasuk sumberdaya pulau-pulau kecil, maka peranan komunitas- komunitas masyarakat lokal menjadi penting, mengingat strategi pembangunan wilayah sebaiknya memperhatikan, memanfaatkan dan mendekatkan kepada peranan kelembagaan tradisional beserta tindakan kolektifnya. 2 Kepemimpinan Daerah dan Potensi Unggulan UU No. 322004 menyatakan bahwa sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut otonomi dan tugas pembantuan, yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Kewenangan dalam otonomi daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut adalah eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, dan ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Menurut Dahuri 2003 , otonomi daerah bagi sektor kelautan dan perikanan di daerah setidaknya membawa dua implikasi penting. Pertama, daerah dituntut kemampuannya untuk mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanannya, termasuk sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil berikut jasa lingkungannya sebagai potensi unggulan daerah. Keberadaan data tentang potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dimaksud secara akurat akan mempermudah formulasi kebijakan pendayagunaan potensi sumberdaya tersebut. Kedua, daerah dituntut pula untuk mampu mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sustainable development. Pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil merupakan upaya untuk meningkatkan potensi unggulan sebagai daya saing daerah yang tidak cukup diformulasikan dalam wacana ilmiah dan retorika politik penguasa, namun harus menjadi bagian integral peningkatan kapasitas capacity building pemerintah daerah dalam penyelenggaraan seluruh fungsinya, karena sesungguhnya daya saing daerah berbanding lurus dengan daya tarik daerah sebagai tujuan investasi. Tantangan pemimpin daerah adalah meningkatkan kualitas tata kelola kepemerintahan yang sehat good governance dan praktik-praktik birokrasi yang unggul excelent practices dalam pelayanan publik kepada masyarakat dan dunia usaha baik dalam konteks domestik, maupun konteks global melalui daya saing bangsa. Untuk itu pemimpin daerah membutuhkan entrepreneurial spirit, yaitu sebuah semangat, etos juang, dan budaya unggul yang akan memunculkan inovasi, terobosan, best practice, dan kreativitas untuk mensejahterakan masyarakat lokal melalui pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan dengan fokus orientasi utama terwujudnya kesejahteraan rakyat dalam segala dimensinya. Kepemimpinan daerah baik yang bersifat strategik maupun operasional adalah faktor terpenting terwujudnya organizational excellence. Terbukanya kesempatan menjalin kerjasama antar pemerintah daerah di Indonesia dan antar pemerintah daerah dalam lingkup antarnegara mewajibkan sebuah format kebijakan pembangunan daerah yang harus peka terhadap perkembangan dan dinamika politik daerah lainnya, di samping berpartisipasi dalam implementasi kesepakatan perdagangan bebas baik pada tingkat regional maupun global, yang menuntut adanya peningkatan daya saing daerah Syahriani dan Syakrani, 2009. 3 Kesesuaian Tata Ruang dan Zonasi UU No. 272007 menyatakan bahwa definisi rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Tahapan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari empat tahapan yang meliputi: 1 Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RSWP3K adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. 2 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RZWP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. 3 Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RPWP3K adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembagainstansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber dayakegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan. 4 Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RAPWP3K adalah tindak lanjut rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di setiap kawasan perencanaan. UU No. 272007 menyatakan pula bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RZ-WP3K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pemerintah provinsikabupatenkota, yang diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW provinsikabupatenkota, yang dalam penyusunannya mempertimbangkan: 1 keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan; 2 keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas lahan pesisir; dan 3 kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi. Muatan Rencana Zonasi WP3K menyangkut pengalokasian ruang WP3K dalam empat jenis kawasan dimana pada masing-masing kawasan dijabarkan menjadi zonasub zona pemanfaatan yang meliputi: 1 Kawasan pemanfaatan umum, adalah bagian dari wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan. Dalam penjelasan Pasal 10 UU No. 27 Tahun 2007 di sebutkan bahwa ‘kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan budidaya dalam UU No. 26 Tahun 2007, merupakan kawasan yang dipergunakan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan pertambangan. 2 Kawasan konservasi, adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang setara dengan kawasan lindung. 3 Alur laut, merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipakabel bawah laut, dan migrasi biota laut. 4 Kawasan strategis nasional tertentu, adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, danatau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional. Kawasan strategis nasional tertentu memperhatikan beberapa kriteria, yaitu: batas-batas maritim kedaulatan negara, kawasan yang secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara, situs warisan dunia, serta pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal danatau habitat biota endemik dan langka. 4 Mekanisme Perizinan Investasi Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.20MEN2008, mekanisme perizinan investasi di pulau-pulau kecil yang dapat diterapkan Pemerintah Daerah yang memiliki pulau-pulau kecil dan pulau- pulau kecil terluar dapat dibagi atas mekanisme perizinan investasi di pulau- pulau kecil Gambar 29 dan pulau-pulau kecil terluar Gambar 30, serta investasi yang melibatkan non-PMA atau PMA Gambar 31. Gambar 29 Mekanisme perizinan investasi di pulau-pulau kecil Sumber DKP, 2009 . INVESTOR MENKOPOLHUKAM GUBERNUR atau BUPATI WALI KOTA BKPM PULAU KECIL TERLUAR SETUJU ? SETUJU ? SURAT I ZI N USAHA MULAI SELESAI YA TIDAK TIDAK TIDAK YA YA MKP YA TIDAK SETUJU ? DI NAS I NSTANSI TERKAI T SURAT PENOLAKAN USAHA Gambar 30 Mekanisme perizinan investasi di pulau-pulau kecil terluar Sumber DKP, 2009. Gambar 31 Mekanisme perizinan investasi non PMA dan PMA di pulau-pulau kecil Sumber pengembangan dari DKP, 2009 . INVESTOR REKOMENDASI BKPMD INVESTOR NON PMA ATAU PMA SETUJU? SETUJU? SURAT I ZI N USAHA SURAT PENOLAKAN USAHA DINASINSTANSI TERKAIT MULAI SELESAI YA TIDAK YA TIDAK MENTERI KELAUTAN DAN PERI KANAN GUBERNUR atau BUPATI WALI KOTA TIDAK INVESTOR MENKOPOLHUKAM BKPMD PULAU KECIL TERLUAR ? SETUJU? SETUJU? SURAT I ZI N USAHA SURAT PENOLAKAN USAHA DINASINSTANSI TERKAIT MULAI SELESAI YA TIDAK YA TIDAK MENTERI KELAUTAN DAN PERI KANAN GUBERNUR atau BUPATI WALI KOTA TIDAK 5 Pola Investasi Investasi di pulau-pulau kecil selayaknya melibatkan partisipasi aktif masyarakat, seiring Pemerintah Daerah yang pro aktif dalam menawarkan suatu pola investasi pulau-pulau kecil yang tepat dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan daerah yang bersangkutan demi kepentingan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan pulau-pulau kecil. Beberapa contoh pola investasi di pulau-pulau kecil seperti disampaikan berikut ini. Gambar 32 Pola investasi bidang perikanan di pulau-pulau Kecil Sumber DKP, 2009 PUNGUTAN HASIL PERIKANAN 70 tujuh puluh persen dari jumlah keseluruhan pungutan untuk disetor ke Kas Daerah 30 tiga puluh persen dari jumlah keseluruhan pungutan untuk biaya penyelenggaraan pungutan Untuk kegiatan pembudidayaan ikan sebesar 1 satu persen dikalikan harga jual seluruh ikan hasil pembudidayaan Untuk kegiatan penangkapan Ikan Bagi Perseorangan, Orang Pribadi berdasarkan rumusan 1 satu persen dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan Bagi usaha skala besar berdasarkan rumusan 2,5 dua koma lima persen dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan Bagi usaha perikanan skala kecil berdasarkan rumusan 1,5 satu koma lima persen dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan USAHA PERIKANAN PMA PMDN PRIBADI BADAN USAHA Gambar 33 Pola investasi bidang wisata bahari di pulau-pulau kecil Sumber DKP, 2009 P. Saundarek INVESTOR MASYARAKAT PEMDA - REGULASI - LOKASI Rp. 250.000Tamu 100 Tenaga Lokal 100 DANA • Standar 65 EuroOrang • VIP 160 Pulau Saundarek MANFAAT INCOME Rp. 250.000Tamu LAPANGAN KERJA 100 Masyarakat Lokal PEMDA : Rp. 150.000 DESA : Rp 50.000 PENGAWASAN KONSERVASI : Rp. 50.000 • Administrasi • Juru Masak • Karyawan Hotel • Guide • Juru mudi kapal. 6 Peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD Pengaturan mendasar yang termuat dalam UU No. 322004 adalah mengenai otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, yang mencakup kewenangan sampai dengan 12 mil laut dari garis pantai pasang surut terendah untuk perairan dangkal, dan 12 mil laut dari garis pangkal ke laut lepas untuk propinsi dan sepertiga dari batas propinsi untuk daerah KabupatenKota. Menurut Retraubun 2004 , dampak positif dari berlakunya otonomi daerah terhadap pengelolaan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil adalah adanya pemberian wewenang kepada daerah untuk mengimplementasikan pembangunan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil dalam upaya menerapkan pembangunan secara berkelanjutan, demi mendapatkan manfaat terbesar dari sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan diperoleh Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Permasalahan yang dihadapi di era otonomi daerah adalah seberapa besar keinginan dan komitmen Pemerintah Daerah untuk mengelola sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan yang berada dalam wewenangkekuasaannya, tanpa mengejar pertumbuhan PAD semata. Pertanyaan ini menjadi penting mengingat tidak seluruh daerah memiliki pemahaman yang sama akan arti pentingnya pengelolaan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, yang pada dasarnya adalah pembangunan untuk mencapai keseimbangan antara manfaat yang diperoleh peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat lokal dengan kelestarian sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil dapat saja dieksploitasi untuk peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat lokal namun tidak menjadikan lingkungan termasuk sumberdaya itu sendiri menjadi rusak DKP, 2004 . Retraubun 2004 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah yang tidak memiliki persepsi yang tepat terhadap pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, akan memperlakukan sumberdaya dimaksud semata-mata untuk dieksploitasi sebesarnya-besarnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD. Eksploitasi berlebih dengan tidak mengindahkan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam pada akhirnya akan menimbulkan masalah lainnya di kemudian hari, sehingga pola pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan tidak ada bedanya dengan pola yang selama ini dilakukan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah selayaknya memiliki persepsi yang tepat terhadap pemanfaatan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, dengan memperoleh nilai tambah atas sumberdaya alam hayati dan non hayati, sumber energi kelautan disamping sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat memungkinkan untuk digali dan dioptimalkan, antara lain sumberdaya ikan, terumbu karang, rumput laut dan biota laut lainnya serta pariwisata dalam meningkatkan PAD dengan tanpa melupakan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan.

6.2.3 Dunia Usaha