Ketersediaan air tawar sebagai daya dukung wisata bahari Pendekatan segitiga pengelolaan sumberdaya dan Interpretative Structural Modelling ISM

harus diperhatikan dalam memproses input menjadi output. Faktor-faktor tersebut bisa merupakan kendala yang membatasi,tetapi bisa juga merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan. 4 Prosesor, merupakan instrumen yang terdiri dari subyek, metoda dan obyek yang akan diperbaiki atau ditingkatkan. 1 Subyek, adalah pelaku bisa institusi, pejabat, dan lain sebagainya yang berwenang, bertanggungjawab dalam melaksanakan upaya-upaya memperbaiki input sehingga menjadi output yang diharapkan. 2 Metoda, adalah cara atau strategi yang akan digunakan oleh Subyek dalam upayanya memperbaiki input hingga mencapai output yang diinginkan. 3 Obyek, adalah komponen-komponen khusus yang difokuskan atau yang mendapatkan penekanan khusus untuk diperbaiki dari input yang bersangkutan, yang diharapkan akan memberikan kontribusi perbaikan yang signifikan terhadap kondisi output yang diinginkan. 5 Output, merupakan kondisi yang diharapkan atau yang ingin dicapai. 6 Feed back atau umpan balik, merupakan konsep sentral dari semua konseptualisasi dari sistem terbuka yang merupakan informasi evaluatif mengenai hasil kegiatan dari suatu sistem.

3.3.5 Ketersediaan air tawar sebagai daya dukung wisata bahari

Ketersediaan air tawar yang terbatas selain keterbatasan lahan merupakan faktor utama dalam mendukung kegiatan wisata bahari di pulau- pulau kecil. World Tourism Organization atau WTO 2005 , menyatakan bahwa standar kebutuhan air tawar air bersih bagi kegiatan pariwisata bahari di daerah pesisir non tropik adalah 700-1000 literhariorang, sedangkan untuk daerah pesisir pantai tropik adalah 1500-2000 literhariorang. Ketersediaan air tawar dapat menjadi salah satu faktor untuk menghitung estimasi jumlah kunjungan wisatawan yang ideal. Untuk mengetahui volume air tawar yang ada di suatu pulau kecil tersebut digunakan rumus: Volume = luas alas x tinggi air atau V = πr 2 x h Dimana: V = volume air π = konstanta = 3,14 r = jari-jari h = kedalaman sumur

3.3.6 Pendekatan segitiga pengelolaan sumberdaya dan Interpretative Structural Modelling ISM

Menurut Purwaka 2008, komponen sumberdaya terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen sumberdaya manusia kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal, sumberdaya alam hayati dan nir hayati dan sumberdaya buatan ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum serta kelembagaan, yang dapat digabungkan dengan tiga komponen kegiatan pengelolaan sumberdaya, yaitu komponen: planning and organizing pengumpulan, pengolahan, analisis data dan informasi, actuating pemanfaatan sumberdaya pro poor, pro job dan pro growth, dan pengawasan dengan sistem MCS monitoring atau pemantauan, controlling atau pengendalian, dan surveillance atau pengamatan. Proses pengambilan keputusan dilakukan dengan melalui pendekatan segitiga keterpaduan pengelolaan sumberdaya untuk memudahkan mengalokasikan sumberdaya dalam ruang dan waktu secara berkelanjutan, guna mewujudkan tujuan-tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan Gambar 4. Gambar 4 Pendekatan segitiga pengelolaan sumberdaya Sumber: Purwaka, 2008. Kegiatan pengelolaan sumber daya berintikan hubungan fisik, hubungan administrasi dan hubungan geografis, yang meskipun dapat dilakukan sendiri- sendiri, namun akan lebih baik jika dilakukan dengan keterpaduan pengelolaan SUMBERDAYA SDA SDM SDB Jasa Lingkungan Hayati Nir Hayati Ekonomi Sosial Budaya Hukum I ptek Kelembagaan PENGELOLAAN SUMBERDAYA Actuating Planning Organazing Pengaw asan Pro Grow th Pro Poor Pro Job Pengolahan Data I dentifikasi Analisis Data Controlling Monitoring Surveillance yang melihat sumberdaya itu sendiri secara utuh dengan saling keterhubungannya, beserta bagaimana proses pengelolaan sumberdaya dimaksud agar memberikan manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, keterpaduan pengelolaan sumberdaya harus dapat menggambarkan fungsi masing-masing sekaligus keterkaitannya antara satu dengan lainnya, sehingga melalui pendekatan segitiga pengelolaan yang dikembangkan dari Purwaka 2008 , sumberdaya pulau-pulau kecil dapat diilustrasikan terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1 sumberdaya alam yang memiliki tiga sub komponen meliputi sumberdaya hayati, nir hayati dan jasa-jasa lingkungan; 2 sumberdaya manusia yang memiliki tiga sub komponen meliputi kondisi sosial, ekonomi dan budaya; dan 3 sumberdaya buatan yang memiliki tiga sub komponen meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum yang berlaku, dan kelembagaan. Sedangkan pemanfaatan sumberdaya harus pula dilakukan melalui keterpaduan proses pengelolaan yang dapat diilustrasikan terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1 perencanaan dan pengaturan planning and organizing dengan tiga sub komponen meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data; 2 implementasi actuating dengan tiga sub komponen meliputi kegiatan yang ditujukan bagi pengentasan kemiskinan pro poor, penyediaan lapangan kerja pro job, dan pertumbuhan ekonomi pro growth; serta 3 sistem pengawasan yang memiliki tiga sub komponen meliputi kegiatan pemantauan monitoring, pengendalian controlling dan pengamatan surveillance. Eriyatno 2003, menyebutkan bahwa teknik interpretative structural modelling atau ISM adalah proses pengkajian kelompok group learning process di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ISM memberikan basis analisis di mana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis yang dapat dibagi menjadi sembilan elemen meliputi: 1 sektor masyarakat yang terpengaruh; 2 keutuhan dari program; 3 kendala utama; 4 perubahan yang dimungkinkan; 5 tujuan dari program; 6 tolok ukur untuk setiap tujuan; 7 aktivitas yang dibutuhkan; 8 ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai; dan 9 lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Marimin 2004 menyebutkan klasifikasi subelemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matrix RM yang telah memenuhi aturan transivitas. Hasil olahan tersebut didapatkan nilai Driver-Power DP yang merupakan penjumlahan total horisontal dan nilai Dependence D yang merupakan penjumlahan total vertikal. Nilai DP dan D menentukan klasifikasi sub elemen, yang secara garis besar digolongkan dalam empat sektor yaitu: 1 Sektor 1: weak driver-weak dependent variabels autonomus. Sub elemen yang termasuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub elemen yang termasuk pada sektor 1 adalah jika: nilai DP ≤ 0,5X dan nilai D ≤ 0,5X, di mana X adalah jumlah sub elemen. 2 Sektor 2: weak driver-strongly dependent variabels dependent. Sub elemen yang termasuk sektor ini umumnya adalah sub elemen yang tidak bebas. Sub elemen yang termasuk pada sektor 2 adalah jika: nilai DP ≤ 0,5X dan nilai D ≥ 0,5X, di mana X adalah jumlah sub elemen. 3 Sektor 3: strong driver-strongly dependent variabels lingkage. Sub elemen yang termasuk sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar sub elemen tidak stabil. Sub elemen yang termasuk pada sektor 3 adalah jika: nilai DP 0,5X dan nilai D 0,5X, di mana X adalah jumlah sub elemen. 4 Sektor 4: strong driver- weak dependent variabels independent. Sub elemen yang termasuk sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub elemen yang termasuk pada sektor 4 adalah jika: nilai DP 0,5X dan nilai D 0,5X, di mana X adalah jumlah sub elemen. Penyusunan SSIM Structural Self-Interaction Matrix menggunakan simbol V, A, X dan O, yaitu: V adalah eij = 1 dan eji = 0 A adalah eij = 1 dan eji = 0 X adalah eij = 1 dan eji = 0 O adalah eij = 1 dan eji = 0 Dengan pengertian: simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan konstektual,sedangkan simbol O adalah tidak terdapat atau tidak ada hubungan konstektual, anatar elemen i dan j dan sebaliknya. Setelah SSIM dibentuk, kemudian dibuat tabel Reachability Matrix RM dengan mengganti V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Langkah berikutnya adalah melakukan perhitungan menurut aturan transivity dimana dilakukan koreksi terhadap SSIM sampai menjadi matriks yang tertutup. Hasil revisi SSIM dan matriks yang memenuhi aturan transivity diproses lebih lanjut dengan program komputer. Bagan alir metodologi penelitian ini seperti disampaikan pada Gambar 5. Gambar 5 Bagan alir metodologi penelitian. Mulai Identifikasi Lapangan Alternatif Pengelolaan Analisis Deskriptif AHP SWOT Selesai Bentuk Pengelolaan yang Sesuai Pemangku Kepentingan Strategi dan kebijakan Pola Sistem SMO Pola pengelolaan Kawasan Kapoposan yang Berkelanjutan Model pengelolaan Gugusan Pulau- pulau Kecil yang Berkelanjutan Pendekatan Segitiga Pengelolaan dan ISM 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pangkajene Kepulauan 4.1.1 Letak geografis dan batas administrasi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Kabupaten Pangkep, berada di Propinsi Sulawesi Selatan dan terletak antara 110º BT dan 4º.40’ LS - 8º.00’ LS, memiliki luas daratan 1.112,29 km 2 dan luas laut 17.100 km 2 , dengan batas- batas administrasi meliputi: sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone, dan sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan Madura, serta Pulau Bali Gambar 6. Gambar 6 Peta Kabupaten Pangkajene Kepulauan Sumber: DKP, 2009.

4.1.2 Topografi dan klimatologi