Lebih lanjut dinyatakan oleh Buwono 2009,
bahwa Presiden Soekarno telah merealisasikan visinya dengan mengirimkan para pemuda ke luar negeri
untuk belajar teknologi kedirgantaraan dan kelautan. Namun disayangkan, ketika mereka kembali ke tanah air untuk merealisasikan ilmunya, mereka kalah
pengaruh dengan lulusan Barkeley yang merancang strategi pembangunan nasional. Kemandirian dalam merancang industri dasar dan pembuatan
peralatan militer secara sistematis dilumpuhkan dan dibiarkan teronggok menjadi besi tua. Namun patut disayangkan bahwa proyek-proyek kedirgantaraan dan
kemaritiman dianggap memboroskan anggaran dan merupakan citra yang ditanamkan dalam benak masyarakat. Kondisi dimaksud menuntut bangsa ini
untuk mengembalikan sejarahnya sebagai bangsa bahari yang jaya dan kondisi obyektif bangsa sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan kembali
pada suatu acuan pembangunan bangsa yaitu Wawasan Nusantara.
2. Wawasan Nusantara
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik yang berwawasan nusantara adalah kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang lingkup dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
Wawasan Nusantara merupakan pandangan geopolotik dan sekaligus landasan geostrategi Bangsa Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai
satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan sebagai kekuatan yang selama ini belum diperhatikan hidden power,
yang harus dirajut kembali dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan nasional dalam kehidupan berbangsa, bernegara, serta budaya maritim. Menurut
Djalal 2009,
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, serta memperhatikan
sejarah dan budaya tentang diri dan lingkungan keberadaannya secara terhubung dan menyatu dalam memanfaatkan kondisi dan konstelasi geografi.
Wawasan Nusantara merupakan tanggung jawab, motivasi, dan rangsangan bagi seluruh Bangsa Indonesia dalam mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa, serta kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 .
Buah kebijakan masa lalu yang harus dipetik saat ini sungguh semakin terasa pahit. Kegiatan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan atau IPOLEKSOSBUDHANKAM, menunjukkan suatu disparitas tinggi dan sungguh terlihat nyata, antara main land dan pulau-pulau
kecil, terlebih lagi bagi pulau-pulau kecil terluar. Disparitas yang jika dibiarkan terus berlangsung tanpa tindakan nyata ini, bukanlah hal yang tak mungkin akan
mengguncang konsep Wawasan Nusantara, yang bahkan dapat menggiring pada disintegrasi bangsa. Kondisi dimaksud akan menjadi ironi, mengingat
wawasan nusantara seharusnya menjadi perekat bangsa Indonesia yang secara obyektif adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki keunikan
tersendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Muladi 2009,
yang mengatakan bahwa sadar atau tidak, secara obyektif wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia memiliki keunikan tersendiri, meliputi: 1 berada pada jalan silang dunia, di antara Benua Asia dan Australia, dan menghubungkan Samudra
Indonesia dengan Samudra Pasifik; 2 sebagai tempat pertemuan berbagai arus panas dan dingin yang memendam kekayaan fauna dan flora biodiversity
katulistiwa yang tak tertandingi; 3 memiliki laut di dalam wilayah yurisdiksi dengan hubungan antara lebih dari 17.000 pulau menjadikan Indonesia memiliki
life lines yang terpanjang di dunia; dan 4 memiliki tiga ALKI alur laut kepulauan Indonesiasea lane of communication dan empat jalur transportasi internasional,
yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Ombai-Wetar. DKP 2006
menyatakan bahwa krisis multidimesional yang menimpa Indonesia selayaknya menyadarkan bangsa ini bahwa sektor kelautan dan
perikanan termasuk sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecilnya menyimpan potensi dalam upaya pemulihan kembali perekonomian nasional karena
merupakan salah satu keunggulan komparatif yang berpotensi menjadi keunggulan kompetitif untuk menggerakkan perekonomian nasional. Terobosan
dengan merevitalisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang ada dan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru membutuhkan
kesungguhan dan dukungan politik, ekonomi dan sosial untuk menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai prime mover pembangunan ekonomi nasional.
Oleh karenanya, Wawasan Nusantara sebagai acuan dalam pembangunan bangsa, mewajibkan bangsa ini dan para pemimpin nasional untuk memfokuskan
diri dalam pengelolaan sumberdaya kelautan, dengan menempatkan sektor kelautan sebagai kekuatan politik, ekonomi dan sosial-budaya yang menjadi
media pemersatu bangsa, perhubungan, sumberdaya, pertahanan dan keamanan, serta media membangun pengaruh di dunia internasional.
3. Kepemimpinan Nasional