disepakati adalah Camat Kecamatan Liukang Tuppabiring, Kepala Desa Mattiro Ujung, Kepala Desa Mattiro Mattae, pengumpul ikan karang
ekonomis ponggawa sunu, ketua kelompok mantan pembudidaya rumput laut, ketua karang taruna, serta guru agamaketua pengurus
mesjid di Pulau Kapoposan.
3.3 Analisis Data
Penelitian ini mencoba menguraikan berbagai faktor yang terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan. Faktor pertama adalah
para aktor di luar masyarakat kawasan yang mempengaruhi pengambilan kebijakan, karena para aktor inilah sesungguhnya para penentu kebijakan dan
arah akan dibawa ke mana pengelolaan pulau-pulau kecil. Masyarakat pulau- pulau kecil sendiri, di sisi lain sesungguhnya selalu dalam keadaan siap
mendukung kebijakan pengelolaan yang diterapkan, selama kebijakan pengelolaan dimaksud dapat memenuhi harapan masyarakat lokal untuk dapat
memperbaiki kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan mereka. Para aktor tersebut meliputi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia
usahakorporatinvestor, serta institusi non birokrasi perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Faktor berikutnya adalah isu-isu yang selalu berkembang dan mempengaruhi para aktor tersebut dalam mengambil keputusannya, yaitu kondisi
politik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Berkaitan dengan lingkungan, isu pelestarian lingkungan adalah isu internasional yang tidak mungkin dihindari,
khususnya di era globalisasi, di mana semua negara dituntut untuk memanfaatkan sumberdaya secara bijak demi kelestarian lingkungan bagi umat
manusia di masa mendatang. Hal ini menuntut disusunnya suatu alternatif strategi pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan sesuai kondisi
eksisting yang ada.
3.3.1 Penyusunan alternatif strategi
Mempertimbangkan karakteristik dan adanya keterbatasan daya dukung pulau-pulau kecil, maka dibutuhkan suatu kegiatan pengelolaan yang sifatnya
dapat memanfaatkan sumberdaya alam kelautan, perikanan dan jasa lingkungan pulau-pulau kecil tidak hanya demi pertumbuhan ekonomi semata, namun harus
diiringi dengan upaya pelestarian sumberdaya alam itu sendiri, seperti misalnya kegiatan wisata bahari.
Kegiatan wisata bahari adalah suatu kegiatan yang mutlak membutuhkan terjaganya sumberdaya alam dan perairan pulau-pulau kecil demi
berlangsungnya segala aktivitas bisnis di dalamnya. Mengingat masyarakat pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan,
maka kegiatan wisata bahari di Kawasan Kapoposan selayaknya dapat menjadi mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pulau, sehingga perlu disusun
beberapa alternatif strategi sebagaimana berikut: Alternatif 1
: Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut.
Alternatif 2 : Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan
Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut dan perikanan tangkap.
Alternatif 3 : Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan
Kapoposan dikembangkan bersama perikanan tangkap. Alternatif 4
: Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan berbasis konservasi.
3.3.2 Analytical Hierarchy Process AHP
Proses analisis AHP dalam penelitian ini meliputi: 1 Penyusunan hirarki. Aktor-aktor terkait dalam penelitian ini dijadikan
responden untuk menentukan prioritas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan di Kawasan
Kapoposan. Aktor di tingkat pusat meliputi para pejabat Eselon II dan III lingkup Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil-Departemen Kelautan
dan Perikanan, dunia usaha pengusaha wisata bahari, dan institusi non birokrasi perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Aktor di
tingkat Kabupaten Pangkep meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Kantor Perizinan Satu
Atap, BKPMD, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama. 2 Penentuan prioritas. Perhitungan bobot dalam penentuan prioritas dalam
penelitian ini menggunakan alat bantu software expert choice. Nilai konsistensi yang didapat dari software ini berguna untuk nenunjukkan bahwa
penilaian pada pengisian kuesioner termasuk konsisten.
Penilaian kriteria dan alternatif dengan menggunakan skala angka Saaty
1993, mulai dari 1 yang menggambarkan antara satu atribut terhadap atribut
lainnya ‘sama penting’ dan untuk atribut yang sama selalu bernilai 1, sampai dengan 9 yang menggambarkan satu atribut ekstrim pentingnya terhadap atribut
lainnya. Bentuk hirarki dengan fokus pola pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang berkelanjutan seperti disampaikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Hirarki pola pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan.
POLA PENGELOLAAN GUGUSAN PULAU-PULAU KECIL DI KAWASAN KAPOPOSAN YANG BERKELANJUTAN
Fokus
Kriteria
Politik Ekonomi
Sosial Budaya Lingkungan
Sub Kriteria
- Kesenjangan pembangunan
- Kebijakan berbasis kelautan
- Pemberdayaan PPK sebagai isu
baru nasional - Implementasi
wawasan nusantara
-
Infrastruktur dasar - Proporsi anggaran
pembangunan kelautan
- Ketersediaan lapangan kerja
- Minat investasi di PPK
- Kualitas SDM - Globalisasi
- Kearifan lokal masyarakat
- Pengaruh negatif budaya
asing
-
Konservasi - PPK rentan
terhadap perubahan
lingkungan - Tata ruang
dan zonasi - Sumberdaya
jasa kelautan
Alternatif Aktor
PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH DAERAH
DUNIA USAHA
INSTITUSI NON BIROKRASI
Alternatif 1: Kegiatan wisata
bahari di pulau- pulau kecil di
Kawasan Kapoposan
dikembangkan bersama kegiatan
budidaya laut. Alternatif 2:
Kegiatan wisata bahari di pulau-
pulau kecil di Kawasan
Kapoposan dikembangkan
bersama kegiatan budidaya laut dan
perikanan tangkap.
Alternatif 3: Kegiatan wisata
bahari di pulau- pulau kecil di
Kawasan Kapoposan
dikembangkan bersama
perikanan tangkap.
Alternatif 4: Kegiatan wisata
bahari di pulau- pulau kecil di
Kawasan Kapoposan
dikembangkan berbasis
konservasi.
3.3.3 SWOT Strenghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats