Pengembangan Wisata Bahari di Pulau-pulau Kecil

kemampuan dan kapasitas produksi ekonomi nasional dan melepaskan diri dari ketergantungan ekonomi, mengandung syarat-syarat diantaranya: 1 sektor tersebut mampu menghasilkan devisa yang cukup besar; 2 permintaan sektor tersebut di pasaran nasional dan internasional yang tinggi; 3 faktor-faktor produksi sektor tersebut di dalam negeri relatif tersedia dalam jumlah yang besar; 4 sektor tersebut dapat menyerap jumlah tenaga kerja lokal yang besar untuk menekan jumlah pengangguran yang meningkat akibat pertambahan angkatan kerja baru; 5 sektor tersebut dapat melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses produksi; 6 menarik minat penanaman modal dan investasi yang besar; serta 7 terbebasnya sektor itu dari hambatan-hambatan berusaha, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi maupun kebijakan dan politik. Secara politik, Pemerintah Pusat bertindak sebagai penyusun kebijakan nasional berupa suatu perencanaan pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi saat ini, dengan mendorong pertumbuhan dan berkembangnya kemampuan suatu komunitas masyarakat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bratakusumah dan Riyadi 2005 , menyebutkan bahwa kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah Pusat dalam rangka penguatan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan adalah pada penetapan kebijakan yang bersifat norma, standar, kriteria, dan prosedur.

2.4 Pengembangan Wisata Bahari di Pulau-pulau Kecil

DKP 2006 menyatakan, bahwa laut Indonesia merupakan bagian terbesar di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi wisata bahari yang beraneka ragam dengan berbagai keunikan yang lebih tinggi dan kelangkaan yang lebih banyak. Asean yang merupakan bagian dari Asia Tenggara memiliki potensi pariwisata bahari yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan Mediterranian dan Carribean. Dalam konteks tersebut, Indonesia berpeluang menjadi salah satu tujuan wisata bahari di pulau-pulau kecil terbesar di dunia, dengan basis Marine Ecotourism, khususnya dalam pengembangan wisata bahari, yaitu bagian dari wisata lingkungan atau ekowisata yang kegiatannya berdasarkan daya tarik kelautan. Kegiatan ini merupakan industri jasa-jasa kelautan yang kian hari makin menjanjikan. Daya tarik wisata bahari mencakup kegiatan yang beragam, antara lain perjalanan dengan moda laut, pengamatan kekayaan alam laut dan melakukan kegiatan di laut seperti memancing, selam, selancar, dayung maupun menyaksikan upacara adat. Bercermin dari pengalaman negara-negara yang telah mengembangkan kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil, terbukti dapat membangkitkan pengaruh berganda multiplier effect yang sangat besar pada kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Skala nasional menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berasal dari wisata bahari memberikan dampak positif bagi neraca keuangan negara, baik dari sisi pendapatan domestik maupun nasional GDP dan GNP. Prediksi pariwisata Indonesia terhadap GNP tahun 2007 menurut World Tourism Center WTC adalah 10,1. Jumlah tersebut sama dengan US 67 miliar, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sekitar 8,5 juta orang, yang pada tahun 1998, bahkan perputaran ekonomi pada sektor pariwisata di dunia sebesar US 4,4 triliun dan menyerap 231 juta tenaga kerja. Mengingat bahwa potensi pasar regional dan global, untuk industri wisata bahari marine tourism ternyata tumbuh dan berkembang pesat dengan volume permintaan demand yang terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan terjadinya persaingan di sisi penawaran supply yang semakin ketat, maka pengembangan wisata bahari perlu mendapat perhatian yang serius Kamaluddin, 2002 . DKP 2006 , menyebutkan bahwa nilai ekonomi wisata bahari di pulau- pulau kecil meliputi beberapa hal berikut: 1 Keunggulan komparatif alam Indonesia khususnya berupa sebaran terumbu karang di pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan dasar wisata bahari berbasis ekowisata yang memberikan nilai ekonomi sangat besar bagi pembangunan daerah dan nasional; 2 Pengembangan dan pembangunan wisata bahari dengan adanya kunjungan wisatawan memiliki efek ganda atau multiplier effect meliputi: 1 penyerapan tenaga kerja lokal guna menekan pengangguran; 2 pelestarian lingkungan perairan yang mendukung kelimpahan sumberdaya ikan bagi perikanan tangkap dan terjaganya kualitas perairan dalam mendukung kegiatan budidaya 3 memacu pertumbuhan ekonomi sektor perikanan lokal seperti berdirinya industri perikanan rumah tangga masyarakat lokal meliputi penangkapan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan bagi wisatawan; 4 memacu pertumbuhan ekonomi melalui perdaganganniaga berupa pembelian barang primer seperti 9 bahan pokok, sekunder seperti hasil bumi dan kerajinan tangan, dan tersier seperti jasa atau service pemandu wisata serta penyewaan alat-alat rekreasi seperti perahu, alat selam dan lainnya; 5 pembangunan fasilitas kenyamanan seperti resort dan restoran oleh investor, ataupun pemanfaatan home stay dan warung makan milik masyarakat setempat; 6 pembukaan jalur transportasi baik udara, laut maupun darat yang membuka keterisolasian dari lokasi pulau kecil tujuan wisata ke pulau- pulau kecil di sekitarnya; 7 masuknya devisa melalui wisatawan asing dan kapal-kapal pesiar yang melintas dan singgah di Indonesia. Nilai ekonomi wisata bahari di pulau-pulau kecil dimanfaatkan dengan tetap mempertimbangkan keterbatasan dan ketersediaan air tawar yang ada di suatu pulau kecil. Bakosurtanal 1996 , menyebutkan bahwa ketersediaan air tawar merupakan salah satu daya dukung bagi lokasi wisata bahari. Air tawar diperlukan untuk bermacam kebutuhan seperti bilas, mandi cuci dan kakus MCK dan lain sebagainya. Jarak lokasi dengan sumber air tawar jika kurang dari 2 km merupakan kondisi yang ideal bagi pariwisata. Pengembangan kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil dalam memacu pertumbuhan ekonomi kawasan membutuhkan kehadiran pihak dunia usaha, dalam hal ini para investor atau para korporat yang tidak mengejar keuntungan ekonomi semata, namun memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan, seperti melalui program company social responsibility atau CSR, yang menjadi tuntutan tak terelakkan seiring dengan bermunculannya tuntutan komunitas terhadap korporat dunia usahaperusahaaninvestor. Rahman 2009 , menyebutkan bahwa suatu kegiatan disebut CSR ketika dalam implementasinya di lapangan memiliki sejumlah unsur meliputi: 1 continuity and suistanability, yaitu berkesinambungan dan berkelanjutannya CSR sebagai suatu mekanisme kegiatan yang terencana, sistematis, dan dapat dievaluasi; 2 community empowerment, sebagai indikasi suksesnya CSR dalam terwujudnya kemandirian yang lebih pada komunitas, jika dibandingkan dengan sebelum CSR hadir; dan 3 two ways, yang berarti CSR memiliki dua arah sehingga korporat bukan lagi berperan sebagai komunikator semata, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari suatu komunitas, sehingga terjadi adanya suatu keseimbangan antara kepentingan korporat dan masyarakat lokal. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2004, menyatakan bahwa pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus berpegang pada prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1 Prinsip keseimbangan. Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus didasarkan pada komitmen pola keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan konservasi. 2 Prinsip partisipasi masyarakat . Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus melibatkan masyarakat lokal. 3 Prinsip konservasi. Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, sehingga dalam pengembangannya diselenggarakan secara bertanggung jawab dan mengikuti kaidah-kaidah ekologi serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. 4 Prinsip keterpaduan. Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus direncanakan secara terpadu dengan memperhatikan ekosistem pulau luar dan disinerjikan dengan pembangunan berbagai sektor. 5 Prinsip penegakan hukum. Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada, serta dilaksanakan dengan penegakan hukum maupun peraturan yang berlaku untuk menjamin kepastian hukum. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.67UM.001MKP2004 menyatakan pula bahwa kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil yang berada dalam kawasan konservasi secara timbal balik membutuhkan dan menyumbang beragam kebutuhan serta manfaat bagi upaya- upaya konservasi lingkungan meliputi: 1 penerimaan keuntungan dari sektor wisata bahari merupakan dukungan secara keuanganfinansial bagi upaya konservasi lingkungan. 2 wisata bahari telah terbukti ditopang oleh perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang komprehensif, pengelolaan sistem yang efisien, bersih dan aman, yang dilakukan demi menjaga eksistensi industri wisata bahari itu sendiri. 3 peningkatan kesadaran masyarakat lokal atas pentingnya arti pelestarian lingkungan, karena wisata bahari berjalan dalam kerangka konservasi lingkungan sejak lahir hingga mati from cradle to grave . Menurut DKP 2006, jika ditinjau dari aspek kepentingan bangsa, pengembangan kawasan wisata bahari di pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar merupakan suatu kegiatan strategis yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan program-program pembangunan daerah dan nasional yang berkelanjutan, serta diharapkan dapat mendorong dalam upaya: 1 meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat setempat yang akan menyokong pertumbuhan ekonomi nasional; 2 meningkatkan ketahanan nasional serta keutuhan bangsa dan negara, karena kegiatan pariwisata bahari memberikan suatu makna akan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI di wilayah tersebut, terutama pulau-pulau kecil yang terletak di posisi terdepan pada batas demarkasi dan Zona Ekonomi Eksklusif NKRI.

2.5 Analytical Hierarchy Process AHP