Dunia Usaha Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Kawasan Kapoposan

sumberdaya yang dilakukan tidak ada bedanya dengan pola yang selama ini dilakukan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah selayaknya memiliki persepsi yang tepat terhadap pemanfaatan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, dengan memperoleh nilai tambah atas sumberdaya alam hayati dan non hayati, sumber energi kelautan disamping sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat memungkinkan untuk digali dan dioptimalkan, antara lain sumberdaya ikan, terumbu karang, rumput laut dan biota laut lainnya serta pariwisata dalam meningkatkan PAD dengan tanpa melupakan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan.

6.2.3 Dunia Usaha

Pengelolaan kawasan Kepulauan Kapoposan membutuhkan volume investasi dan resiko finansial yang cukup besar, sehingga penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan investasi, terutama yang berkaitan dengan keamanan, stabilitas ekonomi, kepastian hukum, transparansi penyelenggaraan kepemerintahan, dan kepercayaan di antara pelaku dunia usaha, dapat berjalan secara harmonis, seimbang dan sejalan dengan sistem reward and punishment bagi para pelaku dunia usaha, baik dari dalam maupun luar negeri. Meskipun tidak mudah, kehadiran dan keterlibatan pihak dunia usaha sebagai pemodal investor sesungguhnya dapat menjadi salah satu mesin penghasil devisa negara dan pendapatan asli daerah PAD. Kusumaatmadja 2003, menyatakan tidak mudah bagi Indonesia untuk menciptakan kerangka kebijakan publik yang menyangkut investasi pulau-pulau kecil, karena yang menjadi isu pokok bukanlah sekedar kepastian hukum dan hadirnya berbagai inisiatif investasi. Isu pokok adalah hadirnya paradigma kepulauan sebagai pengganti paradigma kontinental yang selama ini menjadi orientasi kebijakan publik, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah: 1 kebijakan investasi di pulau-pulau kecil perlu konsisten menguntungkan baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang; 2 koreksi bahwa pembangunan dianggap sukses jika mampu merubah lingkungan alam menjadi lingkungan buatan, karena jika faham ini dipaksakan dalam investasi di pulau-pulau kecil, maka investasi itu akan menjadi kontra produktif; dan 3 diperlukan pendalaman tentang kegiatan ekonomi berbasis konservasi di pulau-pulau kecil. Suatu kebijakan publik investasi akan mengalami kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri dengan dinamika perkembangan ekonomi yang berdampak demografis. Sifat statis dapat menyebabkan suatu kebijakan publik investasi mengalami kegagalan dalam jangka panjang setelah mencapai sukses dalam jangka yang lebih pendek. Untuk menjamin bahwa kebijakan publik dapat fleksibel dan tetap menciptakan kepastian, maka kebiasaan merumuskan kebijakan publik berbasis informasi dan dengan pelibatan stakeholders perlu ditanamkan. Retraubun 2007, menyatakan berkaitan dengan kebijakan publik pulau-pulau kecil, pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil yang suistainable secara ekologis maupun ekonomi sangat terbatas. Penyediaan jasa umum yang relatif mahal serta kelangkaan sumberdaya manusia yang handal mengakibatkan pengembangan ekonomi hampir sulit dilakukan jika hanya mengandalkan kemampuan pulau untuk mengembangkan dirinya self suffiency, tanpa sentuhan dan tanpa kepedulian dari berbagai pihak luar, khususnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Namun demikian, mengingat terbatasnya anggaran Pemerintah baik pusat maupun daerah, maka masuknya dana investasi dari pelaku dunia usaha dalam dan luar negeri adalah sebuah keniscayaan. Investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan pulau-pulau kecil karena selain dapat menyerap tenaga kerja lokal, investasi khususnya di sektor wisata bahari dapat menumbuhkembangkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pulau-pulau kecil . Kehadiran dunia usahaswastainvestorkorporat untuk berinvestasi di pulau-pulau kecil, pada saat ini dan di masa mendatang merupakan penggerak laju ekonomi bagi pertumbuhan kawasan, daerah dan nasional, mengingat Pemerintah pusat dan daerah dengan anggaran yang terbatas, sesungguhnya lebih bersifat sebagai fasilitator dan promotor, sehingga kehadiran dan keterlibatan pihak dunia usahaswastakorporat sebagai pemodal investor diharapkan dapat menjadi salah satu mesin penghasil devisa negara dan Pendapatan Asli Daerah PAD. DKP 2004 , menyatakan bahwa dalam usaha pemanfaatan pulau-pulau kecil oleh pengusaha dari luar pulau dunia usahaswastainvestorkorporat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengembangkan instrumen kebijakan untuk mendukung sistem keselamatan ekologis berupa: 1 pemberlakuan dana jaminan yang diserahkan oleh calon pengelola pulau-pulau kecil, seperti berupa bonds, colateral fee, dan environmenttal insurance; 2 penegakan prosedur analisis mengenai dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan investasi yang direncanakan secara terpadu dengan melibatkan para stakeholders; 3 menempatkan penegakan dan penataan enforcement and compliance hukum dan kebijakan yang disesuaikan dengan hukum di tingkat internasional sebagai prioritas utama mengingat kendala-kendala alami wilayah pulau-pulau kecil; dan 4 dilakukannya pengembangan dan pemberlakuan sistem pemantauan dan pengawasan yang berbasis pada masyarakat sebagai suatu keharusan. Sesuai hasil wawancara kelompok terfokus, investasi dari dunia usaha bagi Kawasan Kapoposan yang dianggap paling sesuai adalah investasi di sektor wisata bahari yang mempertimbangkan: 1 pelibatan peran aktif masyarakat lokal; 2 pengaturan pembagian pendapatan bagi masyarakat dan pemasukan bagi daerah; 3 pemenuhan tanggung jawab dunia usaha dalam sektor sosial, lingkungan dan manajemen; serta 4 pola kemitraan di antara pelaku dunia usaha dengan Pemerintah Daerah serta masyarakat lokal sehingga efek ganda multiplier effect kehadiran para pelaku dunia usaha dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan daerah kawasan. Barani 2002, menyebutkan bahwa kegiatan investasi wisata bahari di pulau-pulau kecil telah terbukti dapat menimbulkan multiplier effect, seperti: 1 terserapnya tenaga masyarakat lokal dan pulau-pulau kecil sekitarnya sebagai pemandu wisata guide, nahkoda kapal, juru masak, cleaning service, petugas keamanan, jasa penyewaan perahu, penjualan cidera mata, jasa penyediaan bahan makanan, dan administrator kantor; 2 meningkatnya kesadaran masyarakat lokal menjaga lingkungan dan sumberdaya alam sebagai aset utama kegiatan wisata bahari, sehingga berbagai upaya pelestarian lingkungan dilakukan oleh masyarakat, serta terhindarkannya pemanfaatan sumberdaya melalui kegiatan yang destruktif penggunaan racun dan bom; dan 3 sebagai sumber pemasukan devisa negara dan Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Peran dunia usaha untuk berinvestasi di Kawasan Kapoposang tidak dapat terlepas dari share terhadap perkembangan ekonomi dan pendapatan, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja, sehingga Pemerintah pusat dan daerah berkewajiban melindungi dan memberikan jaminan atas kepastian hukum selama pihak dunia usaha dimaksud telah memenuhi segala persyaratan investasi di Kawasan Kapoposang yang telah ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku. Satria et al ., 2002, menyatakan Pemerintah Daerah di era desentralisasi dituntut untuk mampu meningkatkan kapasitasnya sebagai regulator dengan melakukan hal-hal yang memang tidak dapat dilakukan masyarakat secara partisipatif untuk menjamin efektivitas dan efisiensi program, sehingga dibutuhkan peraturan-peraturan daerah yang pro bagi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sesuai dengan hasil wawancara dan wawancara kelompok terfokus, kegiatan investasi di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang harus dapat menunjang terciptanya jalinan hubungan kemitraan yang baik antara dunia usahainvestorkorporat, dengan komunitas stakeholders melalui Corporate Social Responsibility CSR yang menjadi tuntutan tak terelakkan seiring dengan bermunculannya tuntutan komunitas terhadap korporat dunia usahaperusahaaninvestor. Rahman 2009, menyebutkan bahwa suatu kegiatan disebut CSR ketika dalam implementasinya di lapangan memiliki sejumlah unsur meliputi: 1 continuity and suistanability, yaitu berkesinambungan dan berkelanjutannya CSR sebagai suatu mekanisme kegiatan yang terencana, sistematis, dan dapat dievaluasi; 2 community empowerment, sebagai indikasi suksesnya CSR dalam terwujudnya kemandirian yang lebih pada komunitas, jika dibandingkan dengan sebelum CSR hadir; dan 3 two ways, yang berarti CSR memiliki dua arah sehingga korporat bukan lagi berperan sebagai komunikator semata, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari suatu komunitas. Menurut Wahyudi dan Azheri 2008, lima pilar CSR itu sendiri meliputi: 1 building human capital, berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan SDM yang andal, di sisi lain, perusahaan pun dituntut melakukan pemberdayaan masyarakat; 2 strengtening economies, yaitu tuntutan kepada perusahaan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, agar terjadi pemerataan kesejahteraan; 3 assesing social chesion, sebagai upaya menjaga keharmonisan dan terhindarnya konflik dengan masyarakat sekitar; 4 encouraging good governance, perusahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu pada Good Corporate Governance GCG; dan protecting the environment, yaitu tuntutan kepada perusahaan untuk menjaga lingkungan sekitarnya. Menurut pengamatan penulis dan hasil wawancara, khusus investasi kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposang, kegiatan CSR dapat dikembangkan dan ditambah dengan: 1 Company Managerial Responsibility CMR yaitu tanggung jawab korporat dalam melakukan transfer cara-cara pengelolaan manajerial kepada masyarakat, sehingga saat kontrak kerja telah selesai aktivitas wisata bahari masih tetap dapat dijalankan oleh masyarakat dan pemda setempat, meskipun keterlibatan investor sudah tidak ada lagi, dan 2 Company Environmental Responsibility CER, yaitu tanggung jawab korporat dalam upaya-upaya pelestarian ekosistem pulau-pulau kecil Kawasan Kapoposang, mengingat kerentanan kawasan terhadap adanya perubahan lingkungan. Diagram model struktural pada dunia usaha sebagai salah satu elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program terdiri atas empat level Gambar 23. Elemen kunci key element adalah pelayanan publik yang efisien dan efektif, serta adanya insentif bagi pelaku dunia usaha investor dimana kedua subelemen tersebut dapat mempengaruhi atau menggerakkan subelemen-subelemen lain pada elemen dunia usaha. Dengan adanya pelayanan publik yang efisien dan efektif serta tawaran insentif bagi para investor akan meningkatkan daya tarik investasi. Aksessibilitas dan kepastian hukum akan menambah daya tarik investasi, sehingga terwujud pertumbuhan ekonomi di pulau-pulau kecil. Sebagai tanggungjawab, investor harus melakukan CMR, CSR dan CER. Sub elemen dari dunia usaha terdistribusi pada sektor II, III dan IV Gambar 24. Sub elemen daya tarik investasi, kepastian hukum dan aksessibilitas termasuk peubah linkages, dimana setiap tindakan pada tujuan tersebut akan menghasilkan keberhasilan dalam model pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di suatu kawasan. Sub elemen pelayanan publik yang efektif dan efisien serta sub elemen insentif yang diberikan merupakan sub elemen yang memiliki ketergantungan yang rendah terhadap sistem, akan tetapi memiliki daya dorong yang besar dalam keberhasilan sistem. Pada sektor II terlihat bahwa sub elemen pertumbuhan ekonomi, Company Social Responsibility CSR, Company Managerial Responsibility CMR, dan Company Environmental Responsibility CER memiliki ketergantungan besar dari sistem, namun memiliki daya dorong yang rendah. 1 Pelayanan Publik yang Efisien dan Efektif serta Adanya Insentif Menurut Syahriani dan Syakrani 2009, Pemerintah Daerah sebagai sang empu wilayah, selain wajib memberikan kepastian hukum, berkewajiban pula untuk memberikan pelayanan prima dalam pengurusan perizinan investasi secara efektif melakukan sesuatu yang benardoing the right thing dan efissien melakukan dengan cara yang benardoing things right. Tidak kalah pentingnya adalah dalam menawarkan pola dan mekanisme investasi di kawasan pulau- pulau kecil, Pemerintah Daerah seyogyanya bersedia memberikan kemudahan insentif bagi para investor seperti misalnya kebijakan penangguhan pajak tax holiday dan perpanjangan waktu pengelolaan sesuai aturan yang berlaku. Daerah di era desentarlisasi dibutuhkan untuk mengeluarkan peraturan- peraturan daerah yang pro investasi bagi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Satria et al ., 2002 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu meningkatkan kapasitasnya sebagai regulator dengan melakukan hal-hal yang memang tidak dapat dilakukan masyarakat secara partisipatif untuk menjamin efektivitas dan efisiensi program. 2 Daya Tarik Investasi, Kepastian Hukum dan Aksesibilitas Kehadiran investasi dari dunia usaha swasta di kawasan pulau-pulau kecil pada sektor perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan serta wisata bahari, saat ini dan di masa mendatang merupakan penggerak laju ekonomi bagi pertumbuhan kawasan pulau-pulau kecil, daerah dan nasional. Dunia usaha dalam hal ini para investor tidak dapat terlepas dari perekonomian suatu kawasan ataupun wilayah dan mempunyai share terhadap perkembangan ekonomi dan pendapatan, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, Pemerintah pusat dan daerah berkewajiban melindungi dan memberikan jaminan atas kepastian hukum selama investasi dimaksud telah memenuhi segala persyaratan investasi yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. DKP 2004, menyebutkan bahwa salah satu persyaratan penyediaan sarana dan prasarana kegiatan wisata bahari oleh investor di pulau-pulau kecil dapat dilakukan dengan beberapa ketentuan antara lain: 1 luas area untuk pembangunan sarana dan prasarana dasar tidak melebihi 30 tiga puluh persen dari luas pulau; 2 garis sempadan bangunan dan sempadan pantai harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berdasarkan studi AMDAL; 3 untuk pembangunan bungalow atas air water bungalow dapat memenuhi ketentuan fondasi bungalow tidak merusak gugusan terumbu karang hidup, tinggi bungalow maksimum 1 satu lantai, dan jumlah kamar bungalow atas air harus didasarkan pada perhitungan daya dukung lingkungan; 4 bangunan akomodasi menghadap ke arah pantai, tidak dihalangi oleh bangunan lain, dengan ketinggian bangunan disesuaikan dengan luasan pulau dan karakteristik lingkungan pulau, serta mempertahankan gaya arsitektur dan bahan bangunan yang mencerminkan identitas lokal dan ramah lingkungan; 5 pembuatan sistem sanitasi yang memenuhi standar kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan; dan 6 pembangunan pendaratantambat kapal jetty dan mooring buoy harus memenuhi ketentuan fondasi tidak dibangun di atas terumbu karang hidup. Kemudahan akses bagi pengembangan kawasan pulau-pulau kecil adalah hal utama yang harus dipikirkan dan disediakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Pembangunan bandara, pengadaan sarana tambat kapaljetty, jalan poros desa, penerangan, ketersediaan air bersih adalah bagian dari daya tarik investasi bagi suatu kawasan yang relatif remote seperti halnya kawasan pulau- pulau kecil. Kemudahan aksesibilitas merupakan pendorong utama berkembangnya investasi di kawasan pulau-pulau kecil, sehingga investasi dimaksud benar-benar dapat memberikan efek ganda multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan. Menurut Pratikto 2005 , efek ganda multiplier effect yang dapat ditimbulkan dari kegiatan investasi yang berkembang di pulau-pulau kecil antara lain meliputi: 1 berkembangnya mata pencaharian alternatif yang menyerap tenaga kerja lokal; 2 peningkatan kualitas sumberdaya manusia lokal akibat adanya transfer informasi dan teknologi; 3 menanggulangi ketidak tersediaan kapal penumpang reguler dengan tersedianya transportasi kapal penjemput dan pengantar tamu antar pulau; dan 4 meningkatnya upaya pelestarian lingkungan pulau-pulau kecil baik oleh pengelola maupun masyarakat kawasan; yang pada akhirnya akan mendorong ketersediaan sumberdaya ikan khususnya ikan-ikan karang bernilai ekonomis sebagai target penangkapan masyarakat. 3 Pertumbuhan Ekonomi Bangsa Indonesia dilanda krisis multidimensi meliputi krisis ekonomi, krisis kepercayaan dan krisis politik yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997. Kondisi dimaksud mengharuskan bangsa ini untuk melakukan suatu upaya demi lepas dari krisis tersebut, dengan melakukan reorientasi pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional yang tidak bertitik tumpu pada pertumbuhan ekonomi semata, namun harus bertitik berat pada penekanan fondasi yang kuat bagi prioritas pengembangan sektor yang berbasis keunggulan komparatif sumberdaya domestik serta berakar pada ekonomi rakyat, yaitu pembangunan sektor kelautan dan pengelolaan pulau-pulau kecil sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Retraubun 2005 , menyebutkan bahwa pengelolaan pulau-pulau kecil merupakan pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik tipologinya, keruangan lahan, keberadaan dan penyelenggaraan kegiatan komersial, serta pelayanan dan berbagai kegiatan ekonomi di dalamnya, dengan tidak melupakan keberadaan potensi sumberdaya alam pesisir, pulau-pulau kecil dan laut serta jasa-jasa lingkungan yang ada di dalamnya. Pengelolaan pulau-pulau kecil selayaknya dilakukan dengan mempertimbangkan keberadaan dan keterlibatan penduduk dalam kewenangan pengelolaan sumberdaya yang ada secara lestari tanpa mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Pulau-pulau kecil meskipun memiliki sumberdaya alam daratan teresterial yang terbatas, namun memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah sebagai aset yang strategis dan komparatif yang dapat menjadi aset kompetitif dalam mengisi pertumbuhan ekonomi bagi pembangunan daerah dan nasional. Petumbuhan ekonomi di kawasan pulau-pulau kecil pada dasarnya membutuhkan pengelolaan yang bertitik tolak dari kekhususan yang menjadi ciri khas pulau kecil tersebut, yaitu kondisi sumberdaya alam hayati dan nir hayati, sumberdaya manusia kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal, sumberdaya buatan ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum serta kelembagaan, serta jasa-jasa lingkungan. Investasi dari dunia usaha di kawasan pulau-pulau kecil diharapkan dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga mendorong kawasan pulau-pulau kecil menjadi mandiri. Target pusat pertumbuhan ekonomi dimaksud adalah suatu kawasan yang memandang sumberdaya sebagai sesuatu yang memiliki nilai ekonomi, namun merupakan komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan suistanable development, tidak bertumpu kepada growth oriented policy. Fauzi 2006, menegaskan bahwa karena basis pembangunan masa lalu bertumpu pada growth oriented policy dengan growth domestic product sebagai indikator utama kinerja performance seringkali menyebabkan arahan kebijakan yang kurang tepat misleading dalam pengelolaan sumberdaya alam, sehingga terbukti gagal mengukur kinerja sektor ekonomi berbasis sumberdaya alam secara komprehensif. 4 Company Social Responsibility, Company Managerial Responsibility, dan Company Environmental Responsibility Budimanta, et al,. 2004 menyatakan bahwa dunia usaha korporat di masa kini harus dapat menunjang terciptanya jalinan hubungan kemitraan yang baik dengan komunitas stakeholders melalui community relations, yaitu peningkatan partisipasi dan posisi korporat di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya untuk kemashlahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. Selain itu korporat pun dibutuhkan untuk melakukan penyesuaianadaptasi secara sosial budaya melalui community development, yaitu kegiatan pengembangan masyarakat yang diselenggarakan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik. Community relations maupun community development sesungguhnya merupakan implikasi dari tanggungjawab sosial korporat atau corporate social responsibility CSR. Menurut Rahman 2009, keberadaan Corporate Social Responsibility CSR menindikasikan bahwa telah terjadi pergeseran hubungan antar korporat dengan komunitas, dimana pada awalnya korporat memposisikan diri sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity, kini memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan eksistensi korporat. Esensi CSR sendiri adalah wujud dari giving back dari korporat kepada komunitas dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasarkan pada niat tulus guna memberi kontribusi yang paling positif bagi komunitas . Mengingat rentannya lingkungan pulau-pulau kecil dan minimnya kualitas sumberdaya manusia lokal, maka adanya tanggungjawab dunia usahakorporat melalui CSR menurut penulis perlu dilengkapi dengan Corporate Environment Responsibility CER dan Corporate Management Responsibility CMR. CER dan CMR pada prinsipnya tidak berbeda dengan CSR, namun pada CER lingkungan environment pulau-pulau kecil khususnya terumbu karang dan mangrove mendapatkan porsi yang lebih khusus dalam menjaga dan eksistensinya kualitas sumberdaya dan lingkungan perairan. Sedangkan pada CMR, titik fokus lebih kepada transfer ilmu dan sistem pengelolaan management kepada masyarakat lokal sebagai suatu upaya untuk mempertahankan eksistensi kegiatan usaha investasi sektor perikanan tangkap, budidaya, pengolahan ataupun wisata bahari yang ada. Hal ini mengingat adanya kekhawatiran bahwa dengan berakhirnya atau habisnya masa kontrak dari suatu korporat terutama investor asing di kawasan pesisir atau pulau-pulau kecil maka berakhir pula kegiatan usaha yang dilakukan. Tidak dapat dipungkiri adanya suatu kegiatan usaha dapat berjalan baik saat para investor masih berada dalam masa kontrak. Namun pada saat masa kontrak ini habis, para investor terutama investasi asing meninggalkan negara ini, maka usaha dimaksud tidak dapat dijalankan lagi, karena masyarakat lokal dan aparat pemerintah daerah tidak dibekali oleh transfer ilmu dan cara-cara manajemen yang baik management knowledge oleh investor terdahulu.

6.2.4 Institusi Non Birokrasi