stadia hingga kritis dari kegiatan penangkapan. Kondisi di zona tiga terjadi karena keberadaan stok yang rendah juga karena tingkat intensitas yang diberikan
relatif sama.
Dari hasil persamaan regresi dan analisis kovarian terhadap persamaan regresi tersebut maka dapat dinyatakan bahwa;
1. Penggunaan alat tangkap garok cukup besar mengakibatkan penurunan biomas stok pada tiap zona sehingga stok menjadi kritis. Pada zona 3
merupakan zona yang paling rentan dan resiko menjadi kritis pada semua stadia karena ketersediaan stok yang relatif rendah.
2. Laju penurunan biomas stok spat, muda dan dewasa antar zona pada zona 1 dan 2 yang berbeda. Hal ini memberikan indikasi bahwa penggunaan alat
garok tidak sepenuhnya efektif mempengaruhi ketersediaan spat, muda dan dewasa, sehingga mengarahkan stok mendekati kritis dalam tahapan operasi
penangkapan yang berbeda.
3. Kelimpahan stok pada zona 3 mencapai kritis setelah memperoleh 5,64 x penangkapan 6 frekuensi penangkapan atau berturut-turut tepat pada hari ke
36 setelah operasi penangkapan dilakukan. Penurunan biomas yang tidak berbeda pada zona 3 mengindikasikan bahwa
alat tangkap garok sangat efektif untuk menangkap simping. Walaupun alat garok banyak digunakan, tetapi tidak cukup menjamin ketersediaan stok, karena bersifat
menguras atau menghabiskan sediaan yang ada.
5.8. Frekuensi kritis dan lama waktu penangkapan kembali
Lama waktu penangkapan kritis WFT adalah lama waktu hari yang menyebabkan stok menjadi kritis setelah beberapa kali eksploitasi. Sedangkan
frekuensi kritis yaitu jumlah frekuensi penangkapan yang menyebabkan stok jadi kritis. Dari evaluasi elevasi dan slop dapat ditentukan frekuensi kritis
penangkapan dari tiap zona penangkapan ikan. Dari ketiga persamaan regresi pada zona 1, 2, dan 3 yang terbentuk pada Gambar 25, maka lama waktu
frekuensi penangkapan kritis dari zona disajikan pada Tabel 27.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Tabel 27. Persamaan hubungan antara biomas stok dengan lama waktu frekuensi penangkapan kritis.
Zona Stadia
a b
R
2
Frekuensi kali
Lama waktu hr
Zona 1 Dewasa
626,4 -59,52
0,76
8,64 56,12
Zona 2 Dewasa
476,8 -66,67
0,84
5,58 37,70
Zona 3 Dewasa
257,36 -38,15
0,96
5,56 36.69
Dari nilai persamaan regresi diatas, selang lama waktu frekuensi penangkapan kritis yang berbeda tersebut berarti bahwa 1 frekuensi kedatangan
yang menyebabkan stok dewasa lebih cepat kritis adalah di zona 3, kemudian di zona 1 dan terakhir di zona 2. 2 Zona dengan tingkat biomas yang tinggi
memiliki waktu yang lebih lama mencapai kritis, walaupun pertumbuhan relatif sama seperti di zona 1 dan zona 2.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa zona 3 lebih cepat mencapai kritis karena penangkapan dibandingkan zona 1 dan zona 2. Kegiatan
penangkapan di zona 3 beresiko lebih besar jika dilakukan pemanfaatan secara terus menerus dibandingkan dengan zona 1 dan 2 walaupun berpotensi
berkelanjutan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
6. INTENSITAS DAN HASIL TANGKAP SIMPING
6.1. Intensitas Tangkap Simping 6.1.1. Intensitas Tangkapan Per tarikan RTP
Intensitas penangkapan stok simping per trip RTP merupakan gambaran tingkat luas hamparan simping yang dieksploitasi Ao dibandingkan dengan luas
hamparan simping yang di eksploitasi standar As ataua AoAs. Intensitas penangkapan per tarikan IPT mencerminkan tingkat tangkapan selama
eksploitasi terhadap suatu stok yang terdapat disetiap zona habitat dalam satu kali operasi. Intensitas tangkap per tarikan dari eksploitasi simping seperti
ditampilkan pada Lampiran 12, 13, dan 14 dan Tabel 28.
Tabel 28. Intensitas tangkap satu kali operasi per tarikanIPT
Area
Zona
sd
Zona 1 Zona 2
Zona 3 2
1,02 1,13
1,31 1,15
±
0,15 3
1,73 1,36
1,26 1,45
±
0,25 4
1,73 1,23
1,36 1,44
±
0,09 5
1,17 1,28
1,31 1,26
±
0,16
sd
1,4
±
0,33 1,2
±
0,10 1,3
±
0,04 1,31
± 0,08 Anova
F
hit
=10,75
P
value
=0,001
F
tab
=3,49
Dari hasil anova satu arah intensitas eksploitasi pada satu kali kedatangan di tiap zona berbeda nyata. Dengan demikian intensitas tangkapan tertinggi di
zona 1, kemudian zona 3 dan terendah zona 2. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas tangkap berbeda antar zona. Hal ini merupakan
indikasi dari pola penangkapan yang bersifat mencari lokasi penangkapan secara sinoptik, serta juga ditentukan oleh ketersediaan biomas simping pada setiap zona.
Selain itu juga untuk memaksimumkan hasil tangkapan nelayan simping berusaha memberikan upaya yang lebih besar pula.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com