Oksigen Terlarut DO KONDISI HABITAT SIMPING

51 pada kondisi hiper osmotik dapat menghambat pertumbuhan bahkan potensial mematikan. Pada kondisi hippo osmotik akan menghambat proses osmoregulasi stadia muda dan spat. Keberadaaan simping ditentukan oleh kemampuan simping beradaptasi terhadap salinitas. Pada kondisi iso-osmotik metabolisme dan respirasi normal dan menunjang pertumbuhan, sedangkan pada hipo atau hiper-osmotik keberadaan simping dangat ditentukan oleh keberhasilan menyesuaikan diri terhadap salinitas dilapangan. Perubahan terhadap salinitas memberikan indikasi perubahan kesesuaian salinitas terhadap ruang distribusi dan tingkat kelimpahan simping. Analisa anova terhadap rataan salinitas antar zona di setiap waktu T 1 , T 2 , dan T 3 diperoleh hasil sebagai berikut. Rataan salinitas antar zona di waktu T 1 , T 2 dan T 3 tidak berbeda nyata. Rataan salinitas pada waktu T 1 yaitu 29,38±1,27 o oo pada waktu T 2 sebesar 27,66±1,12 o oo dan waktu T 3 rataan salinitas sebesar 28,52±0,66 o oo . Secara keseluruhan salinitas rata-rata berkisar antara 28-31 o oo dan termasuk sesuai bagi sintasan pertumbuhan simping. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa rataan salinitas di zona 1, 2 dan 3 sesuai bagi sintasan pertumbuhan simping. Pada penelitian Darmaraj 2004 kisaran salinitas yang sesuai bagi simping yaitu 23-34 o oo . Penelitian SEAFDEC, 2000 di Philipina kerang simping dapat hidup pada salinitas antara 18-38 o oo . Menurut Cusson et al 2005 salinitas dari biota bentik berkisar dari 4-45 o oo m dengan rata-rata 26,5 o oo . Dengan demikian salinitas antara 27,66-29,38 o oo di perairan Kronjo tergolong sesuai bagi sintasan pertumbuhan simping.

4.7. Oksigen Terlarut DO

Oksigen terlarut DO merupakan pembatas bagi proses respirasi-oksidasi sintasan dengan proses osmoregulasi yang dikendalikan oksigen terlarut bersifat diurnal. Bagi proses metabolism oksigen dapat menurut deplesi deficit apabila dipakai untuk asimilasi bahan organic dan dapat mematikan. Pada kondisi DO 5-6 ppm metabolism respirasi normal menunjang sintasan pertumbuhan simping. Akibat deplesi dan defisit oksigen terlarut akan potensial mematikan simping, Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com 52 khususnya stadia spat dan muda. Ketersediaan DO ditentukan oleh pola aerasi dari photosintesa, produksi-respirasi serta dekomposisi bahan organik. Keberadaan simping ditentukan oleh kemampuan simping beradaptasi dari ketersediaan oksigen terlarut di lapangan. Perubahan temporal oksigen terlarut DO memberikan indikasi perubahan kesesuaian habitat bagi ruang distribusi simping. Pada kondisi DO 3 ppm atau meningkat melampaui 8,5 ppm potensial mematikan. Analisa anova terhadap rataan oksigen terlarut DO antar zona di setiap waktu T 1 , T 2 , dan T 3 diperoleh hasil sebagai berikut. Rataan oksigen terlarut DO antar zona diwaktu T 1 , tidak berbeda nyata sedangkan waktu T 2 dan T 3 berbeda nyata. Rataan oksigen terlarut DO pada waktu T 1 yaitu 2,18±0,34 ppm. Pada waktu T 2 rataan tertinggi di zona 3 yaitu 7,7±0,26 ppm, kemudian di zona 2 yaitu 2,92±0,14 ppm dan terendah pada zona 1 yaitu 2,74±0,06 ppm. pada waktu T 3 DO tertinggi di zona 3 sebesar 2,66±0,002 ppm, di zona 2 yaitu 2,37±0,02 ppm dan terendah di zona 1 yaitu 2,20±0,007 ppm. Pada waktu T 1 meskipun tidak berbeda nyata, namun keberadaaan DO tidak sesuai bagi kehidupan simping DO 3 ppm. Begitu juga halnya pada T 2 dan T 3 keberadaaan DO yang berbeda nyata, namun keberadaan DO termasuk buruk yaitu DO 3 ppm, kecuali DO pada zona 3 waktu T 2. Secara keseluruhan DO di zona 1, 2 dan 3 termasuk kurang sesuai kecuali sewaktu T 2 di zona 3. Keberadaan DO tentu akan berimplikasi terhadap sintasan dari pertumbuhan stadia simping. Dari uraian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa keberadaan DO di zona 1, 2 dan 3 kurang sesuai bagi sintasan pertumbuhan simping kecuali di zona 3 sewaktu T 2 . Pada kegiatan budidaya P placenta di Philipina oksigen terlarut tercatat antara 2,5-5 ppm SEAFDEC, 2000.

4.8. Kandungan Bahan Organik BOD