IX. PEMBAHASAN
Transportasi adalah pergerakan orang dan atau barang dari satu lokasi ke lokasi lain, dari satu pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Transportasi bukan
merupakan suatu tujuan akhir, melainkan turunan dari permintaan, misalnya pergerakan untuk tujuan kerja, rekreasi, pengumpulan bahan baku, distribusi barang
produk, dan lain lain. Pergerakan orangbarang antar lokasi tersebut dalam skala lokal sampai global, misalnya pergerakan antar pusat kegiatan dalam suatu kota sampai
pergerakan antar negara Dardak, 2006. Untuk skala metropolitan Bandung, tujuan akhir dari transportasi adalah
terpenuhinya permintaan pergerakan orangbarang dalam rangka menunjang kesejahteraan masyarakat metropolitan Bandung yaitu untuk menuju terciptanya
metropolitan yang nyaman sebagai tempat tinggal, tempat kerja dan tempat rekreasi. Hubungan antara fasilitas dan layanan transportasi dengan wilayah pinggiran
metropolitan dalam studi ini telah dibahas dalam uraian sebelumnya, yaitu merupakan sebuah sistem yang terdiri atas 5 sub sistem sbb:
a. Sistem Kegiatan: yaitu kawasan perumahan dalam lingkup wilayah studi dalam penelitian ini, Perumahan Setiabudi Regensi, Graha Puspa, dan Trinity. Sub
sistem kegiatan ini membangkitkan dan menarik pergerakan yang membutuhkan fasilitas transportasi.
b. Sistem Prasarana: yaitu jaringan jalan dan simpul simpul fasilitas transportasi, dalam penelitian ini adalah jalan akses ke lokasi perumahan. Sub sistem
prasarana ini melayani pergerakan sistem kegiatan sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan akhir dari pergerakan yang dibangkitkan atau yang ditarik.
c. Sistem Pergerakan: yaitu pergerakan orang dan atau barang berdasar jumlah, tujuan, lokasi asal tujuan, waktu perjalanan, kecepatan, frekuensi, moda yang
dipakai dan sebagainya. Sistem pergerakan adalah bangkitan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh Sistem Kegiatan.
d. Sistem Sarana: adalah moda kendaraan yang dipakai dalam melakukan pergerakan pada Sistem Prasarana. Sistem Sarana mempengaruhi volume
kepadatan sistem pergerakan dan mempengaruhi derajat kejenuhan sistem prasarana.
e. Sistem Pencemaran Udara dan Kebisingan: adalah efek samping dari pergerakan transportasi yang mencemari lingkungan dengan pencemaran udara dan
kebisingan. Hasil penelitian sistem transportasi di kawasan perumahanpermukiman di
pinggiran metropolitan Bandung ini dengan analisis pada masing-masing sub sistem diatas menunjukkan bahwa skenario kebijakan yang paling tepat adalah skenario
kebijakan 5 yaitu peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan.
Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum disini berarti
mengoptimalkan pemakaian angkutan umum yang ada dengan meningkatkan kualitas, baik secara fisik kendaraan maupun pelayanan yang dilakukan oleh para
awak angkutan umum, juga kuantitas, yaitu tingkat okupansi angkutan umum yang selama ini hanya berisi 3 atau 4 orang per kendaraan menjadi 7 atau 8 orang per
kendaraan. Dengan mengoptimalkan pemakaian angkutan umum diharapkan pemakai kendaraan pribadi akan beralih moda menggunakan angkutan umum.
Pembatasan umur kendaraan pribadi: dimaksudkan juga untuk dipergunakan
sebagai cara untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi terutama kendaraan yang telah berumur lebih dari 7 tahun. Dari hasil pengamatan di lapangan,
diketahui bahwa rata-rata kendaraan yang telah berumur lebih dari 7 tahun telah mengeluarkan emisi gas buang yang tidak memenuhi syarat baku mutu emisi gas
buang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan pembatasan umur kendaraan pribadi ini diharapkan emisi gas buang yang berakumulasi di udara kawasan
perumahan permukiman ini akan berkurang jauh sesuai dengan hasil simulasi model yang telah dilakukan dimuka.
Pengurangan emisi gas buang kendaraan: dimaksudkan untuk memperkecil
pencemaran udara akibat transportasi dengan mengatasi langsung dari sumbernya yaitu kendaraan itu sendiri. Dengan pengurangan langsung dari sumbernya
diharapkan kualitas udara akan lebih baik sesuai dengan simulasi kualitas udara yang dilakukan pada model dalam penelitian ini.
Implikasi dalam penerapan skenario kebijakan 5 diperkirakan akan menghasilkan pengelolaan transportasi yang berkelanjutan dengan petunjuk awal sebagai berikut:
Untuk kawasan perumahan dalam studi ini, diharapkan tidak terjadi penolakan- penolakan dari masyarakat dalam pelaksanaannya. Dari hasil survey persepsi
masyarakat diperoleh hasil bahwa skenario kebijakan ini masih dapat diterima oleh sebagian masyarakat pelaku perjalanan penghuni perumahan.
Data survey tingkat ekonomi masyarakat penghuni pelaku perjalanan tersebut menunjukkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat pada perumahan lokasi studi
adalah menengah ke atas. Karena itu dapat disimpulkan, untuk kalangan masyarakat menengah ke atas skenario kebijakan ini dapat diberlakukan.
Untuk masyarakat menengah ke bawah, perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang persepsi masyarakatnya apakah bisa menerima atau menolak skenario kebijakan 5
yang diusulkan oleh penelitian ini. Dari hasil simulasi model dengan tolok ukur: kecepatan kendaraan rata-rata, derajat
kejenuhan jalan, tingkat pencemaran udara dan indeks kualitas udara diperoleh hasil simulasi yang menyatakan bahwa skenario kebijakan tersebut akan
menghasilkan pengelolaan transportasi yang berkelanjutan. Skenario kebijakan 5 ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain sbb:
Parameter-parameter yang tercantum dalam model ini harus di “adjust” dari prediksi semula apabila diperlukan untuk menyesuaikan dengan “trend” keadaan
sebenarnya dalam dunia nyata. Kebijakan untuk “meningkatkan kualitas dan kuantitas angkutan umum” dan
“pengurangan emisi gas buang kendaraan” membutuhkan biaya yang cukup besar dan komitmen yang tinggi dari semua ”stake holders” kota metropolitan agar
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Keberlanjutan pengelolaan transportasi didukung juga oleh sistem kelembagaan
yang baik sehingga mendukung terpadunya ke empat sub sistem transportasi. Beberapa hal yang kurang baik yang menggagalkan keberlanjutan pengelolaan
transportasi antara lain: a. Dalam aspek legal: misalnya belum siapnya ketentuan hukum yang memungkinkan
turunnya dana yang diperoleh dari sektor transportasi untuk pembangunan fasilitas
dan layanan transportasi, penegakan hukum yang lemah hingga fasilitas jalan dipakai oleh PKL, ketidak pastian hukum dan kebijakan dalam program BBG
b. Dalam aspek organisasi, misalnya masalah gali lubang, tutup lubang pembangunan
jaringan infrastruktur
listrik, telepon,
air bersih
yang mengakibatkan kemacetan, benturan kepentingan antar sektor dan antar daerah
dalam pengoperasian rute layanan transportasi kota, lemahnya koordinasi intraantar lembaga pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
X. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI