Sintesis Pengembangan Tumbuhan Pangan dan Obat Potensial

5.6 Sintesis Pengembangan Tumbuhan Pangan dan Obat Potensial

Salah satu yang menjadi akar permasalahan konservasi adalah ketidakberlanjutan pengetahuan lokal atau estafet local and tradisional knowledge. Proses konservasi menjadi sulit ketika proses dari masa lalu tidak bersambung ke masa kini. Pengalaman-pengalaman atau kearifan tradisional yang diterapkan oleh nenek moyang terdahulu, kini banyak ditinggalkan dan dianggap kuno. Budaya lokal nenek moyang kini telah banyak berganti dengan budaya modern. Kondisi umum budaya bangsa Indonesia juga diperparah dengan dimanjanya bangsa Indoensia akan keanekaragaman hayati hutan tropika Indonesia yang tinggi atau melimpah. Banyaknya pilihan yang dapat dimanfaatkan dari hutan menjadi faktor yang mempengaruhi dan melonggarkan daya juang serta semangat masyarakat untuk menggali, mengembangkan dan memelihara pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut. Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani TNGR yang juga memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi juga seharusnya mampu dimaksimalkan pemanfaatannya guna menunjang kesejahteraan masyarakat sekitar. Salah satu masyarakat desa sekitar hutan yang masih memiliki kearifan tradisional dalam hal pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan dari kawasan TNGR adalah masyarakat Suku Sasak yang tinggal di Desa Jeruk Manis. Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis memiliki kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pangan dan obat. Hanya saja, saat ini pengetahuan akan pemanfaatan tersebut belum menyebar merata di antara warga masyarakat serta cenderung mulai ditinggalkan. Beberapa spesies potensial yang banyak digunakan oleh industri jamu atau telah diteliti memiliki banyak kandungan dan manfaat, belum banyak diketahui oleh masyarakat di desa ini. Beberapa spesies tumbuhan yang potensial untuk dikembangkan oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis di antaranya pakis Diplazium esculentum, bebele Centella asiatica, kayu sepang Caesalpinia sappan dan terong totok Solonum torvum. Dengan pengembangan spesies-spesies ini selain dapat menjadi alternatif bagi terwujudnya kemandirian masyarakat lokal setempat juga meningkatnya kesejahteraan mereka. Pakis merupakan salah satu bahan makanan yang banyak di konsumsi masyarakat di Pulau Lombok bahkan sampai ke Pulau Sumbawa. Permintaan demand akan pakis pun begitu besar. Pakis ini banyak tumbuh di dalam kawasan TNGR. Saat ini masyarakat di Desa Jeruk Manis hanya memanen pakis dari dalam kawasan hutan TNGR. Tidak hanya untuk dikonsumsi, pakis oleh masyarakat di desa ini juga diperjualbelikan. Terhitung masyarakat dapat memperoleh penghasilan tidak kurang Rp. 20.000,-hari dari hasil mengambil pakis. Tantangannya adalah sampai saat ini pakis belum tersentuh oleh teknologi seperti dalam bentuk pengolahan atau pengemasannya karena spesies ini tidak tahan disimpan lama maksimal hanya 24 jam. Bebele merupakan tumbuhan liar yang melimpah tumbuh di Desa Jeruk Manis. Selain berfungsi sebagai bahan pangan, secara empiris maupun ilmiah tumbuhan ini dengan kandungannya terbukti mampu mengatasi berbagai macam penyakit di antaranya kandungan triterpenoid saponin yaitu asiatic acid berfungsi untuk meningkatkan aktivasi makrofag. Triterpenoids merupakan antioksidan sebagai penangkap radikal bebas dan merevitalisasi pembuluh darah. Asiaticoside dan senyawa sejenis juga berperan sebagai anti lepra kusta. Secara umum, bebele berkasiat sebagai hepatoprotektor yaitu melindungi sel hati dari berbagai kerusakan akibat racun dan zat berbahaya. Bebele juga mengandung beberapa macam vitamin yaitu A, B, E, G dan K, serta mengandung nilai nutrisi yang membantu vitalitas tubuh dan berfungsi sedatif Adina 2012. Kayu sepang memiliki sebaran yang relatif kecil di kawasan sekitar TNGR. Spesies ini dapat digunakan sebagai bahan minuman berupa sirup. Selain itu dari bukti empiris tumbuhan ini telah lama digunakan oleh bangsawan Jawa untuk mengobati berbagai macam penyakit khususnya penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Bahkan kayu sepang telah digunakan oleh beberapa industri jamu ternama seperti PT. Bintang Toedjoe. Terong totok selain berfungsi sebagai pemenuhan pangan berupa lalapan, tumbuhan ini juga ternyata berfungsi sebagai antikanker, pengobatan penyakit lambung, pinggang kaku dan bengkak terpukul, batuk kronis, bisul atau koreng, jantung berdebar maupun nyeri jantung dan menurunkan tekanan darah tinggi. Buah dan daun tumbuhan ini mengandung alkaloid steroid yaitu jenis solasodin 0,84, sedangkan kandungan buah kuning mengandung solasonin 0,1, buah mentah mengandung chlorogenin, sisologenenone, torvogenin, vitamin A dan mengandung neo-chlorogenine, panicolugenine dan akarnya mengandung jurubine. Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman obat ini mampu bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negatif radikal bebas. Terong totok memiliki aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70 Sirait 2009. Spesies-spesies yang dijelaskan di atas dengan potensi yang ada perlu didomestikasi dan dikembangkan lebih lanjut. Dengan konsep agro-forestry serta pendekatan agro-industri skala rumah tangga yang tentunya dengan dukungan IPTEK maka akan menjadikan komoditi di atas dapat langsung berimplikasi lebih besar terhadap kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tentunya hal ini juga dapat tercapai bila ada pendampingan yang bertahap dan berkelanjutan dari pihak pengelola taman nasional serta perguruan tinggi sebagai sumber ilmu dalam hal merancang serta memberikan pencerahan kepada masyarakat akan pengembangan spesies-spesies potensial tersebut sehingga manfaat atau dampak positif dapat dioptimalkan serta dampak negatif menjadi minimal, height output internal and low input external. Penerapan konkrit yang dapat diberikan sebagai upaya pengembangan tumbuhan pangan dan obat antara lain: 1. Bentuk pengolahan atau pengemasan pakis yang ditunjang dengan teknologi sehingga nilai jual pakis dapat lebih meningkat. Kemudian pengolahan lebih lanjut dari komoditi bebele, kayu sepang dan terong totok sehingga menjadi komoditi yang siap di jual seperti teh jamu bebele, sirup kayu sepang, simplisia obat terong totok serta bentuk produk lainnya. Upaya domestikasi di kebun terhadap spesies-spesies potensial merupakan wujud budidaya tumbuhan menggunakan konsep agro-ferestry, juga perlu dilakukan khususnya tanaman kayu sepang yang saat ini sebarannya relatif kecil di sekitar kawasan TNGR. 2. Pemanfaatan kembali kotoran sapi yang melimpah di Desa Jeruk Manis juga perlu dilakukan. Fakta bahwa sebagian besar masyarakat di desa ini sebagai petani dan peternak dengan produktifitas hasil pertanian yang masih kecil karena tingkat kesuburan tanah yang rendah dan pengelolaan lahan pertanian belum maksimal, dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk organik dan sumber energi. Dengan sistem pertanian terpadu atau terintegrasi Integrated Farming System pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi sangat potensial. Oleh karenanya perlu didirikan pabrik olahan limbah ternak serta dibuatkan aturan atau regulasi sebagai upaya pengoptimalan pemanfaatan limbah ternak tersebut. 3. Pengembangan kapasitas SDM juga perlu dilakukan. Desain perencanaan pengembangan tumbuhan pangan dan obat menggunakan teknologi untuk meningkatkan nilai jual komoditi, mutlak ditunjang dengan SDM yang mempuni. Pemberdayaan masyarakat Desa Jeruk Manis khususnya mereka yang tergabung dalam kelompok masyarakat peduli hutan KMPH Kembang Kuning perlu dilanjutkan karena rencana taman nasional dalam pengolahan hutan bersama masyarakat seluas 2 Ha untuk menyabit rumput di sebelah barat Resort Kembang Kuning, dikemudian hari menjadi lahan yang sangat potensial untuk dijadikan tempat budidaya atau pengembangan spesies penting di atas. 4. Membangun program kampung konservasi pangan dan obat keluarga POGA sebagai wadah yang mengorganisir masyarakat desa dalam pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya hutan setempat serta pengembangan kapasitas SDM. Dari program ini juga dengan sendirinya akan terwujud konservasi hutan Taman Nasional Gunung Rinjani. 5. Sistem pendidikan yang dijalankan bagi anak-anak di desa ini seharusnya tidak hanya menitikberatkan pada kurikulum umum tapi juga merancang kurikulum yang terintegrasi dengan kompetensi dan karakteristik sumberdaya alam serta budaya masyarakat Desa Jeruk Manis. Fakta bahwa masyarakat Desa Jeruk Manis sudah lama berinteraksi dan bergantung hidupnya dengan sumberdaya hutan, tidak boleh dipisahkan dengan kurikulum saat ini yang cendrung sekuler. Memadukan karakteristik sumberdaya alam dan budaya masyarakat Desa Jeruk Manis dengan pendidikan yang dikembangkan dengan memberikan materi seperti pendidikan tentang konservasi tumbuhan, pendidikan peramuan tumbuhan obat atau aspek-aspek kajian lainnya yang mendukung pengembangan pelestarian pemanfaatan tumbuhan bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Desa Jeruk Manis. Program peningkatan kapasitas SDM dan sistem pendidikan yang ditawarkan di atas pada akhirnya diharapkan akan membentuk pilar Tri- Stimulus Amar Konservasi yakni stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus relegius- rela. Menurut Zuhud 2007 stimulus amar konservasi diharapkan menimbulkan 3 sikap konservasi yakni: 1 Cognitive persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan dan keyakinan, 2 Affective emosi, senang, benci, dendam, sayang, cinta dan lain-lain, 3 Overt actions kecenderungan bertindak. Ketiga sikap konservasi tersebut diharapkan mengarah pada sikap yang positif dan akhirnya menuju perilaku pro konservasi, hingga pada akhirnya konservasi dapat terwujud di dunia nyata Gambar 38. Gambar 38 Diagram alir tri stimulus amar mewujudkan konservasi. Ketika kekayaan sumber daya alam yang ada telah dimanfaatkan secara maksimal dan menimbulkan kesadaran bahwa ternyata alam tersebut memiliki nilai manfaat khususnya ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat, maka stimulus rela akan dengan sendirinya mengikuti. Warga masyarakat akan menjaga kelestarian sumber daya alam yang mereka miliki demi keberlangsungan pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Sikap dan perilaku pro konservasi secara tidak langsung akan terbentuk karena masyarakat sadar akan nilai manfaat kekayaan sumber daya alam yang ada. Pada akhirnya sikap dan perilaku ini menjadi jalan bagi terwujudnya konservasi di dunia nyata. Tri stimulus amar  Stimulus alamiah: kekayaan sumber daya alam  Stimulus manfaat: nilai ekonomi  Stimulus relegius-rela Sikap dan perilaku pro konservasi Konservasi terwujud di dunia nyata

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Teridentifikasi sebanyak 215 spesies dari 72 famili spesies tumbuhan pangan dan obat yaitu sebanyak 136 spesies tumbuhan pangan dan 156 spesies tumbuhan obat. Sebanyak 77 spesies di antara tumbuhan pangan dan obat berfungsi ganda yakni sebagai tumbuhan pangan juga tumbuhan obat. Spesies tumbuhan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis untuk kebutuhan pangan dan obat-obatan cukup beragam dan relatif tinggi. Beragamnya spesies ini menjadi tanda bahwa kawasan hutan Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki aset yang besar bagi pemenuhan kehidupan dan pembangunan kesehatan khususnya masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani. 2. Kearifan tradisional masyarakat di Desa Jeruk Manis cenderung hidup menyesuaikan dengan potensi alam sekitarnya yaitu memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia dan melakukan tindakan-tindakan konservasi. Kearifan tradisional masyarakat dapat dilihat dari cara memperlakukan padi dan sikap menghargai lingkungan. Tindakan konservasi yang dilakukan ini merupakan wujud kearifan tradisional yang harus dipertahankan dan terus dibudayakan demi kelangsungan sumberdaya alam yang dapat menjamin keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia.

6.2 Saran

1. Pengembangan program kampung konservasi pangan dan obat keluarga POGA untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Desa Jeruk Manis yang sehat dan mandiri yang akhirnya berdampak pada kesejahteraan dan kemakmuran mereka. 2. Pengembangan beberapa spesies tumbuhan pangan dan obat yang berpotensi seperti pakis Diplazium esculentum, bebele Centella asiatica, kayu sepang Caesalpinia sappan dan terong totok Solonum torvum.