Gambar 28 Salah satu contoh olahan sayuran: kla pedis.
5.2.12 Pola konsumsi pangan masyarakat
Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, umumnya memiliki pola konsumsi yang teratur. Setiap harinya mereka memenuhi kebutahan pangan
dengan makan tiga kali sehari yakni pagi, siang dan malam. Hampir tidak ada perbedaan menu yang dimakan oleh warga masyarakat di desa ini. Artinya baik
pagi, siang, maupun malam mereka sama mengkonsumsi nasi. Menurut Hardinsyah 2008 makanan yang baik adalah menu lengkap yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, buah, sayur dan minuman. Kebiasaan sarapan pagi warga masyarakat di desa ini karena pada umumnya
mereka sebagai pekerja kasar seperti bertani dan berternak. Oleh karenanya asupan energi yang diperoleh dari sarapan tersebut diharapkan dapat menjadi
cadangan tenaga untuk bekerja. Menurut Silalahi 2011 pada pagi hari, tubuh membutuhkan asupan energi yang banyak karena pada pagi hari seseorang
melakukan banyak aktivitas. Oleh karena itu, setiap orang sangat disarankan untuk sarapan pagi agar dapat melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Menu sarapan pagi tidak tentu, namun biasanya adalah sisa dari menu makan malam sebelumnya. Biasanya juga sebelum berangkat bekerja sekitar
pukul 07.00 WITA, warga masyarakat di desa ini terlebih dahulu meminum secangkir kopi dan menghisap rokok. Mereka percaya bahwa rutinitas pola
konsumsi ini menjadi tambahan energi mereka saat bekerja. Pada waktu makan siang yakni sekitar jam 13.00-15.00 WITA, warga yang
sibuk bekerja di sawah, kebun atau ladang sehingga tidak bisa pulang ke rumah, biasanya selalu membawa bekal makan siang dari rumahnya. Ataupun tidak,
biasanya istri atau sanak saudara lainnya yang menyempatkan diri mengantarkan menu makan siang tersebut. Sementara itu untuk makan malam biasa dilakukan
sekitar pukul 19.00 WITA, di antara waktu sholat magrib dan isya. Pola konsumsi yang teratur ini juga ditunjang dari menu masakan dan
asupan nutrisi yang dikonsumsi setiap harinya oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis. Setiap menu masakan yang disajikan hampir memenuhi asupan gizi empat
sehat dari komposisi gizi empat sehat lima sempurna yakni makanan pokok, lauk- pauk, sayur mayur, buah dan susu.
Pola konsumsi pangan masyarakat juga dapat diukur berdasarkan kebutuhan energi dan sumber perolehan energi pada tingkat mikrorumah tangga dan
individu, serta di tingkat makronasional. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih di bawah kecukupan energi
minimal yaitu 2.000 kilokalorihari dan protein sebesar 52 grhari per kapita Dephut 2009. Pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan
pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH pola pangan harapan. Konsumsi dari kelompok padi-padian beras, jagung, terigu masih dominan baik di kota
maupun di desa. Pangsa konsumsi energi seharusnya dari kelompok pangan padi- padian hanya 50, namun kenyataannya masih 60,7 di kota dan 63,9 di desa
Ariani 2005. Menu masakan yang selalu ada ditemukan pada masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis adalah sayur. Hal ini menunjukkan bahwa selain karena keberadaan sayur yang melimpah di desa ini, masyarakatnya ternyata gemar
mengkonsumsi sayur, apapun sayurnya. Selain gemar mengkonsumsi sayur, warga masyarakat di Desa Jeruk Manis
juga gemar mengkonsumsi buah-buahan, di antaranya adalah punti Musa spp., pao Mangifera indica, buluan Nephelium lappaceum, manggis Garcinia
mangostana, durian Durio zibethinus serta buah-buahan lainnya. Buah-buahan ini diperoleh bukan dari hasil membeli melainkan dari hasil budidaya warga di
pekarangan rumah atau di kebun masing-masing. Pola konsumsi seperti ini dilaksanakan tidak hanya oleh orang dewasa yang
bekerja di sawah, kebun atau ladang, melainkan seluruh kalangan umur kecuali
bayi. Bahkan anak berumur dua tahun pun terkadang mengkonsumsi menu yang sama dengan menu orang tua mereka.
Menurut Hardinsyah 2008 setidaknya terdapat 10 syarat tentang pola makan yang sehat. Syarat tersebut di antaranya selalu diawali dengan sarapan,
makan pada waktunya, memperhatikan ragam jenis dan jumlah pangan, cukup karbohidrat dan lauk pauk, batasi gula manis, lemak gorengan dan garam
asin, banyak mengkonsumsi buah dan sayur, berhenti sebelum kenyang, sesuai dengan kemampuan, nikmati dan pilih yang aman.
Berdasarkan pada pemahaman syarat pola makan sehat di atas, untuk mencapai hidup sehat ternyata tidaklah sulit dilaksanakan oleh warga masyarakat
di Desa Jeruk Manis karena pada umumnya masyarakat telah melaksanakan pola konsumsi tersebut. Hanya saja tentu pola konsumsi yang dilaksanakan oleh
masyarakat sampai dengan saat ini tidak didasarkan pada landasan saintifik gaya ilmu farmasi barat, melainkan sepenuhnya atas dasar empiris yang teruji melalui
trial and error secara turun temurun. Melihat pola konsumsi yang ada, terbukti setiap bahan pangan yang
dikonsumsi telah memberikan kesehatan bagi warga masyarakat tanpa tahu kandungan gizi dari setiap pangan yang dikonsumsinya. Hal ini diperkuat oleh
Zuhud 2011 bahwa bukti empiris bukan suatu hal yang aib atau selalu keliru, seperti halnya metodologi ilmiah farmasi barat yang belum tentu selalu baik dan
benar. Berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan oleh masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis serta ketersediaan bahan pangan yang melimpah menunjukkan bahwa masyarakat di desa ini tidak perlu bergantung terhadap pangan luar.
Tumbuhan pangan lokal yang ada sejak dahulu memainkan peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Cukup dengan ketersedian
tumbuhan pangan lokal yang tumbuh melimpah di desa ini masyarakat dapat mencapai kesejahteraannya di bidang pangan seperti yang disampaikan Mulvany
2010 bahwa sesungguhnya masyarakat tradisional sudah sejak lama berdaulat di bidang pangan pangan tidak hanya terpenuhi dari segi jumlah dan gizinya
melainkan masyarakat setempat mampu memproduksi sendiri bahan pangan tanpa bergantung pada sumber luar.
5.3 Tumbuhan Obat
5.3.1 Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis sebanyak 156 spesies dari 62 famili
Lampiran 6. Jumlah ini lebih banyak dari tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Montong Betok, Resort Joben
TNGR yakni 77 spesies dari total potensi kawasan TNGR yakni 239 spesies Pramesthi 2008. Jumlah spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan
oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis juga lebih banyak dari pada potensi tumbuhan obat di Resort Santong, TNGR karena hasil inventarisasi
tumbuhan obat di resort ini hanya menemukan 62 spesies tumbuhan BTNGR 2005.
Beberapa spesies tumbuhan obat di Desa Jeruk Manis tidak hanya digunakan untuk mengobati warga masyarakat yang sakit, namun juga hewan
ternak yang mereka pelihara. Dominannya warga masyarakat di desa ini yang berprofesi sebagai peternak sejak dahulu hingga sekarang ternyata juga turut
membangun kearifan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat bagi ternak peliharaan. Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai
obat ternak adalah jejengas Lantana camara, ketujur Sesbania grandiflora, klayu Syzygium cumini, lekong Aleurites moluccana dan srikaya belanda
Annona muricata. Tumbuhan-tumbuhan ini digunakan untuk penambah tenaga sapi agar kuat membajak sawah, untuk menambah nafsu makan sapi agar cepat
gemuk serta beberapa fungsi lainnya. Daun jejengas sering digunakan sebagai pakan sapi yang mengalami berak
darah, kemudian rebusan daun ketujur sering digunakan sebagai minuman sapi agar produksi susunya meningkat. Sementara itu, kulit batang klayu dan lekong
sama-sama digunakan untuk meningkatkan nafsu makan sapi dan meningkatkan tenaga sapi agar kuat membajak sawah. Biasanya kulit batang yang telah
ditumbuk halus direndam dengan air selama sehari, baru kemudian diberikan sebagai minuman sapi. Sementara itu srikaya belanda digunakan buahnya yang
telah diparut dengan tambahan air dan garam sebagai pakan sapi agar cepat gemuk.