d. Setelah selesai barulah tuan guru ulama memberikan doa memutah. Hal ini
sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Khalik karena masih diberikan rezeki memanen padi. Selanjutnya, perlengkapan dibawah ke sawah untuk dipasang
atau digantung di tempat saluran air pertama yang masuk ke sawah. Pamong desa mulai panen dengan membuat inaq pade induk padi yang diletakkan di
atas ancak. Setelah itu panen bisa dilaksanakan. Lumbung penyimpan beras pantek bale dalam kehidupan sehari-hari tidak
boleh dalam keadaan kosong. Padigabah diambil dari lumbung pada saat persedian beras yang ada sudah hampir habis atau bila ada upacara tertentu atau
keadaan darurat. Begitulah cara masyarakat di Desa Jeruk Manis memperlakukan padi
sebagai sumber pangan dan mengelola ketahanan pangan secara tradisional. Jika kearifan tradisional ini tetap dipertahankan, maka ketersediaan pangan yang
tersimpan dalam lumbung padi pantek bale dan kelestarian varietas padi yang digunakan akan selalu terjaga. Hal ini menjadi ketahanan pangan tersendiri bagi
masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis dalam menghadapi isu permasalahan pangan saat ini.
5.4.2 Sikap menghargai lingkungan
Sebelum memasuki kawasan hutan, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis. Mereka
mempercayai bahwa kawasan hutan TNGR merupakan rumah bagi makhluk lainnya yang kasat mata. Bukan berarti syirik melainkan saling mengormati
sesama ciptaan Tuhan. Hal ini pula yang kemudian menentukan sikap dan tingkah laku warga masyarakat di Desa Jeruk Manis sejak dahulu hingga sekarang yang
sangat menghargai lingkungan alam hutan. Saat ingin masuk hutan dengan tujuan tertentu seperti berburu atau mencari
ramuan tumbuhan obat biasanya warga masyarakat menempatkan daun muda yang telah diiris lalu ditempatkan pada pohon yang besar. Biasanya pohon yang
dituju adalah pohon yang berada di sekitar mata air di dalam kawasan hutan TNGR. Penempatan daun muda di pohon besar tersebut dimaksudkan sebagai
penyawiq atau pemberitahuan bahwa mereka ingin masuk hutan.
Selain itu, masyarakat di Desa Jeruk Manis juga terbiasa tidak menebang pohon di dalam hutan. Bahkan di lahan milik pribadi, satu pohon yang ditebang
harus digantikan oleh sepuluh bibit pohon yang sama. Kebiasaan ini juga terlihat saat masyarakat di Desa Jeruk Manis mengambil bahan dari hutan untuk dijadikan
ramuan obat. Tumbuhan obat yang diambil dari hutan hanya digunakan untuk keperluan
pada saat sakit itu saja pemanfaatan lestari. Beberapa tumbuhan obat yang bernilai fungsional juga telah dibudidayakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk
Manis untuk mengurangi pengambilan langsung dari hutan. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga kelestarian hutan tersebut.
Menjaga kelestarian hutan merupakan wujud kesadaran warga di Desa Jeruk Manis akan arti pentingnya hutan. Masyarakat di desa ini meyakini bahwa
kelestarian hutan akan sangat menentukan ketersedian mata air bagi desa mereka. Air sangatlah penting bagi masyarakat di desa ini karena sebagian besar
masyarakatnya berprofesi sebagai petani dan keberdaan air sangat penting bagi pengairan sawah mereka.
Masyarakat juga dilarang membuang sampah dan membakar di dalam hutan, termasuk membuang sampah atau limbah rumah tangga di sungai, got atau
selokan. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hutan dan kebersihan ini tanpaknya karena ada rasa kebersamaan dan senasib sepenanggungan antara
warga. Selain kepedulian warga terhadap lingkungan fisik, warga Desa Jeruk Manis
juga sangat peduli terhadap lingkungan sosialnya. Budaya gotong royong atau saling tolong menolong siru balas masih kental terlihat di desa ini. Saat
menghadapi warga yang terkena musibah kematian atau saat mengadakan hajatan tertentu, seperti pembangunan rumah, pesta perkawinan, sunatan, aqiqah dan lain
sebagainya, warga masyarakat turut berpartisipasi, baik dengan tenaga, barang atau dengan uang.
Setiap yang membantu biasanya diberi makan sebagai bentuk ucapan terima kasih. Hal ini sudah biasa berlangsung di Desa Jeruk Manis. Bahkan pada warga
yang tertimpah musibah atau terlihat kurang mampu setiap warga yang membantu tersebut justru tidak ingin merepotkan dan cukup makan di rumah masing-masing.
5.6 Sintesis Pengembangan Tumbuhan Pangan dan Obat Potensial
Salah satu yang menjadi akar permasalahan konservasi adalah ketidakberlanjutan pengetahuan lokal atau estafet local and tradisional
knowledge. Proses konservasi menjadi sulit ketika proses dari masa lalu tidak bersambung ke masa kini. Pengalaman-pengalaman atau kearifan tradisional yang
diterapkan oleh nenek moyang terdahulu, kini banyak ditinggalkan dan dianggap kuno. Budaya lokal nenek moyang kini telah banyak berganti dengan budaya
modern. Kondisi umum budaya bangsa Indonesia juga diperparah dengan
dimanjanya bangsa Indoensia akan keanekaragaman hayati hutan tropika Indonesia yang tinggi atau melimpah. Banyaknya pilihan yang dapat
dimanfaatkan dari hutan menjadi faktor yang mempengaruhi dan melonggarkan daya juang serta semangat masyarakat untuk menggali, mengembangkan dan
memelihara pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut.
Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani TNGR yang juga memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi juga seharusnya mampu
dimaksimalkan pemanfaatannya guna menunjang kesejahteraan masyarakat sekitar. Salah satu masyarakat desa sekitar hutan yang masih memiliki kearifan
tradisional dalam hal pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan dari kawasan TNGR adalah masyarakat Suku Sasak yang tinggal di Desa Jeruk Manis.
Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis memiliki kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pangan dan obat. Hanya saja, saat ini
pengetahuan akan pemanfaatan tersebut belum menyebar merata di antara warga masyarakat serta cenderung mulai ditinggalkan. Beberapa spesies potensial yang
banyak digunakan oleh industri jamu atau telah diteliti memiliki banyak kandungan dan manfaat, belum banyak diketahui oleh masyarakat di desa ini.
Beberapa spesies tumbuhan yang potensial untuk dikembangkan oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis di antaranya pakis Diplazium esculentum,
bebele Centella asiatica, kayu sepang Caesalpinia sappan dan terong totok Solonum torvum. Dengan pengembangan spesies-spesies ini selain dapat