Kearifan Tradisional Tri-Stimulus Amar Pro-Konservasi

kearifan lokal masyarakat Suku Sasak yang berada di Desa Senaru dalam memanfaatkan tumbuhan Riswan Andayaningsih 2008. Beragamnya bentuk pemanfaatan tumbuhan dari berbagai daerah dapat menjadi kekayaan bagi kebudayaan Indonesia. Selain perbedaan dalam pola pemanfaatan tumbuhan, juga memungkinkan masyarakat dapat memanfaatkan tumbuhan yang sama dalam manfaat yang berbeda maupun tumbuhan berbeda dengan manfaat yang sama. Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dengan etnobotani, yaitu: 1 pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2 penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3 pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4 proyek yang bermanfaat untuk memaksimalkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi Martin 1998. Dokumentasi sebagai salah satu usaha utama dalam etnobotani merupakan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan. Dokumentasi tersebut dapat berupa dokumen tertulis, rekaman foto, majalah, film dokumenter. Dalam hal botani, dokumentasi juga dilakukan dengan cara pengumpulan spesimen herbarium.

2.2 Kearifan Tradisional

Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis Keraf 2002. Pengetahuan tradisional adalah pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat lokal secara turun temurun Soekarman Riswan 1992. Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan langsung maupun pengalaman sehingga dapat digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan Kartikawati 2004. Bangsa Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke terdiri dari suku-suku mempunyai kebudayaan dan adat istiadat masing-masing yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kehidupan suku- suku tersebut terutama yang mempunyai interaksi dekat dengan sumberdaya dan lingkungannya secara turun-temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani oleh leluhurnya. Pola hidup tradisional inilah yang kemudian membentuk kearifan tradisional. Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana hubungan di antara semua penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Berdasarkan hal tersebut di atas Keraf 2002 menyebutkan bahwa : 1. Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu. 2. Kearifan tradisional yang juga berarti pengetahuan tradisional, lebih bersifat praktis mencakup bagaimana memperlakukan setiap kehidupan di alam dengan baik. 3. Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta. 4. Berdasarkan kearifan tradisional masyarakat adat juga memahami semua aktivitasnya sebagai aktivitas moral.

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Pemanfaatan tumbuhan tradisional dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat adat, tradisional maupun masyarakat sekitar kawasan yang masih menurunkan warisan kearifan tradisional leluhurnya. Pemanfaatan ini bukan dipandang sebagai suatu yang misterius, melainkan sebagai sumber yang menguntungkan dan memberi hidup bagi masyarakat. Menurut Soekarman dan Riswan 1992, baru sekitar 3-4 tumbuhan bermanfaat yang ada di Indonesia sudah dibudidayakan dan ditanam, sementara sisanya masih tumbuh liar di hutan-hutan. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat yang berasal dari hutan digunakan sebagai bahan sandang, bahan noken anyaman, bahan pewarna, bahan obat tradisional, upacara adat dan kegiatan sosial, bahan pangan, bahan bangunan, bahan tali-temali, kayu bakar, bahan alat tani, parang atau senjata dan bahan lain-lain Purwanto Walujo 1992. Menurut Zuhud et al. 2004, tumbuhan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok kegunaan di antaranya tumbuhan obat, tumbuhan aromatik, tumbuhan pangan, tumbuhan penghasil warna, tumbuhan penghasil pestisida nabati, tumbuhan hias, tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan untuk keperluan ritual dan keagamaan, tumbuhan penghasil tali, anyaman, kerajinan, tumbuhan penghasil kayu bakar, tumbuhan penghasil minuman dan tumbuhan penghasil bahan bangunan. Selain beragamnya pemanfaatan fungsi tumbuhan di atas, setiap bagian tumbuhan yang dimanfaatkan juga berbeda-beda, misalnya saja bagian yang dimanfaatkan adalah buah, daun, umbi, akar, kulit, bunga, biji, getah, batang dan sebagainya. Berdasarkan habitus tumbuhan yang dimanfaatkan, tumbuhan juga dikelompokkan dalam beberapa habitus. Habitus merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu tumbuhan. Adapun habitus berbagai spesies tumbuhan menurut Tjitrosoepomo 1988 adalah sebagai berikut: a Pohon merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah. b Perdu merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan bercabang dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah. c Semak merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan anggota yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 1 m. d Herba merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair. e Liana merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalarmemanjat pada tumbuhan lain. f Epifit merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya.

2.3.1 Tumbuhan pangan

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Pangan berasal dari bahan hewani dan nabati tumbuh-tumbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahan pangan nabati atau lebih dikenal tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia apabila dikonsumsi hewan disebut pakan. Produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu, produk tersebut umumnya diolah dari bahan baku lokal menggunakan teknologi lokal dikenal dengan sebutan pangan lokal. Proses pengadaan pangan lokal tersebut berdasarkan pengetahuan lokal dan biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Biasanya produk lokal sering menggunakan nama daerah seperti dodol garut dan talas bogor. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 menjelaskan pengertian pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, danatau pembuatan makanan atau minuman. Menurut Depkes RI 1983 pengertian tanaman pangan yaitu kelompok tanaman yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh manusia, berupa sayuran dan buah-buahan, memiliki kandungan nutrien, vitamin dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Tumbuhan pangan ada yang berasal dari tumbuhan rendah dan tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan tingkat tinggi ini dapat diperoleh dari hasil hutan berupa buah-buahan, dedaunan dan biji-bijian. Pada umumnya tumbuhan pangan berasal dari kelompok buah-buahan, sayur-sayuran dan sereal Sunarti et al. 2007 atau mengandung karbohidrat, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan Purwadarminta 1988. Tumbuhan penghasil pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga Moeljopawiro Manwan 1992 yaitu: a Komoditas utama: padi Oryza sativa, jagung Zea mays, kedelai Glycine max, kacang tanah Arachis hypogaea, kacang hijau Phaseolus radiatus, ubi kayu Manihot utilissima dan ubi jalar Ipomoea batatas. b Komoditas potensial: sorgum Andropogon sorgum, kacang tunggak Vigna sinensis, kacang gude Cajanus cajan, wijen Sesamum orientale, talas Colocasia esculenta, ubi kelapa Dioscorea alata dan sagu Metroxylon spp.. c Komoditas introduksi: ganyong Canna edulis, jawawut Panicum viridae, terigu Triticum sativum dan kara Dolichos lablab. Tumbuhan pangan di alam memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan sebagainya. Kandungan tersebut dapat ditemukan pada spesies tumbuhan seperti kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran dan sereal sumber karbohidrat Kartikawati 2004. a. Kacang-kacangan Kacang-kacangan merupakan biji-bijian yang dapat diperoleh dari spesies polong-polongan. Polong-polongan adalah anggota suku Fabaceae yang memiliki polonglegum. Kacang-kacangan utama yang dapat dimakan termasuk ke dalam anak suku Papilionoidae anak suku terbesar dari Fabaceae yang masih memiliki 450 marga dan 10000 spesies. Kacang-kacangan bermanfaat sebagai bahan pangan yang kaya protein Koswara 2010. b. Buah-buahan Buah-buahan merupakan komoditas yang besar dan beraneka ragam Kartikawati 2004. Buah dapat dimakan dalam keadaan segar, maupun yang telah dikeringkan atau yang telah diolah. Buah-buahan umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah tidak dimasak, matang dari pohonnya. Buah-buahan mengandung vitamin dan mineral yang baik bagi tubuh Dhalimarta Adrian 2011 menyeimbangkan menu makanan, kaya protein, energi dan ada yang mengandung lemak. c. Sayuran Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang mengandung air. Menurut Kartikawati 2004, beberapa contoh sayuran yang biasanya ditanam di kebun dan merupakan spesies tumbuhan hortikultura di antaranya selada Lactuca sativa, katuk Sauropus androgynus, berbagai spesies kobis, kol Brassica oleraceae, kangkung Ipomea aqutica dan spesies lainnya. Adapun sayuran yang digunakan sebagai bumbu, yaitu bawang merah Allium cepa, bawang putih Allium sativum, daun bawang Allium ampeloprasum, seledri Apium graveolens. Spesies tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran adalah daun pepaya Carica papaya, daun ubi jalar Ipomea batatas, jagung muda Zea mays dan daun singkong Manihot utillisima. d. Palem-paleman dan umbi-umbian Palem-paleman dan umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat terpenting Sunarti et al. 2007. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. Beberapa spesies tumbuhan yang merupakan sumber karbohidrat di antaranya adalah sagu Metroxylon spp., aren Arenga pinnata dan lain-lain yang merupakan jenis palem berkarbohidrat, kemudian ubi jalar Ipomea batatas, singkong Manihot utillisima dan sebagainya yang merupakan umbi berkarbohidrat.

2.3.1.1 Ketahanan Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan menjelaskan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensional, yaitu adanya hubungan keterkaitan antara mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Menurut Hariyadi 2010, aspek utama dalam ketahanan pangan terdiri dari 4 hal yaitu 1 aspek ketersediaan pangan food availibity, 2 aspek stabilitas ketersediaanpasokan pangan stability supplies 3 aspek keterjangkauan acces supplies dan 4 aspek konsumsi food utilization. Faktor-faktor struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi sangat penting dalam menentukan ketahanan pangan. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan faktor determinan dasar basic determinan bagi ketahaan pangan. Sumberdaya lokal termasuk di dalamnya pangan lokal erat kaitannya dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang dikembangkan berdasarkan kekuatan sumberdaya lokal akan menciptakan kemandirian pangan yang selanjutnya akan melahirkan individu yang sehat, aktif dan berdaya saing sebagaimana indikator ketahanan pangan. Di samping itu, juga akan melahirkan sistem pangan dengan pondasi yang kokoh Hariyadi 2010.

2.3.1.2 Kedaulatan pangan

Kedaulatan pangan memiliki peran penting sebagai strategi untuk mencegah krisis pangan. Membangun kedaulatan pangan dapat dilakukan melalui peningkatan produksi pangan dan pengurangan konsumsi yang berlebihan dan tidak perlu, disertai pembangunan pedesaan terpadu. Ketidakberhasilan dalam penerapan strategi ketahanan pangan menjadi inspirasi munculnya strategi alternatif, yaitu kemandirian dan kedaulatan pangan. Kemandirian pangan dapat dilihat dari kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, bermutu baik, dan aman yang berbasis pada pemanfaatan secara optimal sumber daya lokal. Lima komponen dalam mewujudkan kemandirian pangan yaitu ketersediaan yang cukup, stabilitas ketersediaan, keterjangkauan, mutukeamanan pangan yang baik, dan tidak ada ketergantungan pada pihak luar. Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan merupakan strategi untuk mencegah krisis pangan dan mengentaskan masyarakat tani dari kemiskinan. Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan di Indonesia diarahkan untuk: 1 mewujudkan kemandirian dan kedaulatan negara dan rakyat dalam menentukan kebijakan produksi, distribusi dan konsumsi pangan berdasarkan pemanfaatan sumber daya lokal, tanpa pengaruh pihak luar; 2 mengurangi ketergantungan pada pangan impor; 3 memanfaatkan keragaman sumber daya hayati untuk memproduksi berbagai komoditas pangan non beras; 4 menciptakan lapangan kerja pada industri pertanian di perdesaan; 5 membebaskan petani tanaman pangan dari perangkap kemiskinan sehingga mampu menyongsong masa depan yang lebih sejahtera dan bermartabat Swastika 2011.

2.3.2 Tumbuhan obat

Tumbuhan obat menurut Depkes RI sebagaimana yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 149SKMenkesIV1978 adalah sebagai berikut: a Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu b Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat prokursor c Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat Zuhud et al. 1994 menjelaskan bahwa tidak kurang dari 1260 spesies tumbuhan yang sudah diketahui bermanfaat sebagai bahan baku obat-obatan. Tumbuhan obat tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yakni: 1. Tumbuhan obat tradisional: spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern: spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial: spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki khasiat obat tetapi belum dapat dibuktikan secara medis. Tumbuhan obat sejak zaman dahulu memainkan peranan penting dalam menjaga kesehatan, mempertahankan stamina dan mengobati penyakit. Oleh karena itu penggunaan tumbuhan obat sebagai bahan baku obat tradisional masih berakar kuat dalam kehidupan masyarakat saat ini. Semula, untuk kelangsungan hidupnya, manusia menggantungkan semua keperluan pada alam sekitarnya, termasuk untuk menjaga kesehatan Pramesthi 2008. Sejalan dengan sejarah perkembangan manusia, pengetahuan tentang penyakit dan pengalaman tentang pengobatan penyakit, semakin lama semakin banyak ragamnya, sesuai dengan budaya, kemampuan bangsa, lingkungan, serta ragam flora dan fauna yang ada. Pengolahan tumbuhan obat sebelum dikonsumsi, dapat berbagai macam cara. Mulai dari daun atau bunga yang direbus, sari yang diperas dari daun dan tapal yang dapat diperoleh dari akar atau kulit kayu atau juga bahan simplisia yakni bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat yang belum mengalami proses apapun kecuali dikeringkan Depkes RI 1980. Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan obat ini merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, yang secara turun-temurun telah diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya termasuk generasi saat ini. Rostiana et al. 1992 menambahkan bahwa di antara jenis-jenis simplisia yang dominan penggunaannya, selama kurun waktu lima tahun 1985-1990 terdapat enam spesies yang sudah memasyarakat pembudidayaannya yaitu temulawak, jahe, lengkuas, kencur dan kunyit dari famili zingiberaceae serta ada dari famili umbelliferae. Setiap suku di Indonesia memiliki pengetahuan yang berbeda-beda tentang pengobatan tradisional, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan obat. Hal ini bisa dilihat dari perbedaan ramuan untuk mengobati penyakit yang sama. Semakin beragam ramuan yang digunakan untuk mengobati penyakit tertentu, maka peluang menyembuhkan suatu penyakit pun menjadi semakin besar. Hal ini karena suatu ramuan belum tentu cocok untuk semua orang. Berdasarkan intensitas pemanfaatannya, Aliadi dan Roemantyo 1994 membagi masyarakat pemanfaat tumbuhan obat menjadi tiga kelompok, yaitu: a Kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional, umumnya tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan b Kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, yang umumnya tinggal di daerah pedesaan dengan sarana dan prasarana kesehatan terbatas c Kelompok industriawan obat tradisional

2.4 Tri-Stimulus Amar Pro-Konservasi

Konsep Tri-Stimulus Amar Konservasi digunakan sebagai alternatif pengelolaan lingkungan hidup yang efektif demi terwujudnya keberlanjutan sumberdaya alam hayati dan kesejahteraan masyarakat Zuhud 2007. Tiga komponen stimulus yang mendorong terwujudnya konservasi yaitu stimulus “alamiah”, “manfaat” dan “religius-rela” yang merupakan kristalisasi dari nilai- nilai: “kebenaran”, “kepentingan”, dan “kebaikan”. Stimulus alamiah dapat diartikan sebagai nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan keberlanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya. Stimulus manfaat mengandung nilai-nilai kepentingan untuk manusia di dalamnya, seperti memperoleh manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis atau ekologis dan manfaat lainnya. Stimulus religius-rela mengandung nilai-nilai kebaikan yang di dalamnya mengharap ganjaran dari Sang Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal, pahala, kebahagiaan, kearifan budayatradisional, kepuasan batin dan lainnya. Tri-Stimulus Amar Konservasi pada awalnya diharapkan menimbulkan 3 sikap konservasi yakni: 1 Cognitive persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan dan keyakinan, 2 Affective emosi, senang, benci, dendam, sayang, cinta, dan lain-lain, 3 Overt actions kecenderungan bertindak. Ketiga sikap konservasi tersebut, masing-masing diharapkan mengarah pada sikap yang positif dan akhirnya menuju perilaku pro konservasi, hingga pada akhirnya konservasi dapat terwujud di dunia nyata karena banyaknya partisipasi dan sikap pro konservasi dari masyarakat ataupun instansi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam hayati.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Desa ini berbatasan langsung dengan Resort Kembang Kuning, Taman Nasional Gunung Rinjani. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Peta lokasi penelitian.

3.2 Alat, Bahan dan Obyek Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a Perlengkapan wawancara: pulpen, tape recorder, buku saku dan tally sheet b Perlengkapan untuk pembuatan herbarium spesimen: alkohol 70, benang, gunting, kantong plastik trash bag bening, kertas karton, koran, label dan sprayer Desa Jeruk Manis