Community, BPTP Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian Provinsi Bangka Belitung, Direktorat Jenderal Perkebunan, serta publikasi atau literatur lainnya
yang terkait dengan penelitian seperti jurnal, skripsi, thesis dan disertasi.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Menurut Sinaga 2004, dalam metode survey, pengumpulan data dilakukan dari sebagian
populasi sampling yang dianggap mewakili keseluruhan ciri populasi yang hendak diketahui representative. Pengambilan contoh sampling adalah suatu
proses pemilihan bagian contoh yang representatif dari suatu populasi. Dalam penelitian ini, penentuan jumlah sampel dilakukan secara sengaja purposive
yaitu sebanyak 9 orang petani, lembaga pemasaran dan satu orang eksportir lada putih, dengan pertimbangan yaitu : 1 keterbatasan informasi mengenai jumlah
populasi petani lada putih yang sudah menggunakan tiang panjat hidup, 2 petani sampel tersebut telah menggunakan tiang panjat hidup dalam kegiatan usahatani
lada putih, 3 distribusi jumlah sampel meliputi; 2 orang petani di Kabupaten Bangka Selatan, 4 orang petani di Kabupaten Bangka Barat, dan 3 orang petani di
Kabupaten Belitung, dan 4 keterbatasan populasi ini disebabkan karena teknologi tiang panjat hidup dengan konsep Good Agriculture Practices GAP
lada putih baru mulai akan dikembangkan pada petani lada putih di Provinsi Bangka Belitung.
4.4. Metode Analisis
Penelitian ini meliputi dampak kebijakan terhadap keuntungan dan daya saing lada putih, dilakukan dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix
PAM yang dikembangkan oleh Monke dan Pearson 1989. Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM ini adalah :
1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani yang didalamnya
terdapat kebijakan pemerintah distorsi pasar 2.
Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada kondisi tradable,
harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia 3.
Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisah berdasarkan faktor asing tradable dan faktor domestik nontradable
4. Eksternalitas dianggap sama dengan nol
dimana tahapan penyusunan tabel Policy Analysis Matrix PAM adalah sebagai berikut:
1. Penentuan komponen fisik untuk faktor input dan output secara lengkap dan
aktivitas ekonomi produksi lada putih 2.
Pemisahan seluruh biaya ke dalam komponen domestik dan asing. 3.
Penentuan harga privat dan penaksiran harga bayangan input - output. 4.
Tabulasi dan analisis indikator - indikator yang dihasilkan oleh PAM.
4.4.1. Penentuan Faktor Input dan Output
Dalam penelitian ini, input yang digunakan adalah lahan sewa lahan, benih atau bibit, tenaga kerja, pupuk organik pupuk kandang, pupuk anorganik
urea, NPK atau SP36, KCL, dolomit atau kapur, obat-obatan, peralatan cangkul, parang atau golok, arit dan sprayer, tiang panjat hidup gamal dan dadap
cangkring dan input lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan output adalah butiran lada putih.
4.4.2. Penentuan Komponen Biaya Domestik dan Asing
Penentuan komponen biaya domestik dan asing, menurut Monke dan Persoan 1989, terdapat dua pendekatan dalam mengalokasikan biaya ke dalam
komponen biaya domestik dan asing, yaitu Pendekatan Langsung Direct Approach
dan Pendekatan Total Total Approach. Pendekatan langsung mengasumsikan seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan input tradable
baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut
dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi ke dalam
komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut mempunyai kemungkinan
untuk diproduksi di dalam negeri. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan total dalam mengalokasikan biaya kedalam
komponen biaya input tradable dan non tradable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.4.3. Penentuan Harga Privat dan Penaksiran Harga Bayangan Input dan Output
Kedua faktor output dan input, baik yang merupakan komponen asing dan domestik kemudian dicari dalam bentuk harga privat dan harga bayangan.
Gittinger 1986 mendefenisikan harga bayangan sebagai harga yang akan terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan
dalam kondisi keseimbangan. Sedangkan Squire Van der Tak dalam Gittinger 1986 mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggambarkan
peningkatan kesejahteraan dengan adanya perubahaan marjinal dalam persediaan komoditas dan faktor produksi.
Alasan digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah : 1 harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh
masyarakat melalui produksi yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut, dan 2 harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan
seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan dimasyarakat Gittinger, 1986
Harga dasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam analisis ekonomi karena sering tidak mencerminkan biaya imbangan sosial
oppurtunity cost. Suatu komoditas akan mempunyai biaya imbangan yang sama dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan sempurna, sehingga untuk
memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan sosial atau harga bayangan perlu dilakukan penyesuaian. Penentuan harga bayangan untuk
komoditas yang sudah diperdagangkan dapat didekati dengan harga fob untuk yang diekspor dan cif untuk yang diimpor. Sementara untuk komoditas yang
belum diperdagangkan, harga bayangan dapat didekati dari kesediaan konsumen untuk membayar willingness to pay.
4.4.3.1. Harga Bayangan Output
Harga bayangan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah border price
FOB untuk ouput yang dieskpor. Lada putih merupakan output yang seluruhnya diekspor, sehingga penentuan harga bayangan output yang
digunakan adalah FOB. Rumus perhitungan harga bayangan output adalah : Harga Bayangan Lada Putih = FOB x SER
– Biaya Tataniaga
4.4.3.2. Harga Bayangan Sarana Produksi dan Peralatan
Pada dasarnya dalam menentukan harga bayangan sarana produksi dan peralatan yang termasuk komoditas tradable tidak berbeda dengan penentuan
harga bayangan output. Harga bayangan ditentukan pada harga border price, sedang untuk input non tradable digunakan harga domestik, yang termasuk input
tradable adalah pupuk, obat-obatan sedangkan bibit lada, lahan serta peralatan
termasuk pada input non tradable. Harga bayangan untuk pupuk dan obat - obatan walau sudah diproduksi di
dalam negeri namun sebagian bahan bakunya didatangkan dari impor, sehingga harga bayangan untuk pupuk dan obat - obatan cif cost insurance and freight.
Harga bayangan untuk peralatan digunakan harga pasar dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung,
sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati pasar persaingan sempurna.
4.4.3.3. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Menurut Gittinger 1986, dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya. Untuk tenaga kerja terdidik,
upah tenaga kerja bayangan sama dengan upah pasar finansial, sedangkan tenaga kerja tidak terdidik dengan anggapan belum bekerja sesuai dengan tingkat
produktivitasnya, maka harga bayangan upahnya disesuaikan terhadap harga upah finansialnya. Tenaga kerja yang digunakan petani dalam membantu usahanya
adalah tenaga kerja tidak tetap dan umumnya juga tidak terdidik sehingga harga bayangan tenaga kerja tersebut menggunakan Rusastra dan Yusdja 1982 dan
Suryana 1980 dalam Novianti 2003 yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian.
4.4.3.4. Harga Bayangan Lahan
Tanah atau lahan merupakan faktor produksi utama dan termasuk input non tradable
dalam usahatani atau usaha pertanian. Pada penelitian ini harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang berlaku. Hal ini
senada dengan pendapat Gittinger 1986 mengemukakan bahwa harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitungkan pada tiap
musim tanam yang berlaku di masing - masing tempat.
4.4.3.5. Harga Bayangan Nilai Tukar
Penetapan nilai tukar Rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar mata uang asing yang menjadi acuan US Dollar. Untuk menentukan harga
bayangan nilai tukar digunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire Van der Tak dalam Gittinger 1986, bahwa penentuan harga bayangan nilai tukar
mata uang ditentukan dengan menggunakan rumus :
SCF OER
SER
dimana :
SER : Nilai Tukar Bayangan RpUS OER : Nilai Tukar Resmi RpUS
SCF : Faktor Konversi Standar
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor
ditambah pajaknya dapat ditentukan :
Tmt Mt
Txt Xt
Mt Xt
SCF
dimana :
SCFt : Faktor konversi standar untuk tahun ke-t
Xt : Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t Rp
Mt : Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t Rp
Txt : Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t Rp
Tmt : Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t Rp
Harga bayangan nilai tukar dihitung berdasarkan metode Square dan Van der Tak
, yaitu besarnya nilai ekspor tahun 2010 Xt Rp. 157 732.6 milyar nilai impor Mt Rp. 135 606.1 milyar, pajak ekspor dan impor masing-masing
Rp.
7 633.6 milyar
dan Rp.
19 497.7
milyar Badan Pusat Statistik, 2010. Pada akhirnya diperoleh nilai Shadow Exchange Rate SER sebesar Rp.
9 457
, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan uraian diatas, maka
secara ringkas metode penentuan harga bayangan dan komponen masing - masing input ditunjukan pada Lampiran 5.
4.4.4. Penentuan Biaya Tataniaga
Biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, baik kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Biaya tataniaga yang ada
dalam penelitian ini yaitu biaya pengangkutan dan penanganan. Biaya pengangkutan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut barang dari
produsen atau petani sempai ke pengumpul maupun eksportir, sedangkan biaya penanganan terdiri dan biaya pengemasan.
4.4.5. Analisis Indikator Matriks Kebijakan 1.
Analisis Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial a.
Private Profitability
Keuntungan privat merupakan indikator daya saing competitiveness dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer
kebijakan yang ada. Apabila D 0 maka sistem komoditas itu memperoleh profit diatas normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditas itu mampu
berekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditas alternatif yang lebih menguntungkan.
b. Social Profitability