Harga bayangan ini menunjukkan bahwa tidak terjadinya distorsi pasar atau intervensi pemerintah sehingga harga ini didasarkan pada kondisi pasar
persaingan sempurna. Berdasarkan hasil analisis perbandingan antara keuntungan yang
diperoleh petani lada putih secara privat dengan keuntungan sosial, ternyata keuntungan sosial lebih besar dibandingkan keuntungan privat KSKP. Hal ini
menginformasikan bahwa secara sosial atau pada kondisi dimana harga input dan output dihitung berdasarkan harga opportunity cost biaya imbangan dan tidak
adanya kegaggalan pasar atau intervensi pemerintah, maka pengusahaan komoditas lada putih sangat menguntungkan untuk terus diusahakan.
Usahatani lada putih di Bangka Belitung memiliki keuntungan privat dan keuntungan sosial diatas keuntungan normal sehingga layak untuk diusahakan.
Kondisi ini didukung oleh adanya kebijakan pemerintah melalui revitalisasi perkebunan lada dan gerakan pengembangan lada putih, yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah provinsi Bangka Belitung melalui perbaikan sistem budidaya, yang selama ini dilakukan petani secara tradisional menuju teknologi budidaya
sesuai anjuran dengan penggunaan tiang panjat hidup. Penggunaan tiang panjat hidup ini memberikan keuntungan yang positif bagi petani, sehingga usahatani
lada putih terus dapat dikembangkan di provinsi Bangka Belitung.
7.5. AnalisisDaya Saing
Analisis daya saing terdiri dari kompetitif efisiensi finansial dan komparatif efisiensi ekonomi. Penilaian daya saing kompetitif dilihat dari rasio
biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat Private Cost Ratio. Harga yang digunakan dalam analisis ini adalah harga aktual yang terjadi dipasar,
dimana harga tersebut telah dipengaruhi oleh intervensi pemerintah. Nilai PCR menunjukkan ukuran efisiensi secara finansial, yaitu indikator keuntungan yang
menunjukkan kemampuan usahatani membayar biaya domestik. Efisiensi finansial dicapai apabila nilai PCR lebih kecil dari satu.
Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan bahwa usahatani lada putih di Provinsi Bangka Belitung mempunyai efisiensi secara finansial, yang ditunjukkan
nilai PCR lebih kecil dari satu. Berdasarkan nilai PCR dapat dikatakan bahwa komoditas lada putih efisien secara finansial dan mempunyai keunggulan
kompetitif, karena untuk menghasilkan satu unit nilai tambah pada harga-harga privat hanya memerlukan kurang dari satu unit input domestik. Semakin kecil
nilai PCR yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat efisiensi dan keunggulan kompetitif yang dimiliki.
Nilai PCR yang diperoleh pada usahatani lada putih di provinsi Bangka Belitung adalah 0.813, hal ini berarti untuk mendapatkan nilai tambah output
sebesar satu-satuan pada harga privat diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0.813. Keunggulan kompetitif akan meningkat jika biaya faktor domestik
dapat diminimumkan dan atau memaksimumkan nilai tambahnya. Peningkatan nilai tambah dapat ditingkatkan dengan peningkatan penggunaan teknologi yang
dapat menurunkan biaya per unit output. Hal ini seiring dengan kebijakan revitalisasi perkebunan melalui gerakan
pengembangan lada putih di provinsi Bangka Belitungbahwa sistem budidaya yang selama ini dilakukan petani secara tradisional berdampak pada inefisiensi
biaya produksi, untuk itu dianjurkan dengan pola budidaya anjuran dengan
menggunakan tiang panjat hidup dengan penerapan konsep Good Agriculture Praktice
GAP menuju pola budidaya ramah lingkungan. Tabel 10. Nilai Indikator PCR dan DRCR Lada Putih di Provinsi Bangka
Belitung, Tahun 2011
No Indikator
Nilai
1 Private Cost Rasio PCR
0.813 2
Domestic Resource Cost Ratio DRCR 0.805
Keunggulan komparatif dan tingkat efisiensi ekonomi usahatani lada putih ditunjukkan oleh nilai DRCR Domestic Resource Cost Ratio yaitu rasio
antara biaya domestik terhadap nilai tambahpada harga sosialnya. Nilai DRCR menunjukkan kemampuan sistem produksi usahatani lada putih dalam membiayai
faktor domestiknya pada harga sosial atau dengan kata lain menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa.
Dikatakan efisiensi secara ekonomi apabila DRCR lebih kecil dari satu dan mempunyai keunggulan komparatif makin tinggi jika nilai DRCR semakin
mendekati nol. Hasil analisis DRCR menunjukkan bahwa Provinsi Bangka Belitung
mempunyai keunggulan komparatif untuk memproduksi lada putih yang ditunjukkan nilai DRCR 1, yaitu 0.805. Artinya setiap US yang dibutuhkan
untuk impor lada putih jika diproduksi di Bangka Belitung hanya membutuhkan biaya sebesar US 0.805, sehingga terjadi penghematan devisa negara sekitar
US 0.195. Hal ini senada dengan penelitian Marwoto 2003; Sudarlin 2008, menyatakan bahwa usahatani lada putih memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif pada yang dilihat dari nilai PCR dan DRCR lebih kecil dari satu.
Secara keseluruhan bahwa pengusahaan lada putih di provinsi Bangka Belitung, baik dilihat dari nilai PCR dan DRCR memiliki keunggulan, baik secara
kompetitif dan komparatif. Berarti petani di provinsi Bangka Belitung mempunyai kemampuan secara ekonomi dalam membiayai dan memproduksi lada putih dan
secara finansial lada putih yang dihasilkannya dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi
pasar aktual dimana terdapat intervensi atau kebijakan pemerintah dan distorsi pasar, komoditas lada putih mempunyai daya saing sehingga mampu bersaing di
pasar internasional dibawah kondisi kebijakan perekonomian yang ada. Kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan daya saing lada putih
di provinsi Bangka Belitung yaitu melalui gerakan pengembangan lada putih Gerbang Latih yang dicanangkan pemerintah daerah dalam meningkatkan
kembali minat masyarakat untuk membudidayakan lagi lada putih, langkah operasional antara lain: rehabilitasi tanaman lada yang telah rusak dan terserang
hama penyakit tanaman, subsidi bibit tanaman lada, subsidi pupuk serta pengembangan kebun induk tanaman lada. Selain itu juga perbaikan teknologi
budidaya tradisional menuju budidaya ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga dapat bersaing.
7.6. Dampak Kebijakan Pemerintah