VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
1. Usahatani lada putih di Provinsi Bangka Belitung menguntungkan baik secara
finansial maupun ekonomi, ditunjukkan dengan nilai keuntungan privat sebesar Rp. 25 454 038 per hektar dan keuntungan sosial sebesar Rp. 29 728
670 per hektar. Oleh karena itu, usahatani lada putih di provinsi Bangka Belitung layak untuk dikembangkan.
2. Usahatani lada putih di Provinsi Bangka Belitung memiliki nilai PCR
sebesar 0.813 dan nilai DRCR sebesar 0.805. Hal ini menunjukan usahatani lada putih memiliki daya saing memiliki keunggulan kompetitif maupun
keunggulan komparatif sehingga mampu membiayai input domestiknya. 3.
Dampak kebijakan output terhadap usahatani lada putih berdasarkan indikator transfer output TO bernilai negatif yaitu Rp. 22 185 619 per hektar, hal ini
menunjukkan harga domestik lada putih lebih rendah dari harga internasionalnya, mengidikasikan adanya disinsentif terhadap output lada
putih. Indikator NPCO bernilai 0.87, artinya petani menerima harga lebih murah dari harga dunia, dimana harga jual lada putih ditingkat petani 13
persen lebih murah dari harga output yang seharusnya diterima. 4.
Dampak kebijakan input terhadap usahatani lada putih berdasarkan indikator transfer input TI bernilai negatif sebesar Rp. 6 060 221 per hektar,
menunjukkan terdapat transfer pemerintah berupa subsidi pada input asing. Indikator NPCI bernilai 0.56, artinya harga input yang dibayar petani lebih
rendah 44 persen dari harga dunia, sehingga biaya produksi lebih rendah dari
yang seharusnya. Sedangkan berdasarkan indikator transfer faktor TF bernilai negatif sebesar Rp. 11 850 766 per hektar artinya, kebijakan
pemerintah lebih memihak kepada produsen atau petani. 5.
Dampak kebijakan input - output secara keseluruhan menunjukan bahwa berdasarkan nilai indikator EPC sebesar 0.89, artinya dampak kebijakan input
output terhadap usahatani lada putih belum berjalan secara efektif. Indikator transfer bersih TB bernilai negatif sebesar Rp. 4 274 632 per hektar, kondisi
ini mencerminkan besarnya pengurangan surplus petani sebagai akibat kebijakan pemerintah, sehingga dalam hal ini petani dirugikan. Indikator
koefisien profitabilitas PC sebesar 0.86, artinya kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima produsen petani berkurang sebesar 14
persen dibandingkan tanpa ada kebijakan. Sedangkan indikator SRP bernilai negatif yakni sebesar 0.026 artinya petani atau produsen lada putih
mengeluarkan biaya produksi lebih besar 2.6 persen dari opportunity cost untuk produksi sehingga terjadi pengurangan penerimaan.
6. Hasil perubahan kebijakan terhadap keuntungan lada putih di Provinsi
Bangka Belitung, menunjukkan usahatani lada putih lebih peka sensitif terhadap penurunan produksi dan penurunan harga output lada putih.
Perubahan ini menyebabkan keuntungan privat dan keuntungan sosial bernilai negatif, pada kondisi ini usahatani lada putih di Bangka Belitung tidak layak
untuk dikembangkan. 7.
Hasil perubahan kebijakan terhadap daya saing lada putih di Provinsi Bangka Belitung, menunjukkan usahatani lada putih lebih peka sensitif terhadap
penurunan produksi dan penurunan harga output lada putih. Perubahan ini
menyebabkan usahatani lada putih di Bangka Belitung tidak memiliki daya saing baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif.
8.2. Implikasi Kebijakan