Subsidy Ratio to Producer

c. Profitability Coefficient

Profitability Coefficient PC=DH merupakan pengaruh keseluruhan dari kebijakan yang menyebabkan keuntungan pnivat berbeda dengan keuntungan sosial dicerminkan oleh nilal koefisien keuntungan PC. Jika nilai koefisien keuntungan PC lebih dari satu, maka yang terjadi adalah kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima oleh produsen lebih kecil bila dibandingkan tanpa adanya kebijakan

d. Subsidy Ratio to Producer

Nilai Rasio Subsidi bagi Produsen atau Subsidi Ratio to Producers SRP = LE menunjukkan tingkat penambahan dan pengurangan penerimaan karena adanya kebijakan pemenintah. Nilai Subsidi Ratio to Producers SRP yang bernilai negatif berarti kebijakan pemenintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosial untuk berproduksi

4.4.7. Analisis Sensitivitas

Analisis sensivitas dilakukan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan terhadap input dan output. Perubahan ini dapat mempengaruhi struktur biaya dan penerimaan petani lada putih di Provinsi Bangka Belitung. Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui dampak simulasi kebijakan pemerintah terhadap keuntungan dan daya saing komoditas lada putih. Analisis sensivitas dalam penelitian ini adalah : 1. Penurunan harga lada putih sebesar 20 persen 2. Peningkatan harga pupuk sebesar 20 persen 3. Penurunan produksi 20 persen Dasar pertimbangan dari analisis sensivitas kepekaan diatas sebagai berikut : 1. Harga lada putih dunia cukup fluktuatif dan sangat tergantung pada jumlah komoditas lada yang diperdagangkan dipasar dunia. Pergerakan harga lada domestik sekitar 20 persen sampai 30 persen, hal ini didasarkan trend perkembangan harga lada putih di Bangka Belitung. Pada tahun 2009 rata-rata harga lada putih sebesar Rp. 37 000 2 per kilogram dan pada tahun 2010 harga lada putih rata – rata berkisar antara Rp. 47 000 sampai denga Rp. 50 000 3 per kilogram, serta tahun 2011 harga lada putih sebesar Rp. 67 000 4 per kilogram. Oleh karena itu, menarik untuk mengetahui perubahan keuntungan dan daya saing jika terjadi penurunan harga lada putih sebesar 20 persen. 2. Perubahan harga pupuk diakibatkan situasi yang tak terduga seperti terjadi kelangkaan pupuk pada saat musim tanam tiba atau pada saat waktu pemupukan. Kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen lebih didasarkan pada perkembangan harga pupuk subsidi seperti TSP atau SP36 pada tahun 2009 sebesar Rp. 1 550, kemudian naik pada tahun 2010 sebesar Rp. 2 000 per kilogram dan pada tahun 2009, harga pupuk Urea sebesar Rp. 1 200 per kilogram, kemudian tahun 2010, harga pupuk urea mengalami kenaikan sebesar Rp. 1 600 per kilogram 5 . Sedangkan untuk pupuk KCL merupakan pupuk non subsidi, sehingga harga pupuk tersebut berdasarkan pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang berlaku di daerah penelitian. Oleh 2 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, 2009. 3 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi http:www.bappebti.go.id Analisis Perkembangan harga komoditas, senin 2 Agustus 2010 diakses 25 April 2011. 4 Bangka Pos, edisi 26 April 2011 bangka.tribunnews.com diakses 25 April 2011. 5 Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia, www.appi.or.id. karena itu, menarik untuk mengetahui perubahan keuntungan dan daya saing jika terjadi kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen. 3. Budidaya lada putih sangat tergantung dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup kemampuan manajerial petani dalam mengelola usahataninya dan faktor eksternal mencakup perubahan lingkungan seperti iklim dan cuaca yang mendukung kondisi tanaman lada putih. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi kegiatan usahatani khususnya produksi lada putih di Bangka Belitung. Berdasarkan wawancara dengan petani lada putih di provinsi Bangka Belitung rata - rata penurunan produksi selama dua tahun terakhir antara 20 sampai dengan 30 persen. Penurunan ini, lebih disebabkan karena selama dua tahun terakhir terjadi perubahan lingkungan, yang menyebabkan terjadinya perubahan pola taman, waktu pemupukan, curah hujan dan intensitas sinar matahari yang berkurang. Oleh karena itu, menarik untuk mengetahui perubahan keuntungan dan daya saing jika terjadi penurunan produksi lada putih petani sebesar 20 persen.

V. TINJAUAN UMUM LADA PUTIH DI INDONESIA

5.1. Perkembangan Lada Putih Dunia

Lada merupakan produk tertua dan terpenting dari produk rempah- rempah yang diperdagangkan di dunia. Theophratus yang hidup 372 - 287 SM sebelum masehi menyebutkan dua jenis lada yang telah digunakan oleh Bangsa Mesir dan Romawi pada waktu itu yaitu lada hitam Black Pepper dan lada panjang Pepper longum Wahid, 1996. Purseglove 1968 dalam Wahid 1996, menyebutkan bahwa lada merupakan produk pertama yang diperdagangkan antara negara Barat dan negara Timur. Pada Abad pertengahan tahun 1100 - 1500 perdagangan lada memiliki kedudukan yang sangat penting. Pada saat itu lada digunakan juga sebagai alat tukar dan mas kawin, selain untuk keperluan rempah-rempah. Saat ini, lada yang diperdagangkan dalam pasar internasional terdiri dari dua jenis yaitu lada hitam Black Pepper dan Lada Putih White Pepper. Perbedaan jenis lada ini, lebih disebabkan oleh adanya perbedaan dalam proses pengolahan pascapanen lada. Perkembangan lada putih di dunia ditandai dengan meningkatnya permintaan lada putih oleh negara - negara konsumen. Apalagi ditambah dengan perkembangan produksi oleh negara - negara produsen lada putih dunia yang semakin meningkat.

5.1.1. Produksi Lada Putih

Lada putih dipasaran dunia diproduksi oleh 7 negara utama penghasil lada putih, yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu negara anggota International Pepper