Kebijakan Pemerintah Daerah KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN LADA PUTIH

c. Pengembangan teknologi pengolahan yang mengacu pada GMP Good Manufacturing Practices . d. Pengembangan kemitraan antara petani lada dengan industri pengolahan di dalam negeri, serta pengusaha yang mampu menjual produk tersebut di pasar dalam dan luar negeri. e. Memberi kemudahan petani mengakses lembaga finansial.

3. Kebijakan Kelembagaan

Pengembangan dan pemantapan hubungan kerja net working Asosiasi Petani Lada Indonesia APLI dengan pemerintah setempat dan pusat, pengusaha serta eksportir Asosiasi Ekspor Lada IndonesiaAELI.

4. Kebijakan Pengolahan dan Pemasaran Hasil

a. Mempercepat adopsi teknologi pengolahan hasil yang higienis mutu tinggi. b. Fasilitasi penyediaan sarana pengolahan hasil di daerah sentra produksi lada. c. Pemanfaatan limbah pengolahan kulit buah lada putih sebagai bahan minyaklada. d. Promosi produk-produk lada Indonesia dengan memfokuskan pada keunggulannya seperti rasa dan aroma yang prima. e. Pengembangan jaringan pemasaran dalam negeri dan ekspor.

6.4. Kebijakan Pemerintah Daerah

Sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah, pemerintah provinsi Bangka Belitung melaksanakan program revitalisasi lada putih, adapun tujuan dari revitaslisasi lada putih yaitu ; mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper di Provinsi Bangka Belitung, mengembangkan luas areal perkebunan lada, meningkatkan produktivitas lada dan menjaga kestabilan harga. Upaya mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper diperlukan beberapa langkah yang fundamental. Langkah tersebut antara lain adalah peningkatan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan. Demikian halnya pemberdayaan kelembagaan petani lada di Bangka Belitung perlu dilakukan karena umumnya petani yang mengusahakan tanaman lada memiliki banyak keterbatasan. Pemberdayaan kelompok tani akan menjadi salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan daya saing produk yang mereka hasilkan. Pemberdayaan kelompok tani selain diharapkan akan menunjang produktivitas kebun lada juga dapat meningkatkan mutu dan mengurangi masalah keragaman produk yang dihasilkan oleh masing-masing petani kecil, khususnya dari segi mutu. Langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi kebun-kebun lada yang rusaktidak produktif. Sebagian besar petani dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya, umumnya tidak akan mampu melakukan rehabilitasi secara swadaya. Keberpihakan pemerintah ke petani tetap diperlukan baik secara langsung maupun tak langsung melalui kebijakan subsidi atau intermediasi dengan lembaga keuangan dan stakeholder lainnya. Artinya, pemerintah harus berbuat secara efektif dalam membantu rehabilitasi tanaman lada rakyat sehingga dalam waktu 3 - 4 tahun ke depan, produktivitas perkebunan lada di Provinsi Bangka Belitung akan meningkat kembali secara signifikan. Langkah lainnya yang tidak kalah penting adalah mencari pasar ekspor tambahan atau alternatif dengan tetap menjaga pasar yang ada dalam kerangka penetrasi pasar. Sebagaimana kita ketahui bahwa negara - negara tujuan ekspor utama lada putih saat ini terimbas krisis finansial global, yang dikhawatirkan akan menurunkan impor mereka. Dengan demikian untuk mempertahankan kinerja ekspor lada putih diperlukan upaya mencari pasar - pasar alternatif di negara - negara lain. Selain itu, dalam rangka memperkuat posisi pasar ekspor ke depan, maka pasar domestik juga perlu digarap secara maksimal termasuk industri hilirnya dengan mengembangkan berbagai ragam produk lada putih yang sesuai dengan selera pasar. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena konsumsi lada Indonesia saat ini sekitar 70 gram per kapita, berarti kebutuhan lada penduduk Indonesia sebanyak 230 juta jiwa adalah 16 100 ton per tahun. Sejauh ini pelaksanaan dari kegiatan revitalisasi lada putih di Provinsi Bangka Belitung telah melaksanakan beberapa kegiatan adalah pembentukan lembaga yang konsen menangani lada putih di Bangka Belitung yaitu Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada Putih, pembuatan kebun induk bagi kelompok tani di setiap kabupaten, dan peningkatan kapasitas petani melalui SLPHT serta pengembangan kebun induk sebagai upaya untuk menyediakan sumber benih yang bersertifikat. Salah satu persoalan penting yang menjadi kunci strategis dalam pengembangan lada putih kedepan adalah dalam pengadaan dan distribusi benih. Tidak tersedianya bibit lada dalam jumlah, kualitas dan dalam waktu yang memadai akan berdampak pada rendahnya produktivitas, menurunya produksi dan tidak mampu memenuhi jumlah dan kualitas lada yang diminta pasar. Untuk lebih jelasnya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan lada putih secara singkat dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Identifikasi Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan lada Putih Kebijakan Instrumen Bentuk Kondisi sekarang Implikasi Kebijakan Input Subsidi Positif Pupuk Urea, TSPSP36, Pupuk Organik, bahan bakar minyak Masih berlanjut sesuai dengan peraturan Menteri Pertanian No.32Permentan SR.13042010. Subsidi pupuk membuat biaya produksi menjdi rendah, sehingga pendapatan meningkat Subsidi Negatif Pajak Terdapat pajak PPN pada input domestik lada putih Pajak pada input produksi lada, membuat biaya produksi meningkat, sehingga pendapatan berkurang. Kebijakan Perdagangan output Impor Pajak tarif impor dan kuota impor Tarif dan kuota impor nol persen. tidak adanya intervensi pemerintah dalam hal impor ladalangsung dan tidak langsung berdampak pada konsumen dan produsen industri Untuk itu, harga output lada putih lebih ditentukan oleh mekanisme pasardunia supply demand yang mempengarui fluktuasi harga lada di pasar domestik dan internasional Ekspor Pajak ekspor dan kuota ekspor Tarif dan kuota ekspor nol persen. tidak adanya intervensi pemerintah dalam hal ekspor lada langsung dan tidak langsung berdampak pada produsen petani dan konsumen Kebijakan PemerintahD aerah Revitalisai Perkebunan Lada Kebijakan Gerbang Latih Peningkatan produksi produkstivitas, efisiensi Sedang berjalan  Teknologi budidaya  Pembuatan kebun induk ladaputih  Intensifikasi  Ekstensifikasi  Rehabilitasi Pemasaran  Pengembangan jaringan pemasaran dalam negeri dan ekspor  Diversifikasi produk  Efisiensi rantai pemasaran  Good Manufacturing Practices GMP Penguatan kelembagaan  Pembinaan SLPHT  Pemberdayaan PPL  Pembinaan kelembagaan pemasaran  Kelompok Tani

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

7.1. Justifikasi Harga Bayangan

Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga pasar harga privat atau harga aktual dan harga bayangan harga sosial atau harga ekonomi. Harga pasar adalah tingkat harga pasar yang diterima dalam penjualan hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor-faktor produksi. Menurut Gitinger 1986 harga bayangan merupakan harga sebenarnya yang akan terjadi dalam suatu perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan pada kondisi keseimbangan. Perhitungan harga bayangan dapat dilakukan dengan mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum dan lain - lain. Harga bayangan dalam penelitian ini adalah output biji lada putih, pupuk urea, TSPSP36, Kcl, tenaga kerja, lahan dan sarana produksi pertanian. Berikut ini akan dijelaskan penentuan harga bayangan tersebut.

7.1.1. Harga Bayangan Output

Harga bayangan dalam hal ini lada putih ditingkat petani digunakan harga FOB Free on Board. Hal ini didasarkan bahwa eksportir lada putihdi Bangka Belitung tidak menanggung risiko. Kemudian dari harga border tersebut dilakukan penyesuaian dengan pengurangan biaya penanganan dan pengangkutan. Harga output lada putih disesuaikan dengan nilai tukar rupiah bayangan Shadow Exchange Rate . Harga bayangan lada putih dalam penelitian ini ditetapkan rata -