Analisis Ekonomi KERANGKA PEMIKIRAN

3.2. Analisis Ekonomi

Dalam analisis ekonomi suatu kegiatan investasi dilihat dan sudut pandang masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Didalam analisis penting diperhatikan hasil total, produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dari semua - sumber yang digunakan dalam suatu bisnis. Disini tidak dilihat siapa yang menyediakan sumberdaya yang dipakai dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari bisnis. Dalam analisis ini perhitungan nilai yang dihasilkan disebut Social Returns atau Economic Returns. Keuntungan dalam analisis ekonomi terutama didefinisikan sebagai kemampuan untuk memaksimumkan sumberdaya yang bersifat nasional didalam menghasilkan pendapatan nasional. Pada dasarnya, perhitungan dalam analisis financial atau privat dan analisis ekonomi berbeda menurut beberapa hal yaitu, dalam penggunaan harga input dan output, pembayaran transfer perhitungan pajak, subsidi serta bunga. 1. Harga Dalam analisis finansial harga yang digunakan adalah harga aktual yang terjadi di pasar harga privat baik untuk input maupun output. Sedangkan dalam analisis ekonomi harga yang digunakan adalah harga bayangan shadow price atau disebut harga sosial yaitu harga yang sebenarnya akan terjadi dalam suatu perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna. 2. Pembayaran Transfer Pembayaran transfer atau transfer payment yang diperhitungkan disini adalah pajak dan subsidi. a. Pajak Pajak merupakan transfer payment dari masyarakat terhadap pemerintah, sehingga dalam analisis finansial unsur pajak dihitung sebagai biaya yang dibayarkan kepada pemerintah. Sedangkan dalam analsis ekonomi pajak merupakan transfer dari produsen kepada pemerintah, sehingga unsur pajak tidak dihitung sebagai biaya. b. Subsidi Subsidi adalah transfer payment yang perhitungannya merupakan kebalikan dari pajak. Dalam analisis finansial, penerima subsidi berarti pengurangan biaya produksi atau dengan kata lain subsidi mengurangi biaya. Dalam analisis ekonomi subsidi dianggap sebagai sumber - sumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proses produksi. Oleh sebab itu subsidi yang diterima produsen adalah beban masyarakat, jadi dari segi perhitungan sosial ekonomi tidak mengurangi biaya. 3. Bunga Modal Dalam analisis finansial bunga pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dimasukkan sebagai biaya. Sedangkan dalam analisis ekonomi sosial bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dimasukkan sebagai biaya, karena modal tersebut dianggap sebagai modal masyarakat, sehingga bunganya merupakan bagian dari benefit masyarakat. Namun untuk bunga atas pinajamn dari luar negeri diperhitungkan sebagai biaya. 3.3. Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan untuk input ataupun output yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga input dan harga output yang diminta produsen harga privat dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas harga sosial. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi dan pajak sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota.

3.3.1. Kebijakan Harga Output

Kebijakan harga output diterapkan pada produsen yang menghasilkan komoditas yang merupakan barang subsitusi impor dan barang yang berorientasi ekspor. Gambar 3 a menjelaskan bentuk subsidi untuk produsen pada barang impor. Sumber : Monke and Pearson 1989 dimana : Pw = harga di pasar dunia pada kondisi pasar bebas Pd = harga di pasar domestik S + CI = subsidi kepada konsumen untuk barang impor S + PI = subsidi kepada produsen untuk barang impor Gambar 3. Dampak Subsidi terhadap Konsumen dan Produsen pada Barang Impor Berdasarkan Gambar 3 a, sebelum ada kebijakan subsidi, harga didalam negeri sama dengan harga dunia Pw. Pada tingkat harga Pw jumlah produksi domestik sebesar Q1, sedangkan jumlah permintaan konsumen sebesar Q3. b S+CI S P a S+PI A F E G P S Q3 Q2 Q1 B D C A Q Pw Pd Q Pd Pw H B D Q2 Q1 Q3 Q4 Akibatnya kelebihan permintaan sebesar Q3-Q1, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan impor. Untuk mengurangi impor dan memotivasi peningkatan produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan kebijakan subsidi kepada produsen domestik barang impor. Kebijakan subsidi sebesar Pp-Pw akan meningkatkan produksi domestik dari Q1 ke Q2, dan menurunkan jumlah impor dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Hal ini menunjukkan adanya transfer total dari pemerintah kepada produsen domestik barang impor sebesar Q2 x Pp – Pw atau sebesar PpABPw. Kebijakan ini menyebabkan hilangnya efisiensi ekonomi sebesar selisih antara biaya sumberdaya untuk meningkatkan sumberdaya domestik sebesar Q1CAQ2, dan biaya imbangan berproduksi Q1CBQ2 atau seluas CAB. Selanjutnya Gambar 3 b menunjukkan subsidi untuk konsumen barang impor. Kondisi awal sebelum ada kebijakan, harga di dalam negeri sama dengan harga dunia Pw, pada tingkat harga Pw, jumlah produksi domestik sebesar Q1 sedangkan jumlah yang diminta sebesar Q3. Untuk meningkatkan konsumsi domestik diterapkan kebijakan subsidi pada konsumen domestik barang impor. Kebijakan subsidi sebesar Pw-Pd akan mengurangi produksi domestik dari Q1 ke Q2 dan meningkatkan konsumsi domestik dari Q3 ke Q4, dan impor meningkat dari Q3-Q1 menjadi Q2-Q4. Terdapat transfer S + CI yang mencakup dua bagian yaitu dari pemerintah ke konsumen Pw-PdQ4-Q2 atau luas AGBH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwABPd. Efisiensi yang hilang terjadi pada dua sisi, yaitu produksi dan konsumsi. Pendapatan bersih yang hilang sebesar AFB dan efesiensi konsumen yang hilang sebesar EGH. Kebijakan selain subsidi pada output adalah kebijakan restriksi hambatan perdagangan pada barang impor. Pada Gambar 4 a menunjukkan adanya hambatan perdagangan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar Pd-Pw sehingga menaikkan harga di dalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q1 ke Q2 dan turunnya konsumsi dari Q3 ke Q4. Dengan demikian impor turun dari Q3 - Q1 menjadi Q4 - Q2. Terdapat transfer penerimaan dari konsumen sebesar PdABPw yaitu kepada produsen sebesar PdEFPw dan kepada pemerintah sebesar FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost konsumen dalam merubah konsumsi sebesar Q4BCQ3 dengan kemampuan membayar pada tingkat yang sama Q4ACQ3. Efisiensi ekonomi yang hilang pada konsumen sebesar ABC dan pada produsen sebesar EFG. Gambar 4 b kebalikan dari Gambar 4 a Sumber : Monke and Pearson 1989 dimana : TPI = hambatan perdagangan pada produsen untuk barang impor TCE = hambatan perdagangan pada konsumen untuk barang ekspor Gambar 4. Restriksi Perdagangan pada Komoditas Impor dan Ekspor

3.3.2. Kebijakan Harga Input

Kebijakan pemerintah juga diberlakukan pada variabel input tradable maupun non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi P P b TCE S Pd Pw S Q a TPI B F

C G

E A D Q1 Q2 Q4 Q3 A E Pd Pw C B F G D Q Q1 Q2 Q4 Q3 P S” Pw P Q2 Q1 Q3 S Q1 Q2 Q3 dan pajak, sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik non tradeble karena hanya diterapkan pada komoditas yang diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri.

3.3.2.1. Kebijakan Input Tradable

Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukan pada Gambar 5 a menunjukkan efek pajak terhadap input tradabel yang digunakan. Dengan adanya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi konomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi dari output Q2BCQ1. a. S-N b. S+N Sumber : Monke and Pearson 1989 dimana : S - II = pajak untuk input impor S + II = subsidi untuk input impor Gambar 5. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable A B S C D Q C B Pw A S” D Q Berdasarkan Gambar 5 b memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC, perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatkan output dengan peningkatan nilai input.

3.3.2.2. Kebijakan Input Non Tradable

Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi didalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi dan pajak dapat dilihat pada Gambar 6. Sumber : Monke and Pearson 1989 dimana : Pd = harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc = harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp = harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi S – N = pajak untuk barang non tradable S + N = subsidi untuk barang non tradable Gambar 6. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input Non Tradable b S+N P S a S-N Pp Q Q1 Q2 C Q2 Q1 Pc Pd B D A Pp Pd Pc C A B D S D D P Berdasarkan Gambar 6 a dengan adanya pajak Pc-Pp menyebabkan produk yang dihasilkan turun Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi, Gambar 6 b adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar.

3.4. Matrik Analisis Kebijakan