Kebijakan terhadap Input KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN LADA PUTIH

VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN LADA PUTIH

Secara umum tujuan kebijakan pemerintah dapat dibagi kedalam tiga tujuan utama yaitu,peningkat efisiensi efficiency, pencipta pemerataan equity dan ketahanan securityserta menjaga stabilitas ekonomi Pearson et al, 2005. Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan meningkatkan ekspor ataupun usaha dalam melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan untuk input dan output. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta produsen harga privat dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas harga sosial. Kebijakan tersebut terdiri dari subsidi dan pajak, sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota.

6.1. Kebijakan terhadap Input

Pada penelitian ini, kebijakanpemeritah yang berkenaan dengan pengembangan lada putih di Provinsi Bangka Belitung yaitu subsidi dan pajak. Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah, apabila dibayar untuk pemerintah disebut pajak dan apabila dibayar dari pemerintah maka disebut subsidi. Namun dalam penelitian ini hanya terdapat subsidi terhadap input pupuk, sedangkan pajak tidak ada dalam input produksi yang digunakan oleh petani. Subsidi hanya berlaku pada pupuk urea, TSPSP36, dan pupuk organik, sedangkan untuk input tenaga kerja, bibit, pupuk kandang, tiang panjat hidup dan peralatan lainnya tidak terdapat subsidi. Pada tahap awal pupuk merupakan input utama yang memperoleh prioritas pemberian subsidi terbesar diantara input utama sektor pertanian lainnya benih, pestisida, kredit dan irigasi. Pemberian subsidi dimaksudkan untuk mendorong adaposi teknologi pemupukan sampai pada tingkat yang dianjurkan sehingga akan diperoleh peningkatan produksi yang optimal. Secara bertahap sejak tahun 1987 besaran subsidi pupuk dikurangi, hingga akhirnya dihapus pada tahun 1992 untuk pupuk kalium, tahun 1994 untuk pupuk phospate dan tahun 1996 untuk pupuk urea. Tahun 2001-2002, pemerintah memberikan Insentif Gas Domestik IGD untuk produsen agar harga pupuk urea sebesar Rp. 1 150 per kg, sedangkan pupuk non urea masih mengikuti mekanisme pasar Darwis dan Nurmanaf, 2004. Pada tahun 2003 sampai saat ini, pemerintah bersama DPR RI memberlakukan kembali subsidi pupuk untuk sektor pertanian dengan tujuan untuk membantu petani dalam penyediaan dan penggunaan pupuk sesuai azas 6 tepat, agar dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian serta pendapatan usahataninya. Tahun 2009 ditetapkan alokasi kebutuhan dan HET pupuk, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.42PermentanOT.140092008. Harga Eceran Tertinggi untuk masing-masing pupuk tersebut adalah : urea Rp. 1 200 per kg, NPK phonska Rp. 1 750 per kg, NPK pelangi Rp. 1 830 per kg, Superphos SP-18 atau TSP Rp. 1 550 per kg, ZA Rp. 1 050 per kg dan pupuk organik Rp. 500 per kg. Namun, dalam perkembanganya terjadi kenaikan harga subsidi pupuk yang mengacu pada peraturan Menteri Pertanian No.32PermentanSR.13042010. Harga Eceran Tertinggi HET untuk masing masing pupuk tersebut adalah : urea Rp. 1 600 per kg, NPK phonska Rp. 2300 per kg, NPK pelangi Rp. 2 300 per kg, superphos SP-18 atau TSP Rp. 2 000 per kg, ZA Rp. 1 400 per kg dan pupuk organik Rp. 700 per kg. Besarnya subsidi yang diterima petani lada putih di Provinsi Bangka Belitung berdasarkan perbedaan harga subsidi dan non subsidi, untuk pupuk urea sebesar Rp. 3 000 per kg dan pupuk SP36TSP sebesar Rp. 4 800 per kg. Selain subsidi pupuk, terdapat juga kebijakan pemerintah dalam bidang energi yaitu BBM, secara tidak langsung membantu proses pemasaran lada putih. Keberadaan subsidi BBM sangat membantu mengurangi biaya pemasaran oleh petani dan pedagang.

6.2. Kebijakan Perdagangan Output