Analisis Keuntungan Privat dan Sosial

7.4. Analisis Keuntungan Privat dan Sosial

Model PAM dipakai sebagai alat analisis dari penelitian ini, mempunyai beberapa bentuk indikator keluaran, diantaranya adalah nilai keuntungan privat dan keuntungan sosial, efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi serta dampak kebijakan pemerintah. Keuntungan privat adalah selisih penerimaan dan biaya total yang dihitung berdasarkan harga privat, harga yang sesungguhnya diterima dan dibayarkan oleh petani lada. Total biaya termasuk juga nilai sewa lahan dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Harga tersebut sudah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, baik berupa subsidi, proteksi, pemberlakuan tarif masuk, pajak maupun kebijakan lainnya. Keuntungan privat merupakan indikator keunggulan kompetitif dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Suatu usahatani memperoleh laba diatas biaya normal apabila keuntungan yang didapat lebih besar dari nol D0, sehingga implikasinya bahwa usahatani lada tersebut mampu berekspansi. Hasil analisis secara finansialpada Tabel 9 dibawah, menunjukkan bahwa keuntungan privat lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp. 25 454 038 per hektar. Hal ini memberikan arti bahwa sistem produksi lada putih di Bangka Belitung memperoleh keuntungan diatas keuntungan normal, yang berarti usaha lada putih layak untuk diteruskan, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif comparative advantage suatu komoditas dalam pemanfaatan sumberdaya yang langka di dalam negeri. Pada kondisi ini harga input dan output diperhitungkan dalam kondisi persaingan sempurna, dimana segala bentuk subsidi dan proteksi yang bersifat mendistorsi pasar telah dihilangkan. Sistem komoditas dengan tingkat keuntungan sosial yang makin tinggi, maka menunjukkan tingkat keunggulan komparatif yang semakin besar. Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa usahatani lada putih di Bangka Belitung memiliki keuntungan sosial yang positif H0, yaitu sebesar Rp. 29 728 670 per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani lada putih di Bangka Belitung mempunyai keunggulan komparatif atau efisien secara ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Senada dengan penelitian Sudarlin 2008, tentang daya saing lada putih di kecamatan Air Gegas, Kabupaten Bangka Selatan, menyatakan bahwa keuntungan privat dan keuntungan sosial untuk setiap siklus produksi 7 tahun lebih besar dari nol artinya usahatani lada putih dengan tiang panjat mati layak untuk diusahakan dan mempunyai keunggulan komparatif atau efisien secara ekonomi. Tabel 9. Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial Pada Usahatani Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2011 Uraian Penerimaan Biaya Rpha Keuntungan Rpha Input Tradable Faktor domestik Harga Privat 144 294 290 7727646 111112606 25 454 038 Harga Sosial 166 479 909 13 787 867 123269945 29 728 670 Tabel 9 diatas menunjukkan adanya perbedaan antara keuntungan privat dan keuntungan sosial, perbedaan keuntungan sosial lebih disebabkan karena perbedaaan penerimaan ekonomi, dibandingkan karena perbedaan total biaya produksi ekonominya. Harga bayangan lada putih ini diperoleh dari harga perbatasan border price dikurangi dengan biaya pengepakkan dan transportasi. Harga bayangan ini menunjukkan bahwa tidak terjadinya distorsi pasar atau intervensi pemerintah sehingga harga ini didasarkan pada kondisi pasar persaingan sempurna. Berdasarkan hasil analisis perbandingan antara keuntungan yang diperoleh petani lada putih secara privat dengan keuntungan sosial, ternyata keuntungan sosial lebih besar dibandingkan keuntungan privat KSKP. Hal ini menginformasikan bahwa secara sosial atau pada kondisi dimana harga input dan output dihitung berdasarkan harga opportunity cost biaya imbangan dan tidak adanya kegaggalan pasar atau intervensi pemerintah, maka pengusahaan komoditas lada putih sangat menguntungkan untuk terus diusahakan. Usahatani lada putih di Bangka Belitung memiliki keuntungan privat dan keuntungan sosial diatas keuntungan normal sehingga layak untuk diusahakan. Kondisi ini didukung oleh adanya kebijakan pemerintah melalui revitalisasi perkebunan lada dan gerakan pengembangan lada putih, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi Bangka Belitung melalui perbaikan sistem budidaya, yang selama ini dilakukan petani secara tradisional menuju teknologi budidaya sesuai anjuran dengan penggunaan tiang panjat hidup. Penggunaan tiang panjat hidup ini memberikan keuntungan yang positif bagi petani, sehingga usahatani lada putih terus dapat dikembangkan di provinsi Bangka Belitung.

7.5. AnalisisDaya Saing