Analisis Biaya dan Kelayakan Finansial Hutan Rakyat GERHAN

Bahan pertimbangan yang menjadi kriteria kelayakan investasi proyek adalah : 1 Net Present Value NPV Net Present Value NPV adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Konsep net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat bunga yang disyaratkan. Kriteria penilaian adalah, jika NPV0 maka usaha yang direncanakan atau yang diusulkan layak untuk dilaksanakan dan jika NPV0, jenis usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan. 2 Benefit Cost Ratio BCR Metode analisa kelayakan usaha yang kedua adalah Benefit Cost Ratio BCR atau Profitability index. Metode ini memprediksi kelayakan suatu proyek dengan membandingkan nilai penerimaan bersih dengan nilai investasi. Apabila nilai BCR lebih besar dari 1 satu maka rencana investasi dapat diterima, sedangkan apabila nilai BCR lebih kecil dari 1 satu maka rencana investasi tidak layak diusahakan. NPV dan BCR akan selalu konsisten. Dengan kata lain, kalau NPV mengatakan diterima, maka BCR juga mengatakan diterima dan sebaliknya kalau NPV mengatakan ditolak, maka BCR juga akan menolak 3 Internal Rate Return IRR, Teknik perhitungan dengan IRR banyak digunakan dalam suatu analisis investasi, namun relatif sulit untuk ditentukan karena mendapatkan nilai yang akan dihitung diperlukan trial and error hingga pada akhirnya diperoleh tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol. IRR dapat didefenisikan sebagai tingkat bunga yang akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai. Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol. Kriteria penilain digunakan tingkat bunga bank, maka usaha yang direncanakan atau yang diusulkan layak untuk dilaksanakan, dan jika sebaliknya usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.

2.6 Analisis Kepekaan Sensitivity Analysis

Menurut Nugroho 2003, analisis kepekaan sensitivity analysis adalah suatu teknik untuk menguji sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka terhadap perubahan faktor-faktor yang berpengaruh. Kepekaan sensitivity sendiri diartikan sebagai besaran perubahan relatif ukuran imbalan atau keuntungan misalnya nilai kini, nilai tahunan, tingkat pengembalian yang disebabkan oleh adanya perubahan estimasi faktor-faktor yang berpengaruh. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan teknik analisis ini sering digunakan analis, antara lain : 1. Disadari bahwa di dalam membuat proyeksi aliran kas terdapat ketidaksempurnaan estimasi yang menyangkut aliran kas masuk manfaat- manfaat dan keluar biaya-biaya. 2. Adanya ketidakpastian uncertainty baik yang menyangkut harga-harga input dan output maupun estimasi produksi produktivitas. 3. Adanya kemungkinan perubahan tingkat suku bunga bank, inflasi dan risiko- risiko di masa akan datang yang pada akhirnya berpengaruh terhadap besarnya tingkat pengembalian minimum aktraktif TPMA. Pada analisis nilai kini, nilai rataan tahunan, dan rasio manfaat terhadap biaya, TPMA ditetapkan terlebih dahulu, untuk itu analis memandang perlu menguji hasil analisisnya apabila TPMA tersebut berubah.

2.7 Penelitian Sebelumnya

Berbagai penelitian mengenai Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan telah banyak dilakukan oleh para peneliti dalam berbagai literatur yang ada, di antara nya adalah : 1. Penelitian Waluyo 1986 yang menyatakan, ketidaktanggapan akan faktor sosial budaya serta kebiasaan masyarakat setempat menjadi faktor penyebab ketidakberhasilan program reboisasi dan penghijauan di masa lalu. Disimpulkan pula bahwa di Pulau Samosir kepemilikan lahan adalah hak adat atau tanah marga. 2. Sipayung 1993, kegagalan program reboisasi dan penghijauan oleh minimnya keterlibatan petani dalam tahap perancangan kegiatan, tanaman yang diberi tidak disukai petani, pertumbuhan tanaman tidak menggairahkan lambat, adanya larangan menebang, minimnya bimbingan dan penyuluhan dalam hal perawatanpemeliharaan tanaman. 3. Hasil studi pada 2 kasus di Riau pelaksanaan program rehabilitasi hutan dan lahan, baik yang dilakukan oleh pempus maupun pemda, belum disertai dengan upaya penguatan kelembagaan Kartodihardjo 2006 4. Widyastutik 2010, ada empat variabel penyebab kegagalan GERHAN yaitu perencanaan rehabilitasi, kemudahan hasil produksi, insentifpenghargaan, keterpaduan antara kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan.