Teori Kemitraan Agency Theory

adalah ketidaksepadanan informasi antara pembeli dan penjual, sehingga rentan terhadap perilaku oportunis. Menurut Eggertsson 1990 diacu dalam Nugroho 2003, terdapat tiga kategori hak kepemilikan, yaitu : 1. Hak guna user rights yaitu hak untuk menggunakan manfaat potensial yang sah oleh seseorang, termasuk mentransformasi secara fisisk, bahkan untuk merusaknya. 2. Hak untuk memperoleh pendapatan atau uang sewa atas asset. 3. Hak untuk memindahtangankan secara permanen ke pihak lain. Teori keagenan Agency theory merupakan basis teori yang mendasari praktek bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang prinsipal yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang agensi yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract ” Swadayamandiri 2008. Implikasi penerapan teori ini dapat menimbulkan perilaku efisiensi ataukah perilaku opportunistik bagi si Agen. Implikasi penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku opportunistik opportunistic behaviour . Mengapa hal ini terjadi? Karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal keunggulan informasi, sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri self-interest karena memiliki keunggulan kekuasaan discretionary power. Jensen Meckling, 1976 diacu dalam Nugroho 2003 mengemukakan hubungan di mana satu orang atau lebih sebagai pemberi kepercayaan principals mempengaruhi orang lain sebagai mitra yang menerima kepercayaan agents untuk melaksanakan beberapa tugas principals melalui pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada mitra yang dimaksud agents. Hubungan ini selalu memunculkan masalah ketidak sepadanan informasi, karena agents s umumnya memiliki informasi yang lebih lengkap dan sempurna tentang keragaan dirinya dibandingkan yang dimiliki oleh principals. Hubungan prinsipal-agen terjadi whenever one individ ual’s actions have an effect on another individual atau whenever one individual depends on the action of another Gilardi 2001. Stiglitz 1999 menyatakan bahwa masalah keagenan terjadi pada semua organisasi, baik publik maupun privat. Menurut Lane 2003, “…the modern democratic state is based on a set of principal-agent relationships in the public sector .” Principal-agent framework merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk menganalisis komitmen kebijakan publik karena pembuatan dan pengimplementasiannya melibatkan persoalan kontraktual yang berkaitan dengan asimetri informasi, moral hazard, bounded rationality, and adverse selection . Teori keagenan berfokus pada persoalan asimetri informasi: agents mempunyai informasi lebih banyak tentang kinerja aktual, motivasi, dan tujuannya yang sesungguhnya, yang berpotensi menciptakan moral hazard dan adverse selection . Prinsipal sendiri harus mengeluarkan biaya costs untuk memonitor kinerja agents dan menentukan struktur insentif dan monitoring yang efisien Petrie 2002. Kasper dan Streit 1999 mengemukakan bahwa adanya asimetri informasi di antara eksekutif-legislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran, yang justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks berupa persaingan.

2.4.5 Ketidaksepadanan Informasi Asymmetric Information

Pada umumnya pihak agent menguasai informasi tentang keragaan work effort , keinginan-keinginan preferences dan motivasi motives yang ada pada dirinya, sedangkan informasi tentang keragaan, keinginan dan motivasi agent yang dimiliki oleh principal umumnya sangat terbatas. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik pemegang saham. Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan itu sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal di luar manajemen. Para pengguna internal para manajer memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal. Masalah agensi timbul karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik principal, namun disisi yang lain manajer juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal Jensen dan Meckling 1976. Tindakan earnings management telah memunculkan dalam beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, WorldCom dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat Cornett et al, 2006. Dalam kasus Enron misalnya, satu dampak yang sangat jelas yaitu kerugian yang ditanggung para investor dari ambruknya nilai saham yang sangat dramatis dari harga per saham US 30 menjadi hanya US 10 dalam waktu dua minggu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa suatu perusahaan kelas dunia dapat mengalami hal yang sangat tragis dengan mendeklarasikan bangkrut justru setelah hasil audit keuangan perusahaannya dinyatakan “wajar tanpa syarat”. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan financial reporting yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi Gideon 2005. Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi information asymmetry, yaitu suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi prepaper dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi user. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Eisenhardt 1989 mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: 1 manusia pada