Aksi Kolektif Collective Actions
dari kelompok tani itu merupakan orang terdekat dari pada anggota di dalamnya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
Hasil wawancara dengan stakeholder dari dinas pertanian, kehutanan dan Pertanian Kota Ambon yang menjadi pendamping petani GERHAN mengetahui
bahwa lebih mudah menggerakan individu setiap anggota kelompok dalam melakukan kegiatan apabila kelompok tersebut berdasarkan homogenitas etnis.
Melalui aksi kolektif seseorang berpeluang lebih untuk mengatasi keterbatasannya dalam hal sumberdaya, kekuasaan, kemampuan dan hak suara. Proses
pembelajaran yang dilakukan mendorong motivasi setiap individu anggota kelompok untuk melakukan aksi bersama guna mencapai satu tujuan.
Kepentingan bersama menjadi aspek penting dan menjadikan semangat bagi anggota kelompok untuk bekerja sama. Setiap kelompok memiliki aturan yang
disepakati bersam. Aturan yang dibentuk mengikat setiap individu dalam kelompok untuk tetap berkomitmen mencapai tujuan bersama.
Walaupun dalam prosesnya ada individu-individu yang tidak memenuhi komitmen mereka sendiri, keutuhan dan semangat kelompok untuk mencapai
tujuan tidak terlalu terpengaruh secara signifikan. Salah satu contoh contoh yang terjadi adalah ketika salah seorang anggota kelompok menghasut anggota lain
untuk tidak lagi datang bila ada pertemuan. Melalui kelompok, beragam ide individu mampu diakomodir. Beragam ide memberi banyak kesempatan untuk
mendapatkan berbagai solusi atas suatu kendala. Dalam pelaksanaan GERHAN di lokasi hutan rakyat, pelibatan masyarakat
dilaksanakan dengan sistem kerjasama kemitraan, dimana masyarakat menyiapkan lokasi kegiatan dan warga masyarakat yang akan melaksanakan
GERHAN, sedangkan pemerintah memfasilitasi perencanaan, penyediaan bibit, alat dan bahan, serta biayainsentif pembuatan tanaman, serta pelatihan dan
pendampingan. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan GERHAN disyaratkan melalui wadah kelompok tani, hanya anggota masyarakat yang menjadi anggota
kelompok tani yang berhak menjadi peserta dan mendapat berbagai fasilitasi pemerintah tersebut. Syarat kelompok tani antara lain mempunyai nama
kelompok, alamat, pengurus kelompok, anggota dan pengesahan oleh kepala desalurah sebagai bukti bahwa kelompok tani tersebut benar ada dan mempunyai
pengurus serta anggota dari warga desa setempat. Kelompok ini bisa merupakan kelompok tani yang sudah ada maupun kelompok tani yang baru dibentuk.
Kelompok tani yang hendak menjadi peserta GERHAN dapat mengajukan usulanproposal yang memuat identitas kelompok tani, kegiatan yang diusulkan,
lokasi kegiatan, dan usulan lain seperti jenis tanaman, dan lain-lain. Penetapan kelompok tani yang terpilih menjadi peserta GERHAN beserta lokasi dan luasnya
menjadi kewenangan Dishutlanak Kota Ambon. Pelaksanaan kegiatan GERHAN oleh kelompok tani didasarkan pada Surat Perjanjian Kerja Sama SPKS yang
ditandatangani oleh Ketua Kelompok Tani dan Kuasa Pengguna Anggaran Dinas Kehutanan Pertanian dan Peternakan KabupatenKota dengan saksi Kepala
DesaLurah setempat dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Kehutanan KabupatenKota setempat. Dalam SPKS disebutkan, selaku Pihak Kedua
kelompok tani berkewajiban antara lain : 1.
Melaksanakan pembuatan tanaman GERHAN hutan rakyat sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas, baik dalam hal lokasi, luas, jumlah dan jenis bibit,
maupun jangka waktu penyelesaian pekerjaan. 2.
Memelihara dan mengamankan hasil-hasil yang telah dicapai baik pada masa pelaksanaan maupun pasca kegiatan.
3. Membuat Berita Acara Penyerahan Pekerjaan setelah pelaksanaan kegiatan di
lapangan telah dinyatakan Pihak Pertama Dinas Kehutanan Pertanian dan Peternakan Kota Ambon mencapai 100 .
Sedangkan hak kelompok tani adalah menerima bahan bibit, alat, dan sebagainya dan insentif upah sesuai volume pekerjaan dan standar masin-masing
KabupatenKota. Pembayaran insentif dilaksanakan sesuai prestasi kerja di lapangan yang dinyatakan dengan BAP Pekerjaan oleh petugas yang ditunjuk
dinas dan ditandatangani oleh petugas dan ketua kelompok tani. Pembayaran dilaksanakan melalui pengambilan langsung oleh ketua kelompok tani pada
kantor Dinas Kehutanan, Pertanian dan Peternakan. Akan tetapi dokumen rencana dan realisasi harus dibuat terlebih dahulu baru petani akan di bayar. Jika tidak
lengkap maka petani tidak akan dibayar. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan kegagalan, sebaiknya pembayaran untuk petani tidak dilakukan berdasarkan
prestasi kerja namun ada semacam pembayaran awal pembayaran dengan termin waktu 4 kali pembayaran yang akan menimbulkan petani itu merasa bahwa
mereka begitu dihargai sehingga mereka akan merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka. Jika mereka merasa dihargai maka dengan sendirinya mereka
akan melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab bukan karena semata- mata untuk keberhasilan program. Dalam pengadaan dan penilaian bibit,
masyarakatanggota kelompok tani hanya menerima bibit yang dibuat oleh pengada bibit dan diantarkan ke titik bagi. Masyarakat harus mengambil sendiri
bibit tersebut dari titik bagi. Dalam SPKS terdapat insentif untuk angkutan bibit, tapi jumlahnya relatif kecil, terutama untuk daerah-daerah yang aksesibilitasnya
relatif sulit. Sebagaimana diuraikan di atas bahwa pada semua desa yang menjadi lokasi
penelitian terdapat beberapa jenis kegiatan GERHAN yang melibatkan masyarakat, terutama pada kegiatan perencanaan, pembuatan tanaman, dan
pengembangan kelembagaan. Berdasarkan wawancara secara mendalam, jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam program GERHAN pada masing-masing
lokasi bervariasi, antara lain tergantung pada volume kegiatan, jenis kegiatan, dan anggota masyarakat yang menjadi kelompok tani. Keterlibatan masyarakat relatif
tinggi khususnya pada areal hutan rakyat. Intensitas partisipasi masyarakat dalam program GERHAN dapat dilihat
pada ragam jenis kegiatan yang diikuti oleh masyarakat dan jumlah atau proporsi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tersebut serta curahan waktu yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Sedangkan ragam jenis kegiatan GERHAN yang diikuti oleh masyarakat tersebut tidak hanya
terbatas pada kegiatan fisik pembuatan tanaman, melainkan perlu pula dilihat dari sejak tahap awal, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan fisik,
pelaksanaan kegiatan kelembagaan, serta monitoring dan evaluasi. Karena pada kenyataannya partisipasi masyarakat dalam kegiatan GERHAN juga mencakup
kegiatan non fisik tanaman, khususnya kegiatan perencanaan dan pengembangan kelembagaan, dan dalam mengikuti kegiatan tersebut masyarakat juga
mencurahkan sebagian waktu, tenaga, pikiran, dan kadangkala juga biaya.
Dalam kegiatan menotoring dan evaluasi relatif sedikit melibatkan masyarakat, karena dalam kegiatan ini masyarakat bukan pelaku utama. Peran
masyarakat hanya sebatas mendampingi petugas pengawasan dan atau penilaian, sehingga hanya penduduk tertentu yang terlibat, terutama adalah pengurus
kelompok. Pada hutan rakyat terdapat kepastian hak bagi masyarakat terhadap hasil-hasil GERHAN mengingat tanaman GERHAN berada di lahan masyarakat.