Analisis Sensitivitas Analisis Kepekaan

Dalam analisis ini, akan dinilai kesensitivan pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian apabila menghadapi 3 skenario pasar yaitu: skenario 1 penambahan biaya produksi sebesar 5, pengurangan penghasilan tetap sebesar 5, dan penambahan biaya dan pengurangan penghasilan tetap sebesar 5, skenario 2 penambahan biaya sebesar 10, pengurangan penghasilan tetap sebesar 10, dan penambahan biaya dan pengurangan penghasilan tetap sebesar 10, skenario 3 penambahan biaya sebesar 15, pengurangan pengahasilantetap sebesar 15, dan penambahan biaya dan pengurangan penghasilan tetap sebesar 15. Analisis sensitivitas tidak dilakukan untuk luasan 1 ha tipologi 1, karena secara finansial pengusahaan hutan rakyat pada tipologi 1 tidak layak. Respon usahatani hutan rakyat responden terhadap 3 skenario tersebut disajikan pada Tabel 17 di bawah ini. Tabel 17 Respon usahatani hutan rakyat GERHAN per hektar di lokasi penelitian terhadap 1 skenario pasar. Luasan Skenario1 Penambahan Biaya 5 Pengurangan Penghasilan 5 Penambahan Biaya dan Pengurangan Penghasilan 5 BCR NPV BCR NPV BCR NPV 1,5 1,04 2.105.957 1,04 1.880.560 0,99 -521.429 2 1,27 14.540.024 1,27 13.684.970 1,33 16.246.023 2,5 1,94 51.700.315 1,93 48.983.811 1,84 46.354.042 3 1,76 44.249.352 1,76 41.898.692 1,67 39.134.837 5 2,54 104.230.931 2,54 98.858.459 2,42 95.639.954 Sumber : Hasil analisis data Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap skenario 1 dengan luasan 2 ha hingga 5 ha tipologi 3 sampai dengan 6 relatif tidak sensitif terhadap perubahan yang terjadi. Namun untuk tipologi 2 sensitif terhadap perubahan biaya dan penghasilan sekaligus. Selanjutnya respon usahatani hutan rakyat responden terhadap skenario 2 tersebut disajikan pada Tabel 18 di bawah ini. Tabel 18 Respon usahatani hutan rakyat GERHAN per hektar di lokasi penelitian terhadap 2 skenario pasar. Luasan Skenario 2 Penambahan Biaya 10 Pengurangan Penghasilan 10 Penambahan Biaya dan Pengurangan Penghasilan 10 BCR NPV BCR NPV BCR NPV 1,5 0,99 -296.031 0,98 -746.826 0,89 -5.550.806 2 1,21 11.978.971 1,21 10.268.863 1,09 5.146.756 2,5 1,85 49.070.546 1,83 43.637.538 1,66 38.378.000 3 2,11 67.362.292 1,67 36.787.177 1,51 31.256.469 5 2,43 101.012.426 2,40 90.267.428 2,18 83.830.472 Sumber : Hasil analisis data Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap skenario 2 dengan luasan 2 ha hingga 5 ha tipologi 3 sampai dengan 6 menunjukan kondisi yang sama dengan skenario 1 yaitu relatif tidak sensitif terhadap perubahan yang terjadi. Namun untuk tipologi 2 sensitif terhadap perubahan biaya dan penghasilan sekaligus. Selanjutnya respon usahatani hutan rakyat responden terhadap skenario 3 tersebut disajikan pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19 Respon usahatani hutan rakyat GERHAN per hektar di lokasi penelitian terhadap 3 skenario pasar. Luasan Skenario 3 Penambahan Biaya 15 Pengurangan Penghasilan 15 Penambahan Biaya dan Pengurangan Penghasilan 15 BCR NPV BCR NPV BCR NPV 1,5 0,95 -2.689.021 1,09 -4.507.947 0,8 -10.580.183 2 1,16 9.417.917 1,13 6.852.755 0,99 -830.404 2,5 1,77 46.440.777 1,73 38.291.265 1,50 30.401.958 3 2,02 64.598.438 1,57 31.669.662 1,37 23.378.100 5 2,32 97.793.921 2,27 81.676.506 1,97 72..020.992 Sumber : Hasil analisis data Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap skenario 3 dengan luasan 2,5 ha hingga 5 ha tipologi 4 sampai dengan 6 relatif tidak sensitif terhadap perubahan yang terjadi. Namun untuk tipologi 2 dan 3 sensitif terhadap perubahan biaya dan penghasilan sekaligus. Dari respon yang terbentuk, dapat disimpulkan bahwa usahatani hutan rakyat di lokasi penelitian akan menunjukkan tingkat kepekaan pada luasan 1 hingga 2 ha, ketika menghadapi fenomena pasar berupa peningkatan biaya, pengurangan penghasilan dan peningkatan biaya dan pengurangan pengahsilan tetap. Agar usahatani hutan rakyat memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi secara finansial, maka temuan ini harus disikapi dengan upaya-upaya untuk mempertahankan harga tanaman kayu-kayuan seperti jati, mahoni, lenggua dan MPTS di pasar. Persentase penurunan keuntungan bersih usahatani hutan rakyat GERHAN per hektar di lokasi penelitian, ketika menghadapi 3 skenario pasar disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Persentase penurunan keuntungan bersih usahatani hutan rakyat GERHAN per hektar di lokasi penelitian, ketika menghadapi 3 skenario pasar. Luasan ha NPV Kondisi Normal Skenario 1 Penambahan biaya 5 Pengurangan penghasilan 5 Penambahan biaya dan pengurangan penghasilan 5 NPV IRR NPV IRR NPV IRR 1,5 4.507.946 2.105.957 16 1.880.560 16 -521.429 15 2 17.101.078 14.540.024 19 13.684.970 19 16.246.023 20 2,5 54.330.085 51.700.315 25 48.983.811 25 46.354.042 24 3 47.013.207 44.249.352 24 41.898.692 24 39.134.837 23 5 107.449.336 104.230.931 29 98.858.459 29 95.639.954 28 Luasan ha Penambahan biaya 10 Pengurangan penghasilan 10 Penambahan biaya dan pengurangan penghasilan 10 NPV IRR NPV IRR NPV IRR 1,5 4.507.946 -296.031 15 -746.826 15 -5.550.806 13 2 17.101.078 11.978.971 18 10.268.863 18 5.146.756 16 2,5 54.330.085 49.070.546 24 43.637.538 24 38.378.000 23 3 47.013.207 67.362.292 27 36.787.177 23 31.256.469 22 5 107.449.336 101.012.426 28 90.267.428 7,23 83.830.472 18 Luasan ha NPV Kondisi Normal Skenario 3 Penambahan biaya 15 Pengurangan pengahsilan 15 Penambahan biaya dan pengurangan penghasilan 15 NPV IRR NPV IRR NPV IRR 1,5 4.507.946 -2.689.021 14 -4.507.947 17 -10.580.183 11 2 17.101.078 9.417.917 17 6.852.755 17 -830.404 15 2,5 54.330.085 46.440.777 24 38.291.265 23 30.401.958 21 3 47.013.207 64.598.438 27 31.669.662 22 23.378.100 20 5 107.449.336 97.793.921 28 81.676.506 27 72..020.992 20,39 Sumber : Hasil analisis data Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan akan berpengaruh terhadap ketahanan suatu usaha terhadap fenomena pasar yang terjadi. Dengan melihat persen tumbuh yang terjadi dilokasi penelitian yaitu 25,9 sampai dengan 78,51, maka dapat disimpulkan bahwa ketertarikan masyarakat pada program GERHAN rendah.

5.3 Aspek Kelembagaan

Dalam program GERHAN ketiga hal yang tercakup dalam komponen kelembagaan diatas sudah diatur dan disebutkan secara jelas. Setiap tingkatan pemerintah pusat, daerah dan masyarakat sudah difasilitasi peranannya sebagai kelembagaan penyelenggaraan GERHAN. Tugas pokok, fungsi dan peranan masing-masing lembaga terperinci dengan jelas, yang juga sekaligus menggambarkan kepemilikan, kewenangan dan representasi dari tiap-tiap lembaga. Pada pihak masyarakat diperlukan penguatan kelembagaan baik dari pihak pemerintah sebagai pelaksana maupun LSM sebagai pendamping serta penyuluh sebagai pembimbing teknis. Penguatan kelembagaan masyarakat kelompok tani meliputi partisipasi petani dalam penyusunan rencana GERHAN. Model pelaksanaan GERHAN, berupa hutan rakyat, hutan kemasyarakatan ataupun model lain. Bimbinganpenyuluhan proses produksi tanaman kehutananpertanian yang baik berupa pelatihan, pendampingan, kursus maupun fasilitas lainnya. Fasilitas penguatan kelompok tanimasyarakat seperti pembuatan rencana kerja, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kelompok tani. Proses-proses dalam meningkatkan fungsi pada kelembagaan dalam GERHAN tersebut diatas memerlukan keterlibatan dan niat yang baik dari semua lembaga yang terkait. Dengan demikian diharapkan tujuan GERHAN untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di Pulau Ambon dapat tercapai. Sebagai organisasi, kelembagaan diartikan sebagai wujud konkrit yang membungkus aturan main tersebut seperti organisasi pemerintah, bank, koperasi, pendidikan dan sebagainya. Batasan tersebut menunjukkan bahwa organisasi dapat dipandang sebagai perangkat keras dari kelembagaan sedangkan aturan main merupakan perangkat lunaknya. Karena itu, masih banyak hal yang perlu dipelajari untuk membangun kelembagaan secara utuh, termasuk mengidentifikasi kemitraan yang terjadi, kontrak yang melandasi kemitraan, principal – agents relationship, property rights, collective action dan lain-lain dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

5.3.1 Hak Kepemilikan Property Rights

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan di Pulau Ambon, kepemilikan lahan secara umum dibagi ke dalam 3 bagian yaitu:

a. Lahan Milik Individu.

Lahan milik individu adalah sebidang tanah yang dibebani alas titel diatasnya dikuasai secara perorangan satu orang individu tertentu. Pola pemilikan lahan individu sebagian besar diperoleh dari warisan orang tua, pemberian saudara, dan hasil pembelian. Bentuk pemanfaatan lahan individu pada umumnya digunakan untuk kegiatan produktif lahan pertanian, kebunladang, hutan dan juga lahan kosong. Luas lahan milik individu sangat bervariasi mulai dari 1ha-5ha. Hak milik pribadiindividu adalah hak kepemilikan secara penuh yang dimiliki oleh suatu individukeluarga dari mata rumah tertentu. Kepemilikan seperti ini akan didapat secara utuh dan menjadi hak individu anggota keluarga dalam kelompok mata rumah tertentu apabila kawasan hutan yang menjadi hak milik bersama tersebut telah dikelolanya untuk kebutuhan hidupnya, seperti pembukaan ladang baru dusung dan telah disepakati dan diakui bersama oleh seluruh anggota masyarakat. Dalam pengelolaannya, walaupun tidak ditanami oleh si pemilik dengan jenis tanaman apapun, maka lahan tersebut tetap menjadi miliknya oleh karena telah diketahui oleh seluruh anggota masyarakat dan biasanya diberi tanda batas berupa tanaman jenis pohon tertentu. Hal ini dikarenakan merupakan orang pertama dalam melakukan pengelolaan pada kawasan hutan yang sebelumnya telah menjadi hak milik bersama suatu mata rumah tertentu. Hak miliknya dapat diwariskan kepada anak dan istrinya secara turun temurun.

b. Lahan Milik Marga.

Lahan milik marga merupakan lahan milik bersama komunal dari keturunan tertentu dan belum dibagi-bagi kepada anggota marga. Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah. Pada umumnya pola